Mencegah Kenakalan Remaja

ASN KEMENKUMHAM
Mencegah Kenakalan Remaja 14/09/2021 987 view Hukum gurupendidikan.co.id

Menurut Kartini Kartono, kenakalan remaja atau juvenile delinquency adalah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan atau kenakalan anak-anak muda yang merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan tingkah laku yang menyimpang. Dengan perilaku yang seperti itu membuat remaja sangat rentan dalam perbuatan tindak pidana sehingga remaja sering harus berhadapan dengan hukum.

Faktor kenakalan remaja ini disebabkan oleh gagalnya remaja melewati masa transisinya dari fase anak-anak menjadi dewasa. Di mana, di masa ini anak sering mengalami kebingungan peran, keraguan terhadap identitas diri, dan terlalu mengidolakan orang atau kelompok tertentu.

Pada masa‑masa ini juga seorang anak sering menampilkan beragam gejolak emosi, menarik diri dari keluarga, serta mengalami banyak masalah, baik di rumah, sekolah, masyarakat atau di lingkungan pertemanannya. Hal ini juga disebabkan oleh lemahnya pertahanan diri terhadap pengaruh dunia luar yang kurang baik. Sehingga orang tua pun mengeluhkan perilaku anak‑anaknya yang tak dapat diatur.

Menurut saya ada beberapa hal yang bisa dilakukan guna mencegah kenakalan remaja ini. Pertama, orang tua harus memberikan perhatian dan pengawasan terhadap anak. Tidak dapat dimungkiri bahwa pada zaman sekarang ini sebagian besar orang tua terlalu disibukkan dengan pekerjaan ataupun kegiatan lainnya.

Hal ini menyebabkan orang tua kurang maksimal dalam memberikan perhatian dan pengawasan kepada anaknya. Kekurangan inilah yang menjadikan anak mencari perhatian kepada orang lain, baik melalui teman atau lingkungan lainnya meskipun teman atau lingkungan tersebut bukan merupakan lingkungan yang baik.

Kedua, membangun kedekatan emosional atau rasa saling menyayangi antara orang tua dengan anak. Hal ini sangat erat hubungannya dengan orang tua yang memberikan perhatian cukup kepada anak. Dengan mendapatkan perhatian yang cukup oleh orang tuanya, anak merasa mendapatkan kasih sayang yang penuh dari orang tuanya. Hal ini juga sekaligus menimbulkan rasa saling menyayangi diantara orang tua dengan anak.

Selain itu, dengan terjalinnya kedekatan emosional antara orangtua dengan anak dapat menjadikan orangtua menjadi sahabat ataupun teman bercerita bagi anak. Diharapkan anak tidak takut untuk bercerita kepada orangtuanya tentang apa yang sedang dijalani dan dialami oleh anak.

Ketiga, orang tua harus mampu menjadi panutan atau role model bagi anak. Dalam belajar sosial, fungsi role model sangat penting (Bandura dalam Sandrock, 2003). Namun sayangnya, banyak role model yang tampil di media-media elektronik maupun sosial mempertontonkan perilaku negatif yang bertentangan dengan nilai dan norma masyarakat. Misalnya, klip musik, iklan, film, atau sinetron yang menampilkan adegan seks bebas, perselingkuhan, kekerasan, transgender, pembunuhan, dan kriminalitas.

Hal itu dapat menjadi faktor pendorong bagi anak untuk mencoba-coba atau menirunya. Selain itu, perilaku negatif yang terus menerus ditampilkan di media massa juga dapat dianggap sebagai perilaku yang benar secara sosial dan menjadi model peran yang ditiru oleh anak.

Saat memasuki masa remaja, anak masih berada pada masa mencari identitas diri. Karena masih dalam mencari identitas diri itulah, mereka akan menjadikan seseorang sebagai panutan untuk ditiru dan dicontoh perilakunya.

Oleh karena itu, orang tua memiliki peran penting dalam pertumbuhan anak. Karena orang tua merupakan sarana pembelajaran primer dan yang paling dekat dengan anak. Maka orang tua harus mampu menjadi panutan dan contoh yang baik bagi anak mereka, baik dalam sikap, karakter maupun tingkah lakunya. Karena pada dasarnya adalah apa yang menjadi sikap, karakter, dan tingkah laku dari anak itu sendiri merupakan gambaran atau cerminan dari orang tuanya sendiri.

Ssaat memasuki masa pencarian identitas diri, anak sangat membutuhkan perhatian, kasih sayang, dan contoh yang baik dari keluarga, lingkungan, dan terutama dari orang tuanya. Hal ini akan membantu mereka agar berhasil melewati masa transisi dari anak menuju masa dewasa dengan baik. Sehingga, dengan pengarahan dan bimbingan dari orang tua, keluarga, dan lingkungan yang baik mereka pun akan memahami dan mengerti mana hal baik yang harus dilakukan dan hal buruk yang harus dihindari.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya