Manusia Kehendak
Manusia dan kehendak tidak pernah terpisah bahkan sejak dunia ini ada. Bahkan jika ingin dimaknai secara lebih mendalam manusia serta eksistensinya di dunia bisa ada karena kehendak. Kehendak dapat menjadi dasar eksistensi manusia karena pada dasarnya manusia yang benar-benar ada adalah manusia yang berkehendak, tanpa kehendak manusia sama saja tidak ada (mati). Kehendak manusia muncul dari dalam dirinya bahkan sudah ada ketika ia ada di dalam kandungan ibunya. Kehendak pertama itu adalah kehendaknya untuk hidup di dalam dunia, tanpa kehendak yang kuat ia tidak akan bertahan selama sembilan bulan di dalam kandungan ibunya.
Kehendak pada dasarnya tidak bersifat bebas, karena ia selalu bersinggungan dengan kehendak lainnya. Dalam hal ini, saya menolak pernyataan yang mengatakan bahwa manusia memiliki kehendak bebas. Menurut hemat saya kehendak tidak pernah bebas seutuhnya, karena selalu bersinggungan dengan kehendak lain dan bertentangan dengan kehendak orang lain. Keadaan ini membuat kehendak bebas milik manusia yang selalu diagung-agungkan menjadi seperti burung yang terjebak di dalam sangkar. Karena keterbatasannya yang tidak dapat bebas dari kungkungan norma serta kehendak orang lain, maka kehendak manusia menjadi buta. Buta karena tidak dapat menjadi dirinya sendiri. Buta karena tidak memiliki kuasa atas dirinya dan selalu mementingkan orang lain demi kebahagiaannya. Itulah yang menyebabkan kebutaan pada kehendak manusia dan itu jugalah yang membuatnya lupa bahwa ia adalah manusia kehendak.
Salah satu contoh dari kehendak manusia yang telah menjadi buta adalah Barada Eliezer. Ia rela membuang hati nuraninya dan membunuh Brigadir Joshua karena taat pada perintah atasannya. Barada Eliezer telah kehilangan hati nuraninya. Ia kehilangan hati nuraninya karena kehendaknya sebagai manusia selalu dikekang oleh norma-norma dalam pergaulan dengan orang lain. Dengan demikian, pergaulan yang selalu menuntut norma-norma serta etika hanya akan membuat kehendak menjadi buta. Hal ini membenarkan perkataan Sartre tentang orang lain sebagai neraka bagi sesamanya. Memang terdengar skeptis tetapi ada benarnya, kita sebagai manusia sudah lama terjebak pada kehendak buta yang ditujukan demi menyenangkan orang lain. Kita bahkan rela membuang hati nurani hanya demi terlihat baik di mata orang lain. Kita ingin memanusiakan orang lain padahal orang lain tidak ingin dimanusiakan. Menjadi baik memang tidak salah tetapi lebih baik menjadi diri sendiri, ketimbang menjadi orang baik hanya demi perhatian dari orang lain.
Orang lain serta relasinya dengan sesama merupakan awal mula dari sebuah konflik yang nantinya akan terjadi karena kehendak buta. Mula-mula mereka berkenalan, kemudian menjadi teman, setelah berteman mereka menjadi sahabat, namun pada akhirnya mereka akan bermusuhan karena yang satu tidak dapat menyimpan rahasia yang lain. Idealisme tentang persahabatan menurut saya hanya sebuah omong kosong yang meninabobokan banyak orang. Mereka terlena oleh banyaknya kata-kata indah tentang relasi antar sesama terutama persahabatan. Dan pada akhirnya mereka baru sadar setelah mereka dikhianati oleh persahabatan mereka sendiri.
Berdasarkan pemaparan di atas kehendak dan relasi manusia memang berkaitan erat. Manusia yang berkehendak sudah pasti memiliki relasi. Akan tetapi, relasi terkadang membunuh kehendak manusia. Walaupun demikian, masih banyak manusia yang tidak menyadari hal ini. Atau mereka menyadarinya namun memilih diam. Sehingga banyak dari mereka jatuh pada kehendak buta dan pada akhirnya membuang hati nurani mereka sendiri.
oleh karena itu, kita sebagai manusia kehendak lebih baik menjadi diri sendiri ketimbang menjadi manusia yang munafik demi menyenangkan orang lain. Kita seharusnya memilih untuk mengikuti apa kata hati kita ketimbang terpenjara oleh idealisme bualan yang diciptakan orang untuk mengendalikan kita. Jika memang masih terlalu sulit untuk menjadi diri sendiri. Maka cobalah untuk mencintai diri sendiri terlebih dahulu. Setelah itu barulah kita dapat mencintai orang lain. Karena pada dasarnya kita tidak dapat memberi apa yang tidak kita punya. Namun apabila kita memiliki sesuatu (dalam hal ini cinta) maka kita dapat memberi hal itu kepada orang lain. Dan pada akhirnya kehendak kita sebagai manusia tidak akan menjadi buta dalam berkehendak. Sebaliknya kita akan menjadi manusia kehendak seutuhnya.
Artikel Lainnya
-
94922/02/2021
-
145224/07/2020
-
152129/05/2020
-
Agama: Laboratorium atau Museum?
143007/08/2020 -
106403/04/2022
-
Filsafat Yunani dan Filsuf Muslim Pertama
360605/05/2022