Ketika Mengetik Tak Abaikan Etika
Seperti ungkapan kalimat bijak, tua itu pasti, dewasa itu pilihan. Hidup di era modernisasi tidak lantas menjadikan kita manusia yang lebih bijak dalam bersikap, bertindak, bertutur kata, bahkan bersosial media.
Riuhnya kebebasan berpendapat harusnya diimbangi dengan tanggung jawab. Berapa banyak pengguna media sosial yang emosinya terpancing tak kala membaca status following maupun followersnya di platform media sosial. Tak jarang sesama pengguna media sosial berselisih paham, penyebabnya dipicu cara penyampaian yang tidak dapat diterima sehingga menimbulkan kesalahpahaman. Berawal dari niat yang baik namun disampaikan dengan cara yang kurang berkenan. Berapa banyak hujatan, cacian terkirim lewat ketikan jari-jari warga net terhadap keluarga, rekan kerja, teman bergaul, fans fanatik pekerja seni yang bahkan tidak saling kenal?
Kondisi ini marak terjadi dan masih berlangsung hingga kini persis seperti bola salju yang menggelinding semakin lama semakin besar. Meski tak melulu berdampak negatif, media sosial sering dimanfaatkan sebagai media saling sindir antar teman pengikut (followers) hingga klarifikasi masalah ke publik.
Terbukti tingkat kedewasaan pengguna media sosial masih tergolong rapuh dalam mengelola media sosial yang dipunya .Perselisihan hingga perselingkuhan tumbuh semakin subur bak jamur di musim komunikasi elektronik. Dimulai dengan sekedar tegur sapa berujung kopi darat hingga aksi unfollow bahkan aksi saling lapor kepada pihak berwajib bila dipikir sudah tidak bisa ditolerir.
Disadari atau pun tidak, media sosial memiliki peran yang signifikan terhadap omzet para pebisnis yang menggunakan media sosial sebagai media promosi. Dari berbagai sektor bisnis mulai dari akun kebutuhan primer, sekunder hingga tersier.
Disisi lain tren giveaway yang beberapa hari belakangan ini menjadi pemicu salah satu artis ibukota nyinyir terhadap rekan seprofesinya merembet pada masalah pribadi yang tak sepatutnya menjadi konsumsi publik. Giveaway yang berarti pemberian cuma-cuma tumbuh dan memiliki daya tarik untuk diikuti karena syarat yang mudah, salah satunya cukup dengan me-like postingan lalu memposting di feed ataupun story platform tertentu dan mengikuti akun terkait yang sudah ditentukan.
Dengan hadiah beragam yang ditawarkan mulai dari buku, fashion, alat memasak, alat make up, uang tunai bernilai jutaan, perlengkapan rumah tangga hingga barang elektronik, emas serta kendaraan roda empat, para pengelola giveaway berlomba-lomba tidak hanya sekedar menambah jumlah pengikut namun juga menarik perhatian pengguna media sosial. Disponsori atau pun dengan biaya sendiri menjadi urusan pribadi masing-masing penyelengara giveaway selama tidak bertentangan dengan norma hukum yang berlaku di negeri ini, merupakan hal yang wajar.
Sudah waktunya setiap pengguna media sosial bijak menyikapi berbagai hal yang ditawarkan oleh glamornya media sosial. Perlu diingat kembali bahwa apa yang ditampilkan dan ditawarkan tidak selalu menggambarkan kondisi sebenarnya. Memang benar bahwa mata kita senang menikmati keindahan, namun jangan terlena pada keindahan yang kasat mata.
Berikut beberapa tips bijak menggunakan media sosial yang bisa kita terapkan, Pertama, batasi waktu penggunaan media sosial. Mudahnya mengakses media sosial dari gawai yang kita miliki mengakibatkan sebagian pengguna media sosial menjadi candu.
Kedua, ikuti akun yang menambah manfaat positif dan bukan sebaliknya. Media sosial menawarkan berbagai akun informasi yang dari sana bisa kita gali informasi seperti akun yang menginformasikan resep masakan, akun yang berisi informasi pendidikan beasiswa, akun yang memberikan informasi psikologi, akun yang mengedukasi dengan berbagai informasi kreatifitