Menjadi Guru Yang Melampaui
Gelar pahlawan tanpa tanda jasa seringkali disematkan pada para guru. Gelar demikian karena tidak seperti angkatan bersenjata yang mendapatkan bintang penghargaan, para guru tidak memperolehnya.
Namun, itu bukan berarti jasa mereka lebih sedikit dibandingkan dengan yang lain. Jika angkatan bersenjata berjuang untuk membela bangsa dan negara, para guru di pihak lain berjuang untuk membangun dan mengembangkan bangsa dan negara.
Perjuangan untuk membangun bangsa dan negara itu ditempuh dengan cara mengembangkan pendidikan dan kebudayaan. Mengembangkan pendidikan berarti mengembangkan kemampuan nalar dan daya kritis para murid. Hal itu dibuat agar aspek kognitif peserta didik dapat berkembang dengan baik dan seimbang.
Sementara itu, menggembangkan kebudayaan dilakukan dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai baik yang sudah didapatkan melalui pelajaran kepada kehidupan sehari-hari. Internalisasi nilai-nilai itu diharapkan kemudian bisa menumbuhkan pola pikir dan pola tindak. Hal tersebut kemudian bertransformasi menjadi kebudayaan yang akan terus diaplikasikan dalam hidup setiap hari. Tugas yang terakhir ini adalah tugas yang cukup sulit.
Tugas itu menjadi cukup sulit karena urusan mengembangkan daya nalar kritis mungkin masih berkutat pada soal membuat para murid mengetahui sesuatu dari yang sebelumnya tidak mengetahui sesuatu. Lalu, pada tahap selanjutnya membantu membuka pikiran mereka untuk berefleksi dan berpikir kritis tentang berbagai hal yang sedang dipelajari atau dihadapi. Pada tataran ini, unsur kognisi dan aspek logis-rasionalitas yang dikembangkan.
Sementara itu, tugas untuk menginternalisasi dan membudayakan apa yang dipelajari menjadi hal yang menantang dan cukup berat. Hal demikian karena persoalan menginternalisasikan nilai yang telah dipelajari di ruang-ruang kelas amat berkaitan dengan persoalan kematangan diri, kemantapan emosi, psikologis serta kepekaan sosial dari peserta didik. Tentunya hal ini akan sangat berkaitan dengan pembentukan kepribadian dan jati diri para siswa. Tugas ini tentunya sulit dan menantang.
Tugas itu menjadi hal yang menantang karena para guru ditantang untuk bisa melangkah lebih jauh. Para guru mesti bisa melangkah lebih jauh untuk, memahami para siswa dengan berbagai latar belakang kehidupan dan keluarga. Mereka juga mesti bisa melangkah jauh untuk bisa mengarahkan berbagai perbedaan kepribadian dan sifat para murid. Tujuan dari melangkah lebih jauh itu ialah agar para guru bisa membawa para murid pada internalisasi nilai-nilai pendidikan yang sudah diajarkan di dalam kelas.
Untuk menjalankan tugas ini, para guru selain mempunyai stock of knowlagde atau kapasitas pengetahuan, tentu mereka juga mempunyai pundi-pundi skill sekaligus kualitas yang tidak tanggung-tanggung. Menyangkut itu, hal-hal yang paling dibutuhkan ialah setiap individu yang memutuskan untuk menjadi guru mestinya benar-benar individu yang matang, punya keinganan untuk terus belajar, tidak menjadi pribadi yang ekslusif baik dalam pandangan maupun pergaulan.
Individu yang matang, berarti untuk menjadi seorang guru, seseorang mestinya matang baik dari segi pengetahuan maupun segi afeksi. Ini penting karena pengetahuan itulah yang nantinya akan dibagikan para guru kepada para muridnya. Di sini, para guru mampu memberikan penjelasan kepada para murid tentang materi-materi yang dipelajari.
Matang secara afeksi artinya para guru mesti bisa bertindak dewasa dan sabar dalam menghadapi berbagai tingkah laku dan sifat para siswa. Hal ini penting untuk menghindari berbagai kasus penyelewengan di ranah pendidikan, baik itu kekerasan fisik, verbal maupun pelecehan-pelecehan akibat kurangnya pengendalian diri dari para guru.
Kedua adalah individu punya keingingan untuk terus belajar. Hal ini berarti para guru mestinya selalu mempunyai dorongan dari dalam diri untuk terus belajar setiap saat dan setiap hari pada kesempatan apapun. Dalam kaitan dengan itu, upaya untuk terus mengupdate pengetahuan serta skill harus terus dilakukan. Ini penting untuk diperhatikan dan dipraktikan karena situasi masyarakat dan perkembangan dunia ini tidak pernah statis dan terus sama.
Seperti yang pernah ditulis oleh Anthony Giddens dalam karyanya Entfesselte Welt: Wie die Globalisierung unser Leben verändert, bahwa perkembangan ilmu pengetahuan, teknik, industri, dan sivilisasi penduduk dunia ini mendorong perubahan dan terjadinya apa yang disebut sebagai proses globalisasi (Giddens, 2001). Setiap hari dunia ini berubah karena dinamika manusia yang adalah makhluk dinamis, selain sebagai makhluk sosial. Perubahan-perubahan ini mesti terus bisa diikuti, sebab dunia pendidikan pun berubah seturut dengan perubahan dunia dan perubahan zamannya.
