Lockdown dan 7 Cara Puasa Yang Mampu Memenangkan Pertandingan Melawan Corona

Virus Corona telah menjadi sebuah realitas destruktif yang telah melumpuhkan sekaligus mematikan manusia tanpa pengecualian. Beragam reaksi, gagasan, dan usaha nyata terus mewarnai hari-hari hidup manusia. Orientasinya pun cuma satu kata yakni lawan. Sebab, corona adalah kisah tentang kita. Bukan tentang saya, Anda, kamu, engkau dan kalian.
Oleh karena itulah, saat ini dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya membutuhkan lebih banyak orang yang memiliki gagasan inovatif dan cara-cara kerja cepat namun humanis agar kita dimampukan untuk memenangi pertandingan melawan virus corona yang amat kuat itu.
Sebagai salah satu makhluk sosial saya memiliki tanggung jawab moral dan terpanggil untuk menyumbangkan gagasan. Karenanya, salah satu cara pengendalian sosial yang saya rasa paling bijak adalah berpuasa. Cara ini saya pilih dan tawarkan ke publik, sebab kita semua menyadari bahwa penyebaran virus corona yang paling cepat dan mematikan adalah melalui kerumunan sosial.
Mari simak. Pertama, berpuasalah dari budaya pesta. Sebab pesta identik dengan kesenangan. Ketika kesenangan itu tetap dipaksakan, maka saat itu juga kita sedang menciptakan ruang kematian bagi diri dan sesama.
Kedua, berpuasalah dari pesta iman. Pesta iman yang saya maksudkan adalah kegiatan-kegiatan kerohanian yang meilbatkan banyak orang. Dan untuk yang beriman Katolik, kita mesti berbangga dengan pemimpin gereja kita. Vatikan sudah memutuskan bahwa rangkaian misa Pekan suci dan Paskah yang dipimpin Paus Fransiskus, pada April 2020 yang akan datang, akan digelar tanpa kehadiran umat (Beritasatu.com, 16/03/2020).
Begitupun di Indonesia, kita harus bangga dengan keteladanan yang sudah dibuat oleh Keuskupan Agung Makasar dan Keuskupan Agung Ende yang sudah mengeluarkan surat larangan untuk tidak melakukan berbagai aktivitas Gereja terhitung dari tanggal 20 Maret-3 April 2020. Di Ibu Kota Jakarta, Gubernur Anies Baswedan juga telah meniadakan kegiatan Salat Jum'at, Ibadah di Gereja, juga kegiatan Nyepi untuk 2 minggu kedepan (Tempo, 19/03/2020).
Ketiga, berpusalah untuk menjadi agen berita hoax. Kita harus tahu diri, jika tak cukup paham tentang virus corona, maka tak perlu membuat stateman yang seolah-olah paling paham di Facebook dan media lainnya. Tak perlu juga membagikan tulisan atau berita-berita yang kebenarannya tak bisa dipertanggung jawabkan. Pada titik inilah kekritisan dan kecerdasan kita di uji. Sebab, persoalan sebesar ini, publik membutuhkan pencerahan dan arahan dari orang atau media terpercaya, akurat dan bisa membebaskan manusia dari ketidaktahuan dan rasa takut yang berlebihan.
Keempat, berpuasalah dari kebiasaan destruktif. Dalam hal ini kebiasaan yang saya maksudkan lebih kepada kebiasaan yang sudah melekat erat dalam diri orang tertentu. Semisal, minum mabuk, keluyuran, perselingkuhan, pesiar ke rumah tetangga, pesiar ke tempat-tempat wisata, buang sampah di sembarangan tempat, tidak cuci tangan sebelum makan atau istirahat, dan kumpu kebo.
Kelima, berpuasalah untuk saling menyalahkan, saling menuding, dan merasa diri paling benar. Ini menjadi amat urgen agar segala tenaga, pikiran dan waktu harus digunakan untuk melawan virus corona secara kolektif. Untuk itu saya sendiri amat sedih, ketika virus ini makin menggila, justru pada saat yang sama, China dan Amerika Serikat saling melempar kata-kata pedas setelah China tersinggung dengan komentar para pejabat AS yang menuduhnya lamban bereaksi terhadap virus, yang pertama kali terdeteksi di Wuhan akhir tahun lalu. Amerika juga menuduh pemerintah China tidak cukup transparan tentang virus terkait (Tempo, 13/03/2020).
Keenam, berpuasalah untuk tidak mengambil keuntungan dari virus corona. Ini urgen agar para pemilik modal tidak sesuka hati menaikan harga masker, obat-obatan dan juga bahan makanan pokok lainnya. Sebab, sangatlah tidak manusiawi, jika para pemilik modal dan pebisnis mengambil keuntungan sebesar-besarnya di tengah merebaknya persoalan kemanusiaan.
Ketujuh, berpuasalah untuk menjadi keluarga yang selalu memberikan kesenangan bagi anak-anak. Dua pekan ke depan anak-anak sekolah di rumah. Guru juga mengajar dari rumah lewat berbagai media yang dianggap baik. Agar proses belajar ini berjalan dengan baik dan terutama ikhtiar pencegahan terhadap corona dapat berjalan sesuai yang diharapkan bersama, maka keluarga menjadi sungguh berperan penting. Jangan sampai justru keluargalah yang menjadi sumber kesenangan bagi anak-anak. Jika ini yang terjadi, maka kebijakan nasional yang merumahkan peserta didik dan guru, tak memiliki gigi untuk mencegah virus dan mendapatkan ilmu.
Diakhir tuliasan ini, penulis mau mempertegaskan 3 hal penting. Pertama, cara-cara berpuasa di atas tidak sedang melegitimasi bahwa manusia-manusia di dunia ini lebih cenderung berbuat hal negatif. Sebaliknya, kita meyakini bahwa semua manusia baik adanya. Oleh karena itu, cara-cara puasa yang penulis tawarkan sebenarnya sedang mempertegas bahwa sebagai manusia yang humanis, kita harus sedini dan sebisa mungkin untuk menghindari perilaku yang kurang baik. Dan dalam situasi dunia yang sedang hancur, dibutuhkan manusia-manusia yang memiliki sikap demikian.
Kedua, penulis juga tidak sedang meragukan iman umat manusia terhadap Tuhan. Bahwasanya, dengan tidak beribadah di rumah Tuhan dan tidak merayakan pesta iman, hanyalah semata-mata sebuah itikad dan ikhtiar bijak untuk menyelamatkan nyawa manusia itu sendiri. Itu berarti iman seseorang tidak bisa dilenyapkan hanya karena tidak beribadah di rumah Tuhan dan juga perayaan Iman lainnya.
Sebab yang dibutuhkan dalam situasi saat ini adalah menggunakan nalar dan rasa yang tertempa dan terasah untuk memampukan iman kita yang harus cepat tanggap terhadap tanda-tanda zaman. Dan tidak gampang mempertaruhkan kemahakuasaan Tuhan hanya dengan ukuran iman yang tak sampai sebesar biji sawi (Pater, Avent Saur, SVD).
Sehingga yang harus secepatnya dilenyapkan adalah para pemilik budaya yang cenderung membenarkan budaya pesta di saat situasi yang tak seharusnya. Juga segera lenyapkan orang beriman yang cenderung membenarkan bahwa iman harus ada perayaan atau ibadah di rumah ibadah di saat situasi yang tidak memungkinkan untuk itu.
Akhirnya, kita semua mesti menyadari bahwa dalam melawan virus corona kita butuh budaya dan iman yang mengandung nurani, kepekaan dan kecerdasan akal dan sosial yang terasah untuk cepat menyelamatkan serta mengagungkan nilai kemanusiaan di atas segalanya.
Akhirnya menjadi benar apa yang dikatakan oleh Avent Saur bahwa yang bisa dikalahkan oleh virus corona hanyalah para pemilik budaya dan orang beriman. Bukan iman dan budayanya. Sebab iman dan budaya hanya melekat pada orang memiliki dan menggunakan kepekaan dan kecerdasan akal, budi dan hati secara tepat. Sejatinya budaya dan iman selalu menghantar manusia pada pengagungan nilai kemanusiaan universal dan juga Sang Pencipta itu sendiri.
Ketiga, kebijakan untuk segera lockdown adalah tepat. Hemat saya, kebijakan ini sungguh mengandung nilai-nilai kemanusiaan. Dan pastinya, dapat memperteguh kiat-kiat puasa yang sudah ditawarkan penulis di atas. Jika tidak, maka puasa yang kita jalani akan sia-sia jika negara kita masih mengijinkan para wisatawan masuk dengan bebas atau kegiatan-kegiatan lain yang melibatkan banyak orang.
Pemerintah juga jangan terjebak dalam kepentingan ekonomis dan politis semata yang kemudian berdampak pada korban nyawa. Sebab dalam hidup ini, barang apapun takkan pernah ada nilai ekonomisnya ketika dunia atau sebuah bangsa dihuni oleh manusia-manusia yang sakit, atau bahkan tanpa manusia. Oleh karena itu, sekali lagi, kebijakan lockdown adalah pencerminan sikap pemerintah yang menyelamatkan jiwa manusia tanpa pengecualian. Sebab kebijakan politik yang humanis, sangat dibutuhkan saat negara dalam ancaman kematian.
Dengan begitu, dunia dan bangsa tercinta kita ini akan selamat dari virus berbahaya ini. Dan setelah itu, barulah kita sama-sama memikirkan tentang hidup dan perekonomian bangsa kita. Sekalipun itu mulai dari nol, tapi kita perlu syukuri bahwa nyawa kita terselamatkan dan nilai kemanusiaan kita pun tetap terjaga, terawat dan dihidupi hingga kebadian.
Artikel Lainnya
-
144904/01/2020
-
242010/08/2021
-
79730/10/2023
-
Doping Vitamin C dan Gaya Hidup Baru di Masa Pandemi
124215/03/2022 -
Pendidikan Bela Negara, Siapa Peduli?
163103/09/2020 -
Eksistensi dan Hikmah Hukum Potong Tangan
254103/01/2022