Mengapa Komitmen HAM Harus Menjadi Landasan Kebijakan Publik?
“Pernahkah kita bertanya, apa sebenarnya yang menjadi tujuan dari kebijakan publik yang baik? Apakah sekadar untuk memenuhi kepentingan mayoritas, atau ada sesuatu yang lebih mendalam dan mendasar dari itu?”
Saat saya menuliskan ini, saya merenung soal apa yang sebenarnya harus menjadi dasar dari setiap kebijakan publik di negeri ini. Jawabannya, menurut saya, jelas: Hak Asasi Manusia (HAM). Saya percaya bahwa HAM adalah hak dasar setiap individu yang tidak bisa diganggu gugat, dan negara harus menempatkannya sebagai fondasi utama dalam merancang kebijakan publik. HAM bukan sekadar kata yang indah di konstitusi, tetapi komitmen moral dan hukum yang seharusnya menjadi nyawa dalam setiap kebijakan.
Di Indonesia, seperti di banyak negara lainnya, HAM sering kali menjadi topik yang terdengar “klasik” dan penuh idealisme. Namun, saya merasa bahwa dalam praktiknya, pemahaman dan komitmen kita terhadap HAM belum selalu terefleksi dalam kebijakan-kebijakan yang dihasilkan. Misalnya, kebijakan publik terkait keamanan, pendidikan, atau kesehatan kadang hanya mengedepankan angka statistik, keberhasilan jangka pendek, atau kepentingan ekonomi. Padahal, di balik setiap kebijakan itu, ada hak individu yang mungkin terabaikan jika tidak disertai komitmen terhadap HAM.
Menurut laporan dari Komnas HAM, Indonesia mencatat peningkatan jumlah pengaduan pelanggaran HAM dalam beberapa tahun terakhir, terutama terkait kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap kelompok minoritas dan rentan. Ini menunjukkan bahwa meski kita telah memiliki banyak peraturan yang berorientasi pada HAM, penerapannya masih jauh dari harapan. Di sinilah pentingnya komitmen HAM dalam setiap kebijakan. Kebijakan yang berlandaskan HAM akan menjaga negara tetap teguh pada tugasnya untuk melindungi setiap individu, tanpa kecuali.
Saya teringat pada kata-kata Eleanor Roosevelt, seorang aktivis HAM yang berperan penting dalam penyusunan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, "Hak asasi manusia dimulai di tempat-tempat kecil yang dekat dengan rumah - begitu dekat dan begitu kecil hingga tidak terlihat di peta dunia.” Ungkapan ini mengingatkan kita bahwa HAM sebenarnya dimulai dari lingkungan paling dekat dengan kita, bahkan dari kebijakan yang mungkin terkesan sederhana, seperti akses air bersih atau pelayanan kesehatan dasar. Kebijakan publik yang tidak memperhatikan HAM berarti mengabaikan hak-hak dasar manusia, sesuatu yang harusnya menjadi komitmen bersama.
HAM juga sangat terkait dengan keadilan dan kesetaraan. Kebijakan publik yang berdasar pada HAM tidak hanya memastikan bahwa semua orang mendapatkan hak yang sama, tetapi juga menumbuhkan rasa keadilan di masyarakat. Kebijakan ini berfungsi sebagai benteng yang melindungi kelompok rentan dari diskriminasi dan penindasan. Tanpa landasan HAM, kebijakan hanya akan memperparah ketidaksetaraan. Kita bisa melihat contoh nyata dari negara-negara yang tidak menghormati HAM, di mana banyak kelompok marginal yang terpinggirkan dan hak-hak mereka sering kali dilupakan. Sebaliknya, negara-negara yang memiliki komitmen kuat pada HAM menunjukkan bagaimana kebijakan publik mampu menciptakan masyarakat yang lebih adil.
Dalam konteks Indonesia, contoh kasus yang sangat relevan adalah kebijakan mengenai penanganan pengungsi atau warga negara asing yang sedang mencari suaka. Dalam banyak kasus, mereka sering kali dianggap sebagai beban atau ancaman, padahal mereka memiliki hak-hak dasar sebagai manusia, termasuk hak untuk diperlakukan dengan martabat. Kebijakan publik yang berbasis HAM akan memastikan bahwa mereka tidak diabaikan atau diperlakukan sewenang-wenang. Melalui perspektif HAM, negara dapat mengembangkan kebijakan yang lebih manusiawi dan adil terhadap para pencari suaka, dan ini akan memperkuat reputasi Indonesia di mata internasional sebagai negara yang menghormati hak-hak setiap manusia.
Data dari Amnesty International menyebutkan bahwa setidaknya 200 negara masih melakukan pelanggaran HAM dalam berbagai bentuk, mulai dari kekerasan fisik hingga penahanan sewenang-wenang. Hal ini menunjukkan bahwa pelanggaran HAM bukan hanya isu di negara-negara yang dikenal represif, tetapi juga di negara-negara yang dianggap maju. Tantangan dalam menjaga komitmen HAM memang besar, terutama di negara-negara berkembang yang sering kali berhadapan dengan berbagai tekanan politik dan ekonomi. Namun, jika Indonesia ingin menjadi negara yang adil dan demokratis, komitmen terhadap HAM tidak bisa diabaikan dalam kebijakan publik.
Yang menarik untuk saya, adalah bagaimana kita bisa menjaga keseimbangan antara kepentingan negara dan perlindungan HAM. Ada kalanya pemerintah merasa perlu membuat kebijakan yang tegas demi keamanan nasional, atau kebijakan yang memprioritaskan pertumbuhan ekonomi. Namun, saya percaya bahwa hal-hal ini bisa berjalan beriringan dengan HAM, bukan saling bertentangan. Misalnya, kebijakan pembangunan yang menghormati hak masyarakat adat dalam menjaga wilayah mereka tidak hanya melindungi HAM, tetapi juga mendukung kelestarian lingkungan. Kebijakan-kebijakan publik yang tidak mempertimbangkan HAM justru sering kali berakhir dengan resistensi dari masyarakat, bahkan kegagalan.
Dalam demokrasi, keterlibatan masyarakat adalah fondasi utama. Kebijakan yang berpihak pada HAM akan membangun kepercayaan publik dan mendorong partisipasi aktif masyarakat. Kebijakan yang mengabaikan HAM, sebaliknya, hanya akan menimbulkan perlawanan dan rasa tidak percaya. Kepercayaan inilah yang sangat dibutuhkan pemerintah untuk menjalankan kebijakan-kebijakan yang efektif. Jika kita sebagai warga negara merasa dilindungi dan dihargai, saya yakin kita akan mendukung kebijakan tersebut dengan sepenuh hati.
Maka dari itu, komitmen terhadap HAM bukanlah sekadar formalitas, melainkan kebutuhan yang esensial dalam membangun masyarakat yang adil dan damai. Saat kebijakan publik berakar pada HAM, maka setiap warga negara akan merasa memiliki hak yang sama dan terlindungi oleh negara. Akhirnya, saya percaya bahwa dengan memprioritaskan HAM dalam kebijakan publik, kita tidak hanya membangun negara yang kuat tetapi juga menciptakan masyarakat yang bermartabat.
Artikel Lainnya
-
78609/11/2022
-
251516/01/2021
-
109616/09/2024
-
79524/05/2021
-
27118/07/2023
-
Menuju Birokrasi Berkelas Dunia 2025
231015/04/2021