Mahkamah Konstitusi Hapus Presidential Threshold: Demokrasi Inklusif

Sistem pemilu di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan pencalonan presiden, mengalami sejumlah perkembangan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Salah satunya adalah aturan mengenai ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), yang secara substansial mempengaruhi lanskap politik nasional. Ketentuan ini mengatur bahwa sebuah partai politik atau gabungan partai harus memperoleh minimal 20% kursi DPR atau 25% suara nasional untuk dapat mengajukan calon presiden. Ketentuan ini, meskipun dimaksudkan untuk menciptakan stabilitas politik, sering kali dianggap membatasi akses bagi partai-partai kecil atau non-konstituen yang tidak memiliki kursi di DPR.
Sebagaimana diketahui, Kamis, 2 Januari 2025. Mahkamah Konstitusi menjatuhkan putusan Putusan Nomor 62/PUU- XXII/2024. Putusan ini terkait uji materi Pasal yang mengatur presedential treshold di dalam Undang-undang Pemilu, yang mengatur dukungan jumlah kursi partai di DPR kepada Calon Presiden untuk dapat mencalonkan diri. Pengaturan tersebut telah dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat oleh MK. Impilikasi hukumnya, setiap partai politik peserta pemilu berhak mengajukan kandidat Presiden dan Wakil Presiden dalam pemilu.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan ketentuan ambang batas (presidential threshold) untuk pencalonan presiden di Indonesia menjadi sebuah angin segar bagi partai-partai non-konstituen atau partai politik yang tidak memiliki perwakilan yang cukup di parlemen. Keputusan ini membuka peluang yang lebih besar bagi demokrasi yang lebih inklusif, memungkinkan berbagai partai, termasuk yang lebih kecil atau non-parlemen, untuk ikut dalam kompetisi politik dan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden. Putusan ini diharapkan dapat memperkaya dinamika politik Indonesia, memberikan lebih banyak pilihan kepada pemilih, serta memperkuat proses demokratisasi di tanah air.
Selain itu, keputusan ini juga berdampak pada konstelasi politik nasional, yang selama ini didominasi oleh dua koalisi besar, dan mendorong dinamika politik yang lebih pluralistik. Keputusan ini juga membawa dampak besar terhadap konstelasi politik nasional, karena mengubah cara koalisi politik dibentuk dan bagaimana kekuatan politik ditata di level nasional. Dalam konteks ini, teori demokrasi yang menekankan pada pluralitas, partisipasi luas, dan pemerintahan yang responsif menjadi sangat relevan untuk menganalisis perkembangan tersebut. Oleh karena itu, analisis mendalam tentang putusan ini penting untuk memahami dampak serta implikasinya bagi masa depan demokrasi Indonesia.
Teori Demokrasi
Dalam konteks ini, kajian teori demokrasi tentang non-ambang batas sangat relevan. Demokrasi yang tidak dibatasi oleh ambang batas pencalonan presiden memberikan ruang bagi lebih banyak partai dan individu untuk terlibat dalam proses politik, yang pada gilirannya memperkaya kualitas demokrasi itu sendiri. Sebagai bagian dari perkembangan konstelasi politik nasional, keputusan ini juga membuka kemungkinan untuk terciptanya koalisi-koalisi politik yang lebih dinamis dan responsif terhadap keberagaman aspirasi masyarakat.
Dalam konteks teori demokrasi, prinsip non-ambang batas atau tanpa syarat ambang batas untuk pencalonan presiden ini sejalan dengan konsep demokrasi deliberatif, yang mengedepankan kebebasan berkompetisi, partisipasi, dan representasi yang luas bagi seluruh segmen masyarakat. Teori demokrasi ini mendorong adanya pluralisme politik dan memberikan ruang bagi keberagaman dalam memilih calon pemimpin. Dengan mengurangi atau menghilangkan ambang batas, maka lebih banyak kandidat yang dapat terlibat dalam kontestasi politik, yang pada gilirannya meningkatkan kualitas demokrasi.
Selain itu, tanpa ambang batas, sistem politik dapat lebih responsif terhadap aspirasi politik dari berbagai kelompok masyarakat, baik yang besar maupun kecil. Ini menghindari dominasi partai besar atau kelompok politik tertentu yang menguasai sistem politik secara eksklusif. Sebaliknya, partai kecil atau yang tidak memiliki banyak kursi di parlemen dapat memiliki peluang yang lebih besar untuk mencalonkan diri dan menjadi bagian dari kontestasi politik.
Konstelasi Politik Nasional
Dalam kajian perkembangan konstelasi politik nasional, putusan MK ini berpotensi merubah lanskap politik Indonesia secara signifikan. Konstelasi politik yang sebelumnya dikuasai oleh dua koalisi besar dengan kekuatan partai-partai dominan, kini berpotensi bergeser menuju sistem yang lebih terbuka, di mana partai-partai kecil dan calon independen memiliki peluang lebih besar untuk bersaing.
Dengan pengurangan ambang batas, beberapa dampak positif yang dapat terlihat dalam konstelasi politik Indonesia antara lain: Meningkatkan keberagaman kandidat; Partai-partai kecil atau yang tidak memiliki kursi di parlemen dapat mencalonkan diri tanpa harus tergantung pada koalisi besar. Hal ini berpotensi membawa lebih banyak pilihan kepada pemilih dan meningkatkan kualitas debat politik. Mendorong koalisi yang lebih dinamis; Tanpa ambang batas yang ketat, koalisi-koalisi dalam kontestasi politik dapat lebih terbuka dan fleksibel. Ini memungkinkan partai kecil untuk membentuk aliansi dan bernegosiasi dengan partai lain, tanpa harus merasa terpojok oleh ketentuan yang membatasi mereka. Memperkuat demokrasi; Konstelasi politik yang lebih inklusif dapat memperkuat prinsip demokrasi dengan memberikan kesempatan kepada lebih banyak kelompok dan individu untuk berpartisipasi dalam pemilihan presiden. Hal ini mengurangi potensi terjadinya konsolidasi kekuasaan yang sempit. Tantangan bagi partai besar; Partai-partai besar yang sebelumnya menikmati kekuasaan yang cukup dominan bisa menghadapi tantangan lebih besar dalam mempertahankan posisi mereka. Mereka perlu merespons lebih banyak suara dan aspirasi dari segmen-segmen yang lebih kecil dalam masyarakat.
Putusan ini tidak membongkar sepenuhnya problem politik yang tidak berpihak pada kewargaan dan demokrasi yang substantif. Setidaknya Putusan MK ini menciptakan peluang bagi perkembangan konstelasi politik yang lebih dinamis dan inklusif, yang pada akhirnya memperkaya proses demokrasi di Indonesia. Meskipun demikian, tantangan juga muncul, terutama dalam hal stabilitas politik dan pembentukan pemerintahan yang efektif, mengingat munculnya berbagai kelompok baru dengan agenda politik yang beragam.
Artikel Lainnya
-
226102/04/2020
-
75310/08/2021
-
160705/05/2021
-
219026/10/2024
-
Alternatif Demokrasi di Indonesia dalam Pemikiran Mohammad Hatta
9326/10/2024 -
Tantangan dan Harapan Dunia Pendidikan NTB di Masa Pandemi
123525/12/2020