Mempertanyakan Urgensi Wacana Dokter Asing Praktek di Indonesia

Periset Bidang Studi Kebijakan Publik & HAM, Aktivis Amnesty International Indonesia
Mempertanyakan Urgensi Wacana Dokter Asing Praktek di Indonesia 12/07/2024 194 view Hukum Liputan6.com

Sebagaimana diketahui, pemerintah negara kita akan segera membuka pintu bagi dokter asing untuk praktik di Indonesia. Bahkan, terdapat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang mengatur persyaratan dan batasan bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan Warga Negara Asing (WNA) yang ingin berpraktik di Indonesia. Kebijakan ini memunculkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, termasuk dari kalangan akademisi dan praktisi kesehatan.

Salah satu penolakan datang dari Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair), Profesor Budi Santoso, yang menyatakan bahwa dokter-dokter lokal masih mampu memenuhi kebutuhan pasien domestik. Penolakan ini ternyata berujung pada pemberhentian Profesor Budi Santoso dari jabatannya secara tiba-tiba. Hal ini menimbulkan pertanyaan yang lebih mendalam tentang urgensi dan dampak dari kebijakan ini.

Pertama, kita perlu mempertanyakan apa sebenarnya urgensi dari wacana membuka praktik bagi dokter asing di Indonesia. Apakah ini benar-benar solusi terbaik untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di negara kita? Jika kita melihat data dari Kementerian Kesehatan, jumlah dokter di Indonesia memang masih belum mencukupi, terutama di daerah-daerah terpencil. Namun, apakah dengan mendatangkan dokter asing akan menyelesaikan masalah ini?

Menurut B. Guy Peters dalam bukunya "The Future of Governing: Four Emerging Models", “Setiap kebijakan harus didasarkan pada analisis yang komprehensif dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.” Artinya, sebelum memutuskan untuk membuka praktik bagi dokter asing, pemerintah seharusnya melakukan analisis mendalam tentang kebutuhan riil di lapangan dan dampak dari kebijakan ini terhadap sistem kesehatan nasional. Apakah sudah ada kajian mendalam yang menunjukkan bahwa mendatangkan dokter asing adalah solusi terbaik?

Salah satu kekhawatiran utama dari kebijakan ini adalah dampaknya terhadap dokter lokal. Apakah dokter lokal akan kehilangan pekerjaan atau kesempatan untuk mengembangkan karier mereka karena persaingan dengan dokter asing? Selain itu, ada juga kekhawatiran tentang standar kualitas dan etika praktik dokter asing. Apakah mereka akan memahami dan menghormati nilai-nilai serta budaya lokal dalam memberikan pelayanan kesehatan?

Di sisi lain, ada juga argumen bahwa kehadiran dokter asing bisa meningkatkan transfer pengetahuan dan teknologi medis ke Indonesia. Namun, argumen ini juga harus dilihat dengan kritis. Apakah dokter asing yang datang ke Indonesia benar-benar akan mentransfer pengetahuan dan teknologi, atau mereka hanya akan mengisi kekosongan tenaga medis tanpa memberikan kontribusi jangka panjang?

Penolakan Profesor Budi Santoso terhadap wacana ini juga patut dicermati. Sebagai akademisi dan praktisi kesehatan yang berpengalaman, pendapatnya tentu didasarkan pada pengetahuan dan pengamatan yang mendalam terhadap kondisi kesehatan di Indonesia. Dalam pernyataannya di sejumlah media pada 27 Juni 2024, Budi menyebut bahwa dokter-dokter lokal masih mampu memenuhi kebutuhan pasien domestik. Pernyataan ini menunjukkan bahwa mungkin masalah utama bukan pada jumlah dokter, tetapi pada distribusi dan kualitas layanan kesehatan yang ada.

Menurut Joseph E. Stiglitz dalam bukunya "The Price of Inequality", “Kebijakan yang baik harus mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas, bukan hanya solusi teknis jangka pendek.” Mengadopsi pandangan ini, kita perlu mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan mendatangkan dokter asing. Apakah ini akan memperbaiki sistem kesehatan secara keseluruhan atau justru menimbulkan masalah baru?

Sebagai tambahan, kita juga harus melihat pengalaman negara lain yang telah mengadopsi kebijakan serupa. Apakah mereka berhasil meningkatkan kualitas layanan kesehatan dengan mendatangkan dokter asing? Apakah ada studi kasus yang menunjukkan keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan ini?

Sebagai masyarakat yang kritis, kita berhak untuk mempertanyakan kebijakan ini dan meminta penjelasan yang komprehensif dari pemerintah. Terbuka terhadap perubahan dan inovasi memang penting, tetapi kita juga harus berhati-hati agar tidak mengorbankan kepentingan jangka panjang demi solusi cepat yang mungkin tidak efektif.

Selain itu, dalam proses pembuatan kebijakan, partisipasi berbagai pemangku kepentingan sangat penting. Menurut John Dewey dalam bukunya "The Public and Its Problems", “Demokrasi sejati melibatkan partisipasi aktif dari semua warga dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.” Oleh karena itu, pendapat dari akademisi, praktisi kesehatan, dan masyarakat luas harus didengar dan dipertimbangkan sebelum kebijakan ini diimplementasikan.

Sebagai penutup, kita harus menuntut transparansi dan akuntabilitas dari pemerintah dalam setiap kebijakan yang mereka buat. Kebijakan mendatangkan dokter asing mungkin memiliki niat baik untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan, tetapi tanpa kajian mendalam dan partisipasi aktif dari semua pihak, kebijakan ini berisiko menimbulkan lebih banyak masalah daripada solusi.

Seperti yang diungkapkan oleh Michael Barber dalam bukunya "Instruction to Deliver: Fighting to Transform Britain’s Public Services", “Perubahan besar tidak datang dari satu tindakan besar, tetapi dari serangkaian tindakan kecil yang konsisten dan berkesinambungan.” Dengan demikian, reformasi dalam sistem kesehatan harus dilakukan secara bertahap, berdasarkan analisis yang komprehensif, dan melibatkan partisipasi aktif dari semua pemangku kepentingan.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya