Kompleksitas Eksistensi Manusia

Salah satu pertanyaan besar yang tinggal abadi dalam benak manusia ialah tentang manusia itu sendiri. Kehadiran dan keberadaan manusia di tengah ruang yang disebut dunia menjadi sebuah pertanyaan besar yang mesti direnungkan.
Pertanyaan tentang eksistensi manusia itu telah digumuli sejak keberadaan manusia di dunia. Namun, setiap jawaban, argumentasi dan perspektif yang diperkenalkan kepada semua pihak belum mampu memuat sebuah jawaban yang komprehensif dan final; selalu ada suatu ruang yang terlupakan, sebuah “kekosongan perspektif”. Rahasia atas eksistensi manusia itu lantas bergulir dari zaman ke zaman dan menjadi bahan permenungan yang selalu menarik untuk direfleksikan.
Asal-usul manusia menjadi sebuah bahan diskusi dan perdebatan yang menarik. Ada banyak pandangan mengenai “Dari mana manusia berasal?”
Masing-masing cabang ilmu memiliki pandangan yang khas yang didasarkan pada sebuah fondasi berpikir atau persepktif. Pada masa “Cara berpikir filosofis” yang merupakan cara berpikir pertama yang pernah dikenal manusia, pandangan tentang manusia bersifat metafisik dan abstrak. Meskipun didasarkan pada cara berpikir yang sama tetapi jawaban yang diberikan tetap beragam.
Ada yang mengatakan bahwa manusia merupakan hasil emanasi dari Sang Ada; tidak hanya manusia tetapi semua yang ada merupakan hasil emanasi. Itu artinya bahwa asal-usul manusia memiliki sumber yakni Sang Ada. Namun, Sang Ada tidak begitu dikenal dengan baik karena merupakan realitas yang “jauh”. Mereka hanya berpikir bahwa apa yang ada dalam dunia fisik tidak mungkin berdiri sendiri sehingga harus memiliki sumber yang menjadi alasan keberadaannya.
Pada akhirnya, Sang Ada itu ditemukan dan dijadikan sebagai sumber segala yang ada, termasuk manusia. Akan tetapi, konsep asal-usul manusia tersebut tidak mampu memuaskan kehausan intelektual para pemikir yang ada pada zaman itu, sehingga muncul negasi dan transformasi atas pandangan tersebut.
Kelahiran kekristenan membawa warna baru bagi dunia filsafat. Apa yang menjadi pergumulan dalam dunia filsafat juga digumuli dalam kekristenan. Tetapi, kekristenan memperkenalkan sebuah pandangan yang tidak hanya filosofis tapi juga teologis. Inilah warna baru yang dibawa oleh kekristenan. Keduanya memiliki keyakinan yang sama bahwa ada realitas yang melampaui dunia materi yang menjadi dasar eksistensi dari semua yang ada.
Dalam dunia filsafat, realitas itu dikenal sebagai Sang Ada yang sifatnya melampaui dan tidak dikenal. Sedangkan, dalam pandangan teologis (kekristenan) realitas “Yang tidak jelas” itu dinamakan Tuhan. Tentu para filosof murni tidak akan mudah menerima pandangan teologis tersebut karena terkesan “Merendahkan” Sang Ada yang melampaui segala yang ada. Tetapi pandangan teologis ini telah memberikan jalan baru untuk mengenal eksistensi manusia dan dunia.
Konsep teologis Sang Ada tersebut berdampak pada konsep asal-usul manusia. Jadi, keberadaan manusia didasarkan atas kehendak Tuhan. Tuhan dikenal sebagai Sang Kasih. Karena kasih-Nya yang begitu besar sehingga melahirkan segala yang ada termasuk manusia. Segala sesuatu menemukan sumbernya dari Tuhan. Namun, tidak hanya itu, segala sesuatu juga menemukan alasan keberadaanya yakni karena kasih Tuhan.
Artinya ada sedikit kejelasan akan eksistensi manusia meskipun pandangan tersebut tidak dapat diterima oleh semua pihak. Sebenarnya, pandangan filosofis dan teologis tersebut tidak jauh berbeda karena sama-sama meyakini akan adanya realitas yang mendasari kehidupan. Perbedaannya hanya soal identitas Sang Sumber. Teologi seakan-akan memberikan “Penerangan” bagi dunia filsafat yang kabur dalam mengenal Sang Ada.
Pandangan filosofis dan teologis itu ternyata belum mampu memuaskan kehausan intelektual semua pihak. Konsep asal-usul manusia yang dipromosikan itu dilihat masih memiliki “Kekosongan perspektif”. Menjadikan Sang Ada atau Tuhan sebagai sumber dan alasan keberadaan manusia merupakan keputusasaan dalam berpikir. Mungkin itulah yang dikatakan oleh orang-orang yang menegasi pandangan mengenai manusia sebelumnya.
Lantas, kelompok baru itu mendeklarasikan sebuah pandangan baru tentang asal-usul manusia. Mereka memperkenalkan bahwa keberadaan manusia merupakan sebuah “keterlemparan”. Artinya, kehadiran dan keberadaan manusia tidak memiliki alasan apa pun, dia ada begitu saja, terlempar ke dalam dunia.
Pandangan tersebut didasarkan pada sebuah permenungan panjang setelah melihat realitas hidup manusia dari zaman ke zaman. Menempatkan Sang Ada atau Tuhan sebagai sumber segala yang ada memiliki bahaya besar. Jika, Tuhan merupakan sumber segala yang ada dan dikenal sebagai Sang Kasih, lantas bagaimana kita menjelaskan kejahatan yang dilakukan oleh manusia?
Sebenarnya, kelompok ini ingin menempatkan Tuhan di tempat yang semestinya, sehingga memisahkan Tuhan dari manusia. Manusia ada karena terlempar begitu saja dan Tuhan berada “jauh” di luar sana, berdiam dalam keabadian yang murni. Jadi, apa yang terjadi dalam dunia manusia merupakan perbuatan manusia itu sendiri.
Dalam perjalanan waktu, pandangan-pangadangan baru pun bermunculan. Ada yang mengatakan bahwa manusia merupakan hasil evolusi yang terjadi ribuan tahun hingga mencapai bentuk evolusi sempurna dalam wujud “manusia sekarang”. Pandangan ini dipelopori oleh Darwin yang meneliti manusia berdasarkan metode observasi - eksperimental.
Dalam dunia fisika, kebenaran didasarkan pada apa yang ada, yang fisik dan dapat diinderai. Maka, untuk menemukan kebenaran asal-usul manusia tidak perlu dicari jauh-jauh ke dunia metafisik, cukup cari dalam dunia manusia itu sendiri. Untuk itulah dilakukan penelitian atas kehidupan dan peninggalan-peninggalan di masa lampau. Jalan itulah yang mengantarkan Darwin kepada konsep evolusi.
Dalam perkembangan selanjutnya, permenungan tentang asal-usul manusia tidak begitu diminati. Para pemikir zaman modern lebih berfokus untuk meneliti dan merefleksikan bagaimana manusia berziarah di tengah dunia ini. Sekarang yang lebih penting ialah bagaimana menciptakan sebuah kehidupan yang humanis, sehingga objek permenungan para pemikir ini berubah mengenai persoalan dan permasalahan yang terjadi baik di bidang sosial, ekonomi, pendidikan, psikologi, politik dan lain sebagainya. Mungkin hal ini menjadi bahan permenungan yang lebih relevan untuk saat ini ketimbang bergelut untuk memikirkan asal-usul manusia yang tidak memiliki relevansi untuk kehidupan konkret.
Dengan demikian, ada begitu banyak pandangan tentang manusia. Ada yang mencoba melihat manusia secara universal dalam keseluruhan eksistensinya. Namun, ada pula kelompok yang menyempitkan pandangannya tentang manusia (parsial) karena membutuhkan sebuah jawaban yang relevan untuk suatu zaman. Artinya, konsep mengenai manusia sangat komplek dan selalu mengalami kebaruan. Memang, zaman sangat menentukan perspektif terhadap manusia, karena identifikasi umumnya didasarkan pada apa yang terjadi. Namun, untuk memahami eksistensi manusia secara keseluruhan maka kita membutuhkan perspektif yang luas yang tidak lain ialah perspektif filosofis. Sebenarnya, pandangan filosofis tidak hanya memberikan sebuah pemahaman yang universal tentang manusia tetapi juga yang parsial tentang bidang-bidang kehidupan manusia di dunia ini sejauh disadari sungguh.
Akhirnya, manusia merupakan sebuah entitas kompleks. Upaya memahami manusia sama halnya seperti memasuki sebuah labirin yang luas dan tak berujung. Mungkin kita akan diyakini oleh suatu jalan tetapi ketika menjejaki jalan itu kita akan dihantar pada jalan lain, begitu seterusnya. Selama hidup di dunia ini, kita akan berjalan dalam labirin itu, begitu pula dengan pemahaman tentang manusia tidak akan pernah selesai. Kita hanya akan dikatakan telah keluar dari labirin itu atau telah menyelesaikan game labirin ketika realitas kematian menghampiri. Itulah akhir dari sebuah peziarahan sebagai makhluk bumi. Mungkin dalam “Kematian” itu baru kita mendapatkan jawaban yang - mungkin - pasti atas pertanyaan-pertanyaan mengenai eksistensi manusia di dunia. Sekarang, kita hanya bisa mencoba menapaki jalan-jalan yang ada di depan dengan harapan ganda bukan tunggal sehingga perjalanan tidak berhenti pada satu titik melainkan berlanjut hingga kematian menghampiri.
Artikel Lainnya
-
27719/02/2023
-
19418/12/2022
-
126318/05/2020