Membangun Manusia, Membangun Indonesia

Periset Studi Kebijakan Publik & HAM di NGO, Aktivis Amnesty International Indonesia
Membangun Manusia, Membangun Indonesia 19/06/2024 331 view Pendidikan Logowik

Pemerintah Indonesia tengah dihadapkan pada tantangan besar dalam upaya menuju Indonesia Emas 2045. Salah satu kunci penting untuk mencapai tujuan ini adalah dengan memprioritaskan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Ironisnya, di tengah upaya tersebut, kita masih mendapati rendahnya kualitas SDM di kalangan masyarakat negeri ini. Oleh karena itu, pemerintah harus segera berfokus pada pembangunan SDM sebagai prioritas utama untuk memastikan masa depan yang lebih cerah bagi bangsa ini.

Pembangunan SDM tidak hanya penting, tetapi juga mendesak. John F. Kennedy pernah berkata, "Pendidikan adalah kunci untuk membuka pintu emas kebebasan." Kutipan ini relevan dengan kondisi Indonesia saat ini. Untuk mencapai kemajuan ekonomi, sosial, dan politik, negara harus memiliki rakyat yang berpendidikan, terampil, dan berdaya saing. Tanpa SDM yang berkualitas, upaya pembangunan dalam bidang infrastruktur, teknologi, dan ekonomi tidak akan memberikan hasil maksimal.

Sebagaimana yang diungkapkan pada kalimat kutipan di atas, sekali lagi pendidikan adalah pilar utama dalam pembangunan SDM. Sayangnya, meskipun telah ada berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, kita masih menghadapi banyak kendala. Berdasarkan data dari Programme for International Student Assessment (PISA) 2022, Indonesia berada di peringkat 68 dari 81 negara.

Meskipun begitu, diketahui skor PISA negara kita pada tahun 2018 untuk kemampuan membaca sebesar 371. Sedangkan, di 2022 menurun menjadi 359. Selanjutnya skor matematika di 2018 sebesar 379 turun menjadi 366 di 2022. Dan skor kemampuan sains turun dari 379 pada 2018 menjadi 366 di tahun 2022. Sementara itu, ranking PISA Indonesia untuk membaca pada 2018 ada di posisi ke-74 dan menjadi ranking 71 di 2022. Untuk ranking matematika naik dari 73 pada 2018 menjadi ranking ke-70 di 2022.

Pada ranking literasi sains, Indonesia menempati ranking 71 pada 2018 dan menempati ranking ke-67 pada tahun 2022. Ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan kita masih perlu banyak perbaikan.

Pemerintah perlu memastikan bahwa akses pendidikan yang berkualitas dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk di daerah terpencil. Program seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sudah bagus, namun harus ada evaluasi dan peningkatan agar dana yang diberikan benar-benar digunakan untuk meningkatkan kualitas belajar-mengajar. Selain itu, pelatihan dan peningkatan kualitas guru juga sangat penting, karena guru yang kompeten adalah kunci utama dalam mencetak generasi yang unggul.

Selain pendidikan, kesehatan adalah aspek lain yang tidak bisa diabaikan dalam pembangunan SDM. Tanpa tubuh yang sehat, mustahil bagi individu untuk belajar, bekerja, dan berkontribusi secara optimal. Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI) menunjukkan bahwa stunting masih menjadi masalah serius di Indonesia, dengan prevalensi sebesar 21,6% pada tahun 2023. Stunting tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga pada perkembangan kognitif mereka, yang akhirnya mempengaruhi kualitas SDM di masa depan.

Pemerintah harus lebih serius dalam menangani masalah kesehatan ini, terutama di kalangan anak-anak. Program kesehatan ibu dan anak, penyediaan gizi yang cukup, serta akses layanan kesehatan yang merata harus menjadi prioritas. Pembangunan manusia tidak bisa dilepaskan dari kesehatan yang baik. Hanya dengan tubuh yang sehat, seseorang dapat mengembangkan potensinya secara maksimal.

Teknologi juga memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas SDM. Namun, akses dan kemampuan dalam menggunakan teknologi masih menjadi tantangan di Indonesia.

Pemerintah harus mendorong pemerataan akses teknologi dan internet ke seluruh pelosok negeri. Program seperti Merdeka Belajar yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah tepat, tetapi harus didukung dengan infrastruktur teknologi yang memadai. Selain itu, pelatihan literasi digital bagi guru dan siswa sangat penting agar mereka bisa memanfaatkan teknologi dengan baik dalam proses belajar-mengajar.

Selain pendidikan formal, pembangunan karakter dan keterampilan juga sangat penting. Pendidikan karakter harus dimasukkan dalam kurikulum sekolah untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki integritas dan etika yang baik. Keterampilan vokasional juga perlu ditingkatkan melalui berbagai pelatihan dan kursus yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.

Investasi dalam pendidikan vokasional akan sangat membantu dalam mengurangi pengangguran dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Pemerintah harus bekerja sama dengan sektor swasta untuk menciptakan program pelatihan yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan industri. Hal ini sejalan dengan pemikiran Adam Smith dalam "The Wealth of Nations," di mana keterampilan dan produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi.

Pembangunan SDM harus menjadi prioritas utama bagi pemerintah Indonesia jika ingin mencapai Indonesia Emas 2045. Pendidikan yang berkualitas, kesehatan yang baik, akses teknologi yang merata, serta pengembangan karakter dan keterampilan adalah elemen kunci yang harus diperhatikan. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri; diperlukan kerja sama antara semua pihak, termasuk masyarakat dan sektor swasta, untuk memastikan bahwa upaya ini dapat berjalan dengan baik dan memberikan hasil yang maksimal.

Sebagaimana dikatakan oleh Nelson Mandela, "Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat Anda gunakan untuk mengubah dunia." Dengan investasi yang tepat pada SDM, Indonesia tidak hanya akan mampu mengubah nasib bangsanya, tetapi juga akan mampu bersaing di kancah global dan mencapai masa depan yang lebih cerah.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya