Mencari Jalan Terbaik Bagi Gerakkan Perempuan
Hari-hari ini, isu terkait perempuan selalu berada paling bawah, jika bukannya tidak penting. Padahal jika kita mau melihat lebih jauh, peran perempuan dalam segala aspek; ekonomi, pendidikan, sosial dan berbagai aspek lain sangat penting dan dibutuhkan.
Namun peran dan keterlibatan mereka (perempuan) selalu mengalami hambatan, bahkan acapkali disubordinasikan. Kondisi demikian semakin mendegradasi eksistensi perempuan dan mengakibatkan mereka semakin terpinggirkan dari ruang sosial dimana mereka seharusnya berperan aktif.
Lantas, dengan kondisi demikian yang dialami kelompok perempuan, apa yang musti dilakukan. Jika kita mau lebih radikal, gerakan seperti apa yang musti diproposalkan dalam agenda memperjuangkan kedudukan perempuan dilingkungan sosial mereka dan bahkan pelibatan mereka dalam aspek-aspek lain?
Bagaimana membentuk ikatan yang kuat di antara perempuan agar mereka memahami dirinya dan lingkungannya sembari mengonsolidasikan dirinya kedalam agenda kebijakan publik? Di sinilah pertanyaan itu dilekatkan.
Sangat Kompleks
Permasalahan yang dihadapi perempuan sangat kompleks. Bahkan dengan kompleksitasnya, nyaris kita sulit menemukan titik solusi terhadap permasalahan yang ada. Lebih jauh, permasalahan itu sudah berkali-kali kita diskusikan, namun tanpa hasil bahkan terus menguat. Varian permasalahan tidak hanya berhenti dari satu sebab, tetapi berangkat dari sebab-musabab yang berlainan.
Ambil contoh, masalah perempuan dalam aspek politik. Tidak hanya disebabkan oleh budaya masyarakat, seperti patriarki, misalnya. Namun pada satu sisi, disebabkan pula oleh ruang politik itu sendiri yang terlalu inklusif terhadap kelompok perempuan bahkan juga disebabkan oleh budaya politik yang semakin runyam yang terlalu mengakomodir kepentingan kelompok lain (laki-laki).
Kondisi di atas tentunya membutuhkan kesigapan dan keseriusan semua elemen masyarakat untuk menyelesaikannya. Alih-alih, masyarakat modern hari ini malah terjebak dalam ruang pemahaman dan kesadaran yang rendah akan nilai kesetaraan bagi kelompok perempuan.
Kemajuan pengetahuan dan tegnologi ternyata tidak membuat masyarakat sadar akan pentingnya nilai kesetaraan itu. Malah dengan tingkat pengetahuan yang cukup baik dan perkembangan teknologi yang semakin maju, kedudukan perempuan dan pergerakan mereka mengalami berbagai rintangan dan terus disepelekan.
Di media sosial, misalnya. Kita sering melihat berbagai unggahan akan kemolekan tubuh perempuan yang dilakukan oleh pihak tertentu dengan tujuan, salah satunya sebagai ladang bisnis. Kondisi demikian semakin diperparah lagi dengan berbagai narasi-narasi yang semakin mensubordinasikan kedudukan perempuan dalam ruang media sosial.
Narasi-narasi semacam ini, meskipun tidak secara langsung disematkan kepada individu tertentu, tetapi dalam kondisi tertentu, akan mengakibatkan sikap yang murung dari kelompok perempuan. Inilah yang disebut oleh Pierre Bourdieu, sebagai kekerasan simbolik.
Di segala aspek, perempuan nyaris mendapatkan dirinya mengalami perlakuan yang tidak adil. Di dalam aspek lingkungan (ekologi), misalnya. Kita membaca diberbagai media sosial, perjuangan ibu-ibu Kendeng dalam mempertahankan tanah mereka sebagai tumpuan ekonomi dan hidup mereka.
Perjuangan itu dimotivasi dan dilandasi oleh beragam aspek, salah satunya karena ibu-ibu Kendeng paham betul bahwa lingkungan harus dijaga dan dilindungi bagi masa depan generasi.
Tak hanya itu, perjuangan ibu-ibu di NTT, misalnya, juga dipicu oleh penolakan mereka terhadap kebijakan pemerintah daerah provinsi yang harus menggusur tampat tinggal mereka.
Sikap Pemerintah Provinsi NTT langsung direspon oleh ibu-ibu dengan aksi telanjang dada. Aksi ini mendapatkan banyak penilaian dari berbagai pihak. Namun terlepas dari penilaian itu, menurut hemat saya, perjuangan ibu-ibu itu merupakan bentuk perlawanan terhadap ketidak-adilan terhadap mereka.
Sampai di sini, Saya memahami bahwa kelompok perempuan dalam segala aspek dan kedudukkannya dalam masyarakat, sangat rentan dengan berbagai ketidak-adilan dan berbagai kekerasan yang mereka alami. Bahkan sampai ditingkat yang lebih kecil pun, seperti dalam rumah tangga, perempuan mengalami perlakukan yang tidak adil.
Mulai dari mengurus anak, mencuci, memasak bahkan bekerja diluar, entah sebagai pejabat politik, buruh di perusahaan dan macam-macam.
Apa yang saya katakan di atas tadi, yakni permasalahan yang dihadapi perempuan selalu kompleks, menemukan poinnya dimana hampir di segala aspek mereka selalu tersandera pada ketidak-adilan.
Ini merupakan bentuk nyata dari suatu masyarakat yang tidak memahami kondisi dan kedudukan perempuan di dalam masyarakat.
Bahkan budaya masyarakat yang konservatif itu semakin mengekang kebebasan perempuan dan semakin mendorong mereka untuk tunduk pada segala keputusan yang ada. Semakin memperlihatkan dominasi maskulin di satu sisi yang terlalu dipaksakan, sementara di sisi lain perempuan yang tidak diberikan peran.
Jalan Terbaik
Pada aras ini, kita akan mencari kira-kira apa jalan terbaik yang musti digerakan secara bersama dalam menumbangkan budaya masyarakat yang konservatif itu.
Sebelum lebih jauh, yang musti kita pikirkan yakni, membangun satu gerakan dan konsep bersama agar perjuangan dan pergerakkan perempuan tidak mudah dipatahkan, apalagi mengalami kemunduran yang berujung pada hancurnya gerakkan itu.
Menurut saya, gerakan perempuan harus berkiblat pada nilai dan budaya masyarakat. Mengutip kalimat dari Ahmad Syafii Maarif, sebuah gerakkan, apapun wujud dan wajahnya yang tak punya akar tunggang budaya di masyarakat, tak bernapas panjang.
Bagi saya, kalimat diatas sangat penting bagi kelompok perempuan untuk memahami pergerakkannya dan simbol perlawanan apa yang mereka gagas bagi kemajuan perempuan. Ada banyak cara yang bisa kita lakukan dalam menemukan jalan terbaik bagi perempuan.
Pertama, bagi saya, yang paling efektif bagi gerakkan perempuan yakni manakala mereka diorganisasikan secara matang. Ini bisa dilakukan melalui, kelompok arisan dan membentuk kelompok-kelompok perempuan sebagai wadah untuk mempersatukan pandangan dan misi bersama kedepan.
Kedua, mendorong solidaritas yang utuh diantara kelompok perempuan, dengan mengonsolidasikan mereka kedalam agenda kebijakan publik agar kebijakan itu tidak bias laki-laki.
Ini sangat penting bagi keberlanjutan perempuan, karena meskipun penguatan dan pengorganisasian yang matang di internal perempuan, tetapi jika tidak dilibatkan dalam agenda kebijakan, Saya pikir gerakkan semacam ini tidak bertahan lama. Dengan dua cara itu (di samping cara-cara lain), gerakkan membangun kemajuan bagi perempuan dapat diraih.
Pada akhirnya, kemajuan masyarakat tidak akan berarti apa-apa jika perempuan terus disubordinasikan. Kita harus membangun kesadaran kolektif, bahwa perempuan harus diberikan peran, tanggung jawab dan kedudukan yang sama dalam masyarakat. Sampai di sini, kita akan semakin beradab.
Artikel Lainnya
-
245003/11/2021
-
101331/05/2020
-
83621/05/2023
-
Minimnya Kebebasan Berpendapat di Ruang Media Citizen Journalism
27610/02/2024 -
Anak Kita dan Jarum Suntik Dopamin: Problem Anak Digital Native
3109/08/2024 -
Komunikasi Pasca Corona: Dunia Maya (Bisa) Terasa Nyata
215602/05/2020