Kritik Al-Ghazali Terhadap Filsafat

Mahasantri Ma'had Aly Situbondo
Kritik Al-Ghazali Terhadap Filsafat 06/12/2020 9019 view Agama alif.id

Awal mula saya berkecimpung dalam dunia filsafat adalah setelah saya tahu ada kitab yang berjudul Tahafut al-Falasifah (kerancuan para filsuf). Kitab ini “katanya” mengkritik filsafat dan menjadi penyebab aktivitas keilmuan (spesifik di bidang ilmu filsafat) dalam dunia Islam menjadi stagnan. Saya penasaran dengan kitab ini. Untuk itu saya mulai mencari-cari kitab ini dan membelinya di salah satu toko kitab di Ampel Surabaya.

Setelah saya mendapatkan kitab itu, rasa penasaran saya semakin kuat karena kitab ini ternyata ditulis oleh sarjana muslim yang saya kenal sebagai seorang sufi, yaitu al-Ghazali. Sampai di sini, saya merasa kagum dengan ulama yang satu ini. Betapa tidak, ia yang menjadi rujukan warga Nahdliyyin dalam ajaran tasawuf selain Junaid al-Baghdadi, pernah mengkrtik filsafat. Hal ini berarti menunjukkan bahwa al-Ghazali adalah seorang filsuf. Karena ia tidak mungkin bisa mengkritik filsafat dan menulis kitab khusus mengkritik filsafat sebelum ia mahir dalam bidang ilmu itu.

Berbekal rasa penasaran, saya mencoba untuk membaca kitab yang ditulis al-Ghazali itu. Namun, saya tidak mampu memahaminya. Untuk itu saya membeli buku terjemahannya. Lagi-lagi, terjemahan itu bukan malah membantu saya dalam memahami kitab itu. Malah tambah bingung. Entah itu apa penerjemahnya yang kurang bisa merepresentasikan pemahaman-pemahaman yang tertulis dalam kitab itu atau memang karena pembahasannya yang terlalu sulit atau malah saya yang terlalu “gobloook”.

Hampir putus asa untuk belajar filsafat, saya kemudian mendengar kabar bahwa Gus Ulil Abshar Abdalla akan mengaji kitab al-Munqidz Min adh-Dhalal yang akan disiarkan secara langsung di akun facebooknya. Kitab ini katanya adalah autobiografi al-Ghazali. Sampai di sini, kekaguman saya kepada al-Ghazali semakin menjadi-jadi. Ada ulama yang hidup di abad ke-11 M. menulis kitab autobiorafi yang katanya menceritakan perjalanan aktivitas keilmuan dan intelektual pribadinya. Tentu ini adalah hal yang tidak biasa dilakukan oleh para sarjana muslim di masa itu.

Saya menduga-duga mungkin dalam kitab itu al-Ghazali juga menceritakan pengalamannya belajar filsafat hingga akhirnya ia melontarkan kritiknya terhadap filsafat. Ternyata dalam kitab itu, al-Ghazali memang benar menceritakan pengalamannya belajar ilmu filsafat.

Menurut keterangan dalam kitab autobiografinya itu, al-Ghazali belajar filsafat secara otodidak di sela-sela ia mengajar di Madrasah Nidzamiyah Baghdad yang pada saat itu al-Ghazali disibukkan dengan mengajar muridnya yang berjumlah sekitar tiga ratus siswa.

Al-Ghazali mempelajari filsafat al-Farabi dan Ibnu Sina melalui kitab-kitabnya. Sebenarnya, filsafat al-Farabi dan Ibnu Sina adalah bersumber dari Aristoteles. Sebab, menurut al-Ghazali, salah satu aliran dalam filsafat adalah ilahiyyun (theis). Tokoh pentingnya adalah Sokrates. Ia mempunyai murid bernama Plato. Dan Plato mempunyai murid bernama Aristoteles yang dikenal sebagai peletak dasar-dasar ilmu logika (mantik). Mereka semua adalah filsuf dari Yunani.

Pemikiran-pemikiran Aristoteles kemudian dibawa oleh al-Farabi dan Ibnu Sina untuk mewarnai dunia keilmuan Islam karena dianggap mirip dengan ajaran Islam. Sehingga banyak kemudian dari kalangan intelektual muslim yang berkecimpung dalam ilmu filsafat. Ajaran-ajaran Aristoteles yang dibawa oleh Ibnu Sina dan al-Farabi itulah yang menjadi fokus al-Ghazali untuk mengkajinya secara mendalam dan merincinya.

Dengan kejeniusannya, al-Ghazali dapat memahami filsafat selama kurang dari dua tahun. Dan ia membutuhkan waktu satu tahun lagi untuk mencari titik-titik pembahasan yang hendak dikritiknya. Dan Anda tahu? Sebelum al-Ghazali melontarkan kritiknya melalui kitab Tahafut al-Falasifah-nya itu, ia menulis kitab berjudul Maqashid al-Falasifah (ide pemikiran para filsuf) sebagai refleksi dari hasil bacaannya terhadap filsafat al-Farabi dan Ibnu Sina.

Dalam kitab itu, al-Ghazali masih belum melontarkan kritiknya terhadap filsafat. Apa yang tertulis dalam kitab Maqashid al-Falasifah itu adalah murni hasil pemahamannya membaca ilmu filsafat. Tujuan al-Ghazali adalah agar sebelum mengkritik harus paham dulu terhadap persoalan yang dikritiknya. Bisa dikata, kitab ini sebagai mukaddimah sebelum masuk dalam kitab Tahafut al-Falasifah. Dalam pendahuluan kitab Maqshid al-Falasifah-nya ini, ia menulis, “mengkritik suatu aliran sebelum mengetahui hakikatnya adalah suatu kemustahilan dan hanya akan mengantarkan kepada tuduhan dalam kebodohan dan kesesatan”.

Al-Ghazali merumuskan ada enam ajaran dalam filsafat, lebih spesifik filsafat al-Farabi dan Ibnu Sina yang dinukil dari Aristoteles. Enam ajaran itu adalah riyadhiyat (aritmetika), manthiqiyat (logika), thabi’iyat (sains), ilahiyat (metafisika), siyasiyat (politik), dan khuluqiyat (etika). Namun di antara enam ajaran itu, al-Ghazali hanya mengkritik di tema ilahiyat (metafisika) dan thabi’iyat (sains).

Di dalam kitab Tahafut al-Falasifah, al-Ghazali mengkrtik dua puluh pembahasan yang berkaitan dengan tema ilahiyat dan thabi’iyat ini. Ada tiga pembahasan yang dianggap paling berat oleh al-Ghazali, yaitu keabadian dan keazalian alam, tuhan hanya mengetahui secara universal saja, dan jasad manusia tidak akan dibangkitkan di hari akhir nanti. Sedangkan tujuh belas pembahasan sisanya dianggap tidak terlalu berat.

Sampai di sini, saya kemudian berpikir, statement bahwa kitab Tahafut al-Falasifah karya al-Ghazali yang dianggap sebagai penyebab stagnannya aktivitas keilmuan dalam Islam adalah tidak benar sama sekali. Apalagi sampai dikatakan bahwa al-Ghazali sebagai “pembunuh filsafat” dalam dunia Islam.

Mengapa demikian? Karena al-Ghazali mengkritik filsafat sangat objektif. Sebelum mengkritik, ia memahaminya terlebih dahulu. Setelah ia mengetahui filsafat sampai ke akar-akarnya dan menulis kitab Maqashid al-Falasifah (ide pemikiran para filsuf), baru kemudian ia melontarkan kritiknya terhadap filsafat melalui kitabnya, Tahafut al-Falasifah (kerancuan para filsuf). Ajaran yang dikritik al-Ghazali pun hanya secuil dari banyaknya ajaran-ajaran filsafat. Sisanya ia terima dengan lapang dada. Jadi, saya berkesimpulan bahwa, adalah tidak benar al-Ghazali dikatakan sebagai pembunuh filsafat dalam dunia Islam sebagaimana dikatakan banyak orang itu.

Membaca kitab Tahafut al-Falasifah al-Ghazali, membuat saya semakin tertarik untuk belajar filsafat. Bukan justru enggan apalagi menolak keras ilmu filsafat yang sangat berharga ini. “Sebagian orang” mungkin enggan belajar filsafat karena mengacu kepada kitab Tahafut al-Falasifah al-Ghazali ini. Mereka berkata, “itu tuh al-Ghazali mengkritik ilmu filsafat. Jadi kita gak boleh bahkan haram mempelajarinya biar gak sesat”.

Teruntuk orang-orang seperti ini, saya katakan,“pelajari dulu bagaimana al-Ghazali belajar filsafat dan ajaran filsafat mana yang dikritik oleh al-Ghazali biar anda gak sesat di jalan”.

Selamat berfilsafat!!!

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya