Korupsi Jalur Mandiri: Jangan Bakar Lumbungnya, Tapi Tangkap Tikusnya

Penambal Kata
Korupsi Jalur Mandiri: Jangan Bakar Lumbungnya, Tapi Tangkap Tikusnya 27/08/2022 473 view Pendidikan Ilustrasi (Sumber Foto: Kompas.com)

Penerimaan mahasiswa baru untuk masuk perguruan tinggi negeri di Indonesia terdiri dari tiga jalur, yakni Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNPTN), Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), dan Seleksi Jalur Mandiri. Jalur SNPTN dan SBMPTN memiliki mekanisme yang sudah jelas diatur secara nasional dan lebih bersifat transparan. Namun penerimaan mahasiswa jalur mandiri diatur secara otonom oleh masing-masing kampus. Inilah yang membuka peluang bagi pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menjadikan jalur mandiri sebagai lahan subur untuk melakukan praktek korupsi. Kasus penangkapan Rektor Universitas Lampung, Karomani, bersama sejumlah para pejabat kampus lainnya, pada Sabtu 20 Agustus 2022, menjadi salah satu contoh memanfaatkan jalur mandiri sebagai kesempatan untuk melakukan tindakan pidana korupsi.

Tertangkapnya beberapa petinggi kampus karena kasus suap penerimaan mahasiswa baru tersebut, sangat disayangkan. Betapa tidak, lembaga pendidikan tinggi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam mendidik dan menumbuhkembangkan budaya anti korupsi, justru menjadi tempat terjadinya prakter korupsi. Perguruan Tinggi hendaknya menjadi tempat persemaian bibit-bibit unggul yang berkarakter baik, namun kini ada yang menjadikan kampus sebagai ladang bisnis dalam dunia pendidikan. Kasus ini seakan menghilangkan dasar legitimasi perguruan tinggi sebagai benteng kuat untuk mempertahankan moral bangsa. Rektor dan para petinggi kampus yang ditangkap dan disertai barang bukti uang senilai Rp. 4,4 miliar ini, adalah orang-orang terpelajar dan memiliki gelar “guru besar”, namun tidakan mereka tidak mencerminkan seorang profesor dan kaum intelektual.

Selain mencoreng nama baik institusi pendidikan, kasus ini seakan memperkuat stigma masyarakat bahwa yang nampaknya masih ada hingga saat ini bahwa calon mahasiswa baru (camaba) yang lolos masuk Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur mandiri, walaupun punya kemampuan akademik yang kurang, pasti akan diterima jika sudah membayar mahal dengan cara menyogok. Pandangan ini sebenarnya tidak sepenuhnya benar, karena banyak juga camaba yang lolos masuk Perguruan Tinggi Negeri tanpa harus menyuap.

Berhadapan dengan kasus tersebut, muncul banyak tanggapan publik, termasuk ada wacana untuk menghapus penjaringan mahasiswa baru melalui Jalur Mandiri. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) misalnya, mengusulkan agar Jalur Mandiri ditutup saja. Pertanyaannya, apakah menghapus proses seleksi mahasiswa baru melalui jalur mandiri merupakan solusi satu-satunya? Mungkinkah ada alternatif solusi yang bisa mengatasi masalah ini. Kasus ini dapat diibaratkan dengan adanya tikus yang memakan beras dalam lumbung. Kita tidak mungkin membakar lumbungnya, melainkan dengan cara menangkap tikusnya agar tidak memakan beras yang ada.

Dalam kaitannya dengan kasus suap oleh Rektor Universitas Lampung, tentunya para tersangka ditangkap dan mengikuti proses hukum yang berlaku. Sementara itu jalur mandiri perlu dievaluasi dan sistem atau manajemennya diperbaiki, tanpa harus menghapusnya. Walaupun jalur mandiri ukurannya sangat lokal, namun perlu dibuat aturan atau mekanisme secara nasional, sebagaimana halnya dengan SNPTN dan SBMPTN. Dalam pelaksanaannya perlu ada suatu sistem yang bersifat transparan, terukur, dan akuntabel, sehingga menghindari tindakan pidana korupsi.

Selain itu, perlu ada kesadaran dari masyarakat, dalam hal ini calon mahasiswa baru, dan tentunya orang tua/ wali yang membiayai pendidikan untuk tidak ikut terjebak dalam kasus penyuapan. Apabila sudah mengetahui secara jelas ada pungutan atau permintaan suap dari pihak kampus, maka sebaiknya segera dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Apabila secara sadar memenuhi permintaan suap tersebut, maka yang bersangkutan pun sebenarnya sudah bekerjasama dalam kejahatan, karena faktor kepentingan (supaya bisa diterima).

Menghapus seleksi masuk mahasiswa baru melalui jalur mandiri tidak akan menyelesaikan persoalan. Letak persoalannya adalah ada pada sistem yang kurang transparan dan akuntabel, di samping “oknum” yang tidak bertanggung jawab, dan camaba serta orang tua yang mau dipungut biaya tambahan. Inilah yang harus diperbaiki, bukan ditiadakan. Sistemnya harus dibenahi; etika, moral dan karakter para petinggi kampus yang bobrok harus diperbaiki, serta edukasi kepada masyarakat (calon mahasiswa dan orang tua), perlu senantiasa digaungkan. Dengan alternatif solusi seperti ini, dapat dipastikan bahwa harapan untuk mencegah agar kasus seperti di Universitas Lampung, tidak terjadi di kampus-kampus lainnya, dapat membuahkan hasil.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya