Legal atau Ilegal, Aborsi Tetap Fatal
Topik klasik, tetapi selalu menarik ketika diulik. Aborsi! Ya, aborsi menjadi topik hangat yang sedang dibicarakan di jagat maya saat ini. Berawal dari unggahan tulisan di situs Nate Pann pada 18 Oktober 2021 tentang adanya kasus pemaksaan aborsi yang dialami oleh seorang perempuan dengan nama samaran A.
Kasus ini berhasil menyeret salah satu artis terkenal dari Korea Selatan berinisial "K", yang tidak lain adalah Kim Seon Ho. Karier Kim Seon Ho boleh dikatakan sedang naik daun, tetapi kini dia harus berurusan dengan kasus aborsi yang menjeratnya.
Istilah aborsi atau Abortus Provocatus adalah pengguguran kandungan yang disengaja. Membahas tentang aborsi, berarti membahas tentang kehidupan manusia. Banyak pro dan kontra mengenai hal ini. Namun faktanya, beberapa negara sudah melegalkan aborsi dengan ketentuan-ketentuan khusus, mulai dari negara Norwegia, Belanda, Prancis, Singapura, Rusia, Swedia, Vietnam, dan baru-baru ini disusul oleh Korea Selatan.
Pada Rabu, 7 Oktober 2020, Kementerian Kehakiman Korea Selatan mengumumkan pembatalan larangan aborsi yang telah dianut selama beberapa dekade di Korea Selatan. Aborsi yang sudah dilegalkan di Korea Selatan ini menuai pro dan kontra, terutama bagi kaum pro choice dan pro life.
Bagi saya, membahas aborsi sebenarnya tidak menyenangkan karena mau dibahas dari sudut pandang mana pun, aborsi tetap akan memberikan pengalaman kehilangan kehidupan. Namun, realitasnya, aborsi makin marak. Mau tidak mau, angkat suara harus dilakukan, minimal berpendapat secara otentik mengenai topik ini.
Menghilangkan kehidupan seseorang dengan sengaja hanya untuk menjaga nama baik atau karier, entah karena keinginan pribadi atau pun paksaan, tetap tidak bisa ditoleransi. Kehidupan adalah kehidupan. Terlepas apakah akan membawa aib atau menyulitkan hidup, itu bukan kesalahan dari anak yang nantinya akan terlahir.
Namun, di sisi lain, dengan alasan kedaruratan medis, aborsi boleh dilakukan. Ini pun harus melalui penilaian ketat yang detail dan terjamin. Kim Seon Ho dinyatakan memaksa mantan pacarnya untuk melakukan aborsi. Ini merupakan tindakan yang tidak hanya menekankan masalah aborsi, tetapi ada tindakan lain yang sama merusaknya.
Tak hanya aborsi, Kim Seon Ho juga terjerat dalam tindakan gaslighting. Suatu bentuk kekerasan mental terhadap seseorang dan memanipulasinya secara psikologi sampai mereka mempertanyakan kewarasannya dan menerima realitas orang lain. Gaslighting ini sama buruknya dengan aborsi. Sama-sama memaksa. Aborsi memaksa "kehidupan" dihentikan dan dikeluarkan. Sementara gaslighting memaksa seseorang untuk menerima realitas orang lain.
Meskipun sebagian orang mengapresiasi Kim atas pengakuannya terhadap kasus ini, jangan sampai sikap gentle-nya ini menurunkan standar kita dalam melihat fakta kriminalitas. Memaksa aborsi dan gashlighting tetaplah dua tindakan tidak terpuji yang dilakukannya. Proses hukum dan pemberian ganjaran yang setimpal atas tindakan-tindakan ini tetap harus berjalan.
Meski negara Korea Selatan melegalkan aborsi, esensi di balik kasus ini harus bisa dipilah dengan baik. Memaksa orang lain untuk aborsi dan menekan mental seseorang untuk menerima realitas orang lain merupakan motif tidak benar dilihat dari sisi mana pun. Sebab, itu hanya mementingkan kepentingan pemaksa, tanpa memedulikan keadaan orang lain, termasuk nyawa seseorang.
Apalagi demi menjaga ketenaran, itu tidak bisa dibenarkan. Kehidupan tetaplah kehidupan. Kesalahan tetaplah kesalahan, yang harus mendapat konsekuensinya. Meski sudah diakui, konsekuensi tidak bisa dihilangkan begitu saja. Perempuan yang telah dipaksa juga tidak akan dengan cepat memupus traumanya hanya dengan pengakuan atau permohonan maaf dari Kim. Trauma tidak bisa hilang dalam sekejap.
Banyak berita dan artikel menuliskan tentang topik ini, dalam beragam sudut pandang. Namun, baiknya konten-konten yang disajikan dapat memberi sumbangsih untuk membentuk opini masyarakat dengan benar dan bertanggung jawab. Dalam kasus aborsi ini, semoga masyarakat bisa melihat betapa seriusnya topik ini karena menyangkut banyak sisi, emosional, psikis, sosial, budaya, hukum, keadilan, kehidupan, hak asasi manusia, sampai hak bicara.
Namun, tidak mudah untuk bisa memandang aborsi dalam porsi yang tepat. Banyak pertimbangan perlu dicermati. Meski pada faktanya, dengan alasan apa pun dilegalkan atau ilegal, aborsi tetap fatal. Meninggalkan pengalaman kehilangan dan trauma yang panjang. Apakah semua pihak juga sudah siap menanggung segala dampak ini? Tidak mudah. Namun, aborsi tetap saja banyak terjadi.
Artikel Lainnya
-
78121/08/2020
-
380615/03/2021
-
34424/06/2023
-
Menyegarkan Kembali Kualitas Demokrasi
50318/01/2023 -
Catatan Redaksi: Idul Fitri di Tengah Pandemi Corona
122122/05/2020 -
23817/07/2023