Implikasi lanjutanya ialah apa yang diajarkan di kelas, mestinya merupakan pengetahuan-pengetahuan dan informasi baru. Pengetahuan dan informasi itulah yang sedang berkembang dan bahkan menjadi tren di masyarakat.
Apa yang ditanamkan pun merupakan nilai-nilai yang lahir dari cara pandang beradab baru. Cara pandangan ini merupakan buah pemikiran dan hasil refleksi dari fenomena-fenomena baru atau pun isu-isu kontemporer dalam wancana-wacana baru dan dominan yang sedang berkembang di masyarakat.
Yang ketiga ialah menjadi pribadi yang ekslusif baik dalam pandangan maupun pergaulan. Menjadi pribadi yang tidak ekslusif berarti siap menjadi pribadi yang bertipikal inklusif yang bersedia keluar dari tempurung-tempurung pengetahuan dan tempurung-tempurung pergaulan. Tindakan ini dibuat untuk bertemu, bergaul, dan berteman dengan macam-macam orang dari berbagai latar belakang.
Hal ini penting untuk dilakukan karena untuk menghadapi siswa-siswa dengan berbagai latar belakang yang berbeda, para guru mesti sudah terbiasa dan punya pengalaman bertemu dengan macam-macam jenis manusia yang berbeda latar belakang, baik itu hidup, pendidikan, kebudayaan, maupun pekerjaan. Tindakan ini sebenarnya seperti metode pendekatan sosial ala sosiolog klasik, Max Weber yakni Metode Verstehen. Metode ini merupakan sebuah metode pendekatan sosial yang memahami setiap peristiwa atau kejadian sosial dengan mengalami dan bersentuhan secara langsung dengannya, sehingga bisa dimengerti untuk kemudian ditindaklanjuti seorang individu (Weber, 1930).
Dengan pendekatan ataupun perjumpaan-perjumpaan itu, para guru bisa punya pemahaman dan pengetahuan tentang macam-macam tipe orang. Hal ini kemudian bisa dipakai ketika para harus berhapan dengan banyak tipe murid yang ditemui di sekolah untuk mengerti dan memahami situasi-situasi unik dan khas dari setiap peserta didik. Hal ini juga penting untuk menghindari tercetaknya pribadi-pribadi siswa yang ekslusif, bermental primordial serta menghindari fanatisme sempit yang tidak berlogika dan di luar akal sehat.
Sementara itu, keluar dari tempurung pengetahuan berarti keluar dari pengetahuan-pengetahuan atau pun pola belajar atau pun mengajar lama yang tidak kontekstual. Keluar dari hal itu untuk bisa belajar dan menerapkan pengetahuan-pengetahuan ataupun mengkreasikan pola mengajar yang baru dan kontekstual. Ini penting agar situasi yang tercipta di kelas menjadi situasi yang selalu terbarukan dan segar setiap harinya. Situasi itu ada karena terdapat penyajian cerita maupun kajian baru yang sedang hangat baik itu secara global sampai pada level lokal.
Menjadi individu yang matang, keinginan untuk terus belajar, dan menjadi pribadi yang inkslusif kemudian turut syarat-syarat bagi para guru untuk bisa terus berkarya dan berkontribusi menembusi batas-batas pengetehuan, pengalaman pun kehidupan. Baik itu milik para murid atau siapa saja yang ditemui di masyarakat. Karena ada baiknya menjadi guru bukan hanya di dalam kelas dan sekolah, tetapi sangguh menjadi guru di tengah masyarakat dengan melalui tutur dan tindakan.
Hal itu artinya profesi guru mestinya bisa menubuh dalam diri seseorang guru. Penumbuhan itu akan berefek pada tindakan, yang selain bisa mendidik dan mengajar ilmu dan teori pada anak didik, tetapi juga mudah membentuk mental dan kebiasaan sehingga bisa menciptakan budaya dari internalisasi nilai-nilai dari ilmu dan teori yang telah diajarkan.
Dengan bertindak seperti tadi, seorang pribadi dengan tekad mengajar dan mengabdi sebagai guru dapat menjadi guru yang melampaui setiap batas sekat dan perbedaan, bahkan melampui waktu sekalipun. Sebab, guru yang demikian akan menjadi guru yang abadi dalam kenangan para murindnya dan setiap orang yang ditemuinya. Gelar pahlawan tanpa tanda jasa itu akhirnya mendapatkan bobotnya tepat pada titik ini. Selamat Hari Guru Nasional 2021.
Artikel Lainnya
-
150628/03/2020
-
17915/05/2024
-
137129/03/2020
-
Kerjasama Guru dan Orangtua dalam Mengolah Informasi di Masa Covid-19
392616/05/2020 -
Resiliensi Ekonomi Nasional Pasca Pandemi Global Covid-19
256220/04/2020 -
Dilema Mahasiswa: Antara Corona dan Omnibus Law
161725/03/2020