Kondisi Pekerja Harian Lepas yang Rentan Di PT Meiloon Subang

Tiga tahun lalu Kabupaten Subang Jawa Barat mendapat investor kelas dunia yang berasal dari Taiwan, yakni PT Meiloon Technology Indonesia. Meiloon merupakan salah satu dari 7 pabrik relokasi dari China ke Indonesia. Euforia kebahagian dari pemerintah menyambut investasi ini tercermin dalam acara ground breaking yang dihadiri oleh seluruh jajaran stake holder di semua tingkatan mulai dari Kepala Desa hingga Kepala BKPM yang hari ini menjadi Menteri investasi.
Kilas balik dalam peristiwa ground breaking tiga tahun silam, semua stake holder menggaungkan gagasan yang senada yakni, adanya investasi di Subang demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar.
Tercatat hingga hari ini kurang lebih setahun Meiloon beroperasi, berbagai macam polemik muncul di antaranya, terjadi unjuk rasa besar-besaran yang dilakukan oleh kedua desa untuk menagih janji Meiloon yang akan mempriotaskan pribumi menjadi pekerja. Selain itu muncul pula isu bahwa calon tenaga kerja harus membayar sejumlah uang atau dalam istilah kami “MAHAR KERJA”.
Selain bumbu konflik tadi, nuansa hari buruh masih terasa kendati terlewat beberapa hari. Tadinya penulis akan menuangkan tulisan ini di Hari Buruh akan tetapi ada pekerjaan yang harus diselesaikan maka tulisan ini telat dari waktu yang telah direncanakan. Di dalam tulisan ini penulis akan lebih menyoroti status pekerja PT. Meiloon yang hanya berstatus pekerja harian. Hal ini bertolak belakang dengan nada-nada kesejahteraan masyarakat yang digaungkan dikala acara ground breaking.
Isu status pekerja ini bersumber dari perbincangan pemuda yang disponsori kopi hitam kala itu. Yakni pekerja yang dirahasiakan identitasnya yang telah bekerja di sana. Berdasarkan keterangan dari obrolan tersebut dapat disimpulkan, bahwa kebanyakan pekerja lokal di bagian produksi hari ini hanya berstatus pekerja harian, ada pula isu pekerja yang berasal dari yayasan outsourcing pun statusnya sama sebagai perkerja harian. Parahnya lagi katanya mereka ada pemotongan gaji.
Mengapa Pekerja Harian itu Rentan ?
Pertama dalam ketidakpastian kerja, pekerja harian tidak memiliki jaminan kerja yang pasti dan hanya bekerja sesuai dengan kebutuhan kontrak yang ditetapkan oleh perusahaan. Ini membuat pekerja merasa tidak stabil dan sulit untuk merencanakan keuangan mereka di masa depan.
Kedua dengan status pekerja harian implikasinya terhadap kesejahteraan rendah artinya status ini jauh dari harapan pemerintah terhadap kebermanfaatan PT.Meiloon bagi lingkungan sekitar, pekerja harian lepas sering kali dibayar dengan upah yang rendah dan tidak mendapatkan manfaat yang sama dengan pekerja tetap, seperti tunjangan kesehatan dan asuransi. Mereka juga tidak mendapatkan cuti atau hari libur yang dibayar, sehingga mereka tidak mendapatkan waktu untuk istirahat dan bersantai.
Kemudian masalah yang akan muncul adalah keterbatasan hak pekerja, dimana biasanya pekerja harian lepas tidak memiliki hak yang sama seperti pekerja tetap, seperti hak untuk bergabung dengan serikat pekerja dan hak untuk negosiasi kolektif. Hal ini membuat mereka menjadi lebih rentan terhadap eksploitasi oleh pemberi kerja.
Terakhir dimungkinkan akan terjadinya diskriminasi, pekerja harian lepas seringkali menjadi korban diskriminasi dalam hal upah dan kesempatan kerja.
Jika keadaan ini tetap dibiarkan hingga berlarut-larut seakan pemerintah tutup mata dan telah menyimpang dari gagasan-gagasan yang telah digaungkan tiga tahun silam.
Lalu Apa yang Harus Diperjuangkan Pekerja?
Jika berkaca di tiga bulan terakhir ini PT Meiloon melakukan kegiatan produksi. Berdasarkan testimoni pemuda yang mejadi pekerja di sana, mereka aktif bekerja lebih 21 hari masuk bekerja dalam satu bulan. Maka dengan kondisi demikian pekerja memiliki hak dinaikan statusnya menjadi PKWT atau PKWTT.
Perjanjian kerja di Indonesia diatur dalam di Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 ini adalah Peraturan Pemerintah pelaksanaan dari undang-undang cipta kerja.
Pada prinsipnya dalam hal pekerja harian bekerja 21 hari atau lebih selama berurut-turut selama 3 bulan maka perjanjian kerja harian sebagaimana maksud pada ayat (2) Pasal 10 PP No. 35 Tahun 2021 menjadi tidak berlaku dan hubungan kerja antar pemberi kerja dengan buruh demi hukum berubah menjadi PKWTT artinya hak pekerja menjadi karyawan tetap bukan pekerja harian. Begitupun pekerja di bawah naungan yayasan sebagai pemberi kerja.
Selain itu para pekerja harian di PT. Meiloon melakukan pekerjaan tertentu yang sifatnya tetap di bagian produksi yang merupakan core bisnis perusahan yang artinya pekerja di Meiloon harus mendapat haknya sebagai PKWTT atau karyawan tetap.
Siapa yang Harus Bergerak?
Jika pekerja harian bergerak hari ini, untuk mendapatkan haknya akan boleh jadi merupakan keputusan yang salah bisa saja para pekerja harian kehilangan pekerjaan dengan sia-sia. Karena berkonflik dengan perusahaan. Untuk itu sebelum nasi menjadi bubur tulisan ini hanya sebagai bahan refleksi bersama, khususnya pemerintah dan perusahaan agar tujuan dan cita-cita investasi di Kabupaten Subang sesuai dengan tujuan mensejahterakan masyarakat sekitar Subang.
Artikel Lainnya
-
129904/04/2021
-
46814/10/2024
-
141327/07/2020
-
Anak-Anak dalam Jeratan Asap Rokok
112626/04/2020 -
53630/10/2023
-
Sepak Bola, Cerminan Kodrat Kemanusiaan Kita
107416/07/2021