Konsep Guru Ideal Dalam Pandangan Ibnu Miskawaih
Ibnu Miskawaih, adalah salah satu di antara banyak ulama mahsyur yang terkenal untuk konsen di bidang pendidikan. Tersebut pada buku Pemikiran Falsafah Dalam Islam (Djabatan, 2003) nama asli Ibnu Miskawaih adalah Abu Ali Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Miskawaih. Ia lahir pada 320 H (932 M) di Ray, Persia (Iran sekarang) pada masa keemasan Dinasti Abassiyah, yang kemudian mengarungi kehidupan intelektualnya pada masa Dinasti Buwaihi. Sebagian besar tokoh-tokoh dinasti tersebut bermadzhab Syi’ah.
Ibnu Miskawaih merupakan sosok ulama yang memiliki kealiman tingkat tinggi. Ghirrah kerakusan belajarnya terkenal seantero sekitaran Iran hingga ke Baghdad, Irak. Semasa hidupnya ia banyak mencecap banyak disiplin ilmu, yaitu Al-Qur’an, filsafat etika, sejarah, fiqih, hadits, bahkan politik. Julukan Miskawaih yang memiliki arti “seharum minyak misik” pun disematkan padanya lantaran agungnya budi luhur sang imam sehingga menjadi suri tauladan bagi umat pada zaman itu.
Kebesaran Ibnu Miskawaih ini bukanlah omong kosong. Bahkan, konon katanya ia patut disandingkan dengan sejarawan besar Imam Ath-Thabari (wafat 923 M). Karya Ibnu Miskawaih tercatat ada sekitar 41, salah satunya adalah berjudul Tahzib al-Akhlaq wa Tathhir al-A’raq sebagai “opus magnum” dirinya. Karya tersebut memuat tentang pendidikan akhlaq pelajar dan masih terus dikaji hingga sekarang.
Ihwal pendidikan, Nelson Mandela pernah berujar bahwa, "Education is the most powerful weapon you can use to change the world." Pendidikan merupakan senjata yang ampuh untuk mengubah wajah dunia. Sebab dengan pendidikan peradaban sebuah umat bisa tercerahkan. Tak ada umat yang berkemajuan di dunia ini tanpa dibarengi dengan sistem pendidikan yang mapan.
Karena pendidikan merupakan saka guru peradaban, maka di dalam pendidikan ada salah satu aspek yang paling penting di sana, yaitu kehadiran sosok seorang guru. Guru merupakan patron-patron yang memiliki tanggung jawab untuk membina, membimbing, serta memotivasi seorang murid agar mampu untuk mengembangkan potensinya.
Dalam Filsafat Pendidikan Akhlaq Ibnu Miskawaih (Belukar, 2004) tercatat ada setidaknya empat konsep guru ideal menurut Ibnu Miskawaih. Pertama, dapat dipercaya. Seorang guru adalah pribadi yang harus bisa digugu dan ditiru. Guru memiliki tanggung jawab moral untuk memberi teladan pada murid. Maka oleh sebab itu menurut Ibnu Miskawaih, guru yang tidak bisa dipercaya (dalam artian tidak bisa digugu) maka ia tidak layak disebut sebagai guru.
Sudah sewajarnya seorang guru harus memiliki pribadi yang meyakinkan dan amanah terhadap tanggung jawab mendidik seorang murid. Guru yang abai dengan perkembangan murid harus absen disebut guru. Guru yang memiliki karakter pembohong tak patut mengajar murid di kelas. Sebab aspek utama pendidikan adalah kejujuran, maka seseorang yang mengajarkannya haruslah memiliki sikap jujur pula.
Kedua, pandai. Seorang guru memang dituntut untuk menjadi pribadi yang pandai. Di era teknologi dan informasi yang berkembang secara gila-gilaan seperti saat ini, tanggung jawab guru lebih berat sebab mereka dihadapkan pada banyaknya sumber pembelajaran yang kadang kala, membuat mereka kuwalahan sebab harus menampung jejalan informasi yang kencang itu. Di sini peran guru harus menunjukkan kepada murid mana dan apa saja kriteria ilmu-ilmu yang boleh dan tidak dicerna oleh seorang murid.
Guru harus menjadi pribadi yang pembelajar setiap saat, ia harus mengupdate ilmunya di setiap waktu. Jika seorang guru hari ini tak mau belajar, ia abai dengan buku, merasa sudah pintar karena semuanya sudah tersedia di internet, maka ia bukanlah guru pandai yang sesungguhnya. Sebab guru yang pandai adalah guru yang bisa memanfaatkan media teknologi sebagai wahana pembelajaran tiap-tiap anak didiknya.
Ketiga, dicintai. Seorang guru haruslah memiliki sikap pecinta, agar ia bisa dicintai oleh muridnya. Guru bisa mendapatkan kecintaan dari muridnya tersebab ia menjadi pribadi yang ramah, sabar, santun, pengertian dalam mendidik murid. Guru yang memiliki sifat keras dalam mendidik, ia akan dijauhi oleh murid. Apalagi di era seperti saat ini, murid tak bisa dididik dengan pola keras dan tegas seperti zaman dahulu.
Bagi Ibnu Miskawaih, guru yang mendapatkan kecintaan dari para muridnya, maka ilmu dan pengajaran dari sang guru akan mudah meresap ke dalam kalbu setiap muridnya. Sebaliknya, guru yang dibenci dan memancarkan aura yang negatif di mata murid, maka murid akan susah untuk menerima ilmu dari sang guru.
Keempat, memiliki citra positif di masyarakat. Ibnu Miskawaih menyebut bahwa guru yang ideal adalah mereka yang memiliki citra baik di masyarakat. Tak bisa dipungkiri bahwa sosok guru, siapapun itu, akan mendapatkan derajat yang mulia di hadapan masyarakat. Pandangan itu didapat sebab seorang guru memiliki kapasitas ilmu yang mumpuni. Maka, seorang guru patut untuk menjaga setiap tindak-tanduk dalam laku kehidupannya di masyarakat. Guru sebaiknya tidak bertindak yang mengarah pada kemunkaran sebab selain menjatuhkan marwah dirinya, citranya akan menjadi padam sebab tak sepatutnya seorang guru memiliki tabiat yang buruk.
Artikel Lainnya
-
200721/10/2020
-
130007/04/2021
-
387410/05/2020
-
Merawat Demokrasi dengan Menentang Oligarki
398823/01/2020 -
Demonstrasi dan Ikhtiar Sumpah Pemuda
142230/10/2020 -
156113/07/2020