Menelisik Eksistensi Perempuan Dari Pembangunan Pabrik Semen (Part 1)

Menelisik Eksistensi Perempuan Dari Pembangunan Pabrik Semen (Part 1) 10/06/2020 1793 view Lainnya www.mongabay.co.id

Rencana pembangunan pabrik semen di Desa Satar Punda, Kecamatan Lambaleda, Manggarai Timur – NTT, sejauh ini masih terus diperdebatkan. Polemik pembangunan pabrik semen menuai banyak kontroversi, sebagian menganggap pabrik semen akan mendatangkan kesejahteraan bagi peningkatan ekonomi masyarakat.

Sementara sebagian kelompok menilai bahwa argumentasi kelompok pro terlalu ‘naif’. Mereka justru melihat sebaliknya, pembangunan pabrik semen di Manggarai Timur akan mendatangkan malapetaka bagi ruang hidup masyarakat. Sampai saat ini, masing-masing kelompok masih mendaku pada argumentasi-rasional mereka dengan terus memompa narasi ke berbagai lapisan masyarakat.

Tulisan ini mengerucut pada upaya menelisik eksistensi perempuan dari rencana pembangunan pabrik semen. Menurut saya ini menarik, pasalnya dalam setiap perdebatan perihal pembangunan, sedikit sekali bahkan hampir terlupakannya eksistensi perempuan. Absennya perempuan dalam gelanggang perdebatan perihal pembangunan dan bagaimana mereka terinklusi dalam rencana pembangunan tidak sedikit kita bicarakan.

Bahkan yang paling parah, sebagian (jika tidak mengatakan semua) mencoba memarginalisasi peran perempuan dan keterlibatan mereka dalam aspek pembangunan. Meminjam kalimat Simone De Beauvoir (1908-1986), seorang perempuan selalu mudah dipengaruhi dengan diberi puji-pujian mengenai penampilannya daripada mengenai jalan pikirannya. Ini sesuatu yang ironis menurut saya, karena akan berimplikasi terhadap ketidak-pastian dan peminggiran kepentingan perempuan dalam siklus pembangunan.

Lantas seperti apa eksistensi perempuan terhadap rencana pembangunan pabrik semen yang saat ini menuai polemik? Dan bagaimana posisi mereka (perempuan) dalam siklus pembangunan pabrik semen? Inilah beberapa pertanyaan yang coba kita telaah dan kritisi secara mendalam, dari rencana pembangunan pabrik semen terhadap eksistensi perempuan.

Pabrik Semen dan Eksistensi Perempuan

Rencana pembangunan pabrik semen di Manggarai Timur sejauh ini masih terus diperdebatkan. Untung dan buntung dari pembangunan pabrik semen terus dikupas, agar tidak malah mendatangkan malapetaka di kemudian hari terhadap sosial-kultur, ekologi dan ekonomi masyarakat.

Sementara kita berbicara tentang dampak terhadap aspek-aspek tersebut, kita lupa memperdebatkan eksistensi perempuan dari pembangunan pabrik semen. Selama polemik pembangunan pabrik semen menyembur ke ruang publik, perdebatan kita hanya seputar peningkatan ekonomi masyarakat, penyerapan tenaga kerja, kerusakan ekologi dan entitas sosial-kultur masyarakat di daerah pabrik semen.

Sementara ada yang lebih urgen menurut saya, yakni pelibatan perempuan dan eksistensi mereka dari pembangunan pabrik semen. Saya melihat, rencana pembangunan pabrik semen terhadap eksistensi perempuan, tidak menjamin bahwa keberlanjutan pabrik semen akan mendatangkan kesejahteraan bagi kelompok perempuan.

Hal ini akan kita lihat, bagaimana sebetulnya pembangunan pabrik semen (menurut saya) meminggirkan peran perempuan sebagai entitas dari sosio-ekologi. Pembangunan pabrik semen akan menyerap lebih banyak pekerja (tetapi hanya sebagai pekerja kasar terutama bagi laki-laki) sementara kelompok perempuan teralienasi dari pekerjaan mereka sebagai petani.

Semula, ibu-ibu di daerah tersebut bekerja sebagai petani yang kesehariannya memegang parang, sabit dan sejenisnya. Lambat laun dengan hadirnya pembangunan pabrik semen, semua peralatan tersebut dengan sendirinya akan beralih. Mereka (ibu-ibu) dengan hadirnya pabrik semen sulit bahkan hampir tidak dapat menggunakan waktu mereka untuk bekerja sebagai petani. Karena tanah yang menjadi elemen penting yang menunjang pekerjaan mereka telah diekstrak sebagai bahan dasar semen.

Lambat laun, tanpa kita sadari, keterlibatan perempuan dan eksistensi mereka dari adanya pembangunan pabrik semen tidak mengalami kesejahteraan. Mereka (kelompok perempuan) tergerus di bawah dominasi korporasi yang bekerja, di satu sisi membutuhkan sumber daya manusia yang menjanjikan dan disisi lain terus mengakumulasi modal.

Peminggiran eksistensi perempuan dari pembangunan pabrik semen akan lebih terasa, ketika pembangunan pabrik semen terus berupaya mengakumulasi modal (profit). Sementara di sisi yang lain, peralihan dari pekerjaan sebagai petani yang kemudian beralih menjadi pekerja industri ekstarktif (pabrik semen) tidak memberikan suatu kepastian bagi masyarakat di daerah tersebut, terutama kalangan perempuan.

Kelompok perempuan dalam pembangunan pabrik semen, meminjam ungkapan Scott (1993) sebagai “kelompok yang kalah”. Sementara kelompok yang menang hanya diperoleh, sebagian dari laki-laki di daerah pabrik semen (itupun sebagai buruh kasar), selebihnya pihak korporasi lebih diuntungkan. Pada titik ini, menurut hemat saya, eksistensi perempuan dan pelibatan mereka dalam pembangunan pabrik semen secara perlahan dan tanpa disadari teralienasi dari lingkungan dan kehidupan mereka sendiri.

Dominasi kapitalisme (menurut saya) melalui tangan korporasi pembangunan pabrik semen, di satu sisi menyerap tenaga kerja kelompok laki-laki. Sementara pada sisi yang lain mendepak kelompok perempuan dari gelanggang pembangunan, hingga menempatkannya pada posisi sebagai pihak yang kalah.

Ruang sosio-kultur dan ekologis telah terserap di bawah dominasi kapitalis dan sewaktu-waktu (menurut imajinasi saya) akan memaksa kelompok perempuan menerima keadaan sebagai konsekuensi dinamika perubahan. Sementara dominasi kapitalisme-lah yang telah mendepak pekerjaan mereka (ibu-ibu) sebagai petani akibat ekspansi dari pembangunan pabrik semen.

Alih-alih pembangunan pabrik semen menyerap tenaga kerja, justru ada pihak yang tidak terakomodir yakni kelompok perempuan. Mereka berada pada satu tingkat di mana eksistensi dan pelibatan mereka tidak dipandang sebagai yang paling penting, namun dengan mudah tergerus dibawah kendali pembangunan pabrik semen.

Alhasil, ruang ekofeminisme tidak pernah tercapai karena peran perempuan telah terdistorsi di bawah cengkraman kapitalisme dan kearogansian korporasi. Sementara jika kita memahami lebih jauh konsep ekofeminisme, ada pelibatan dan interaksi perempuan dengan alam yang menempatkan perempuan dan alam sebagai subjek-objek yang perlu dilindungi dan harus mendapat perhatian.

Di sinilah menurut hemat saya, kita tidak boleh mengesampingkan eksistensi perempuan, karena pembangunan harus menyerap semua lapisan masyarakat, begitupun pembangunan pabrik semen.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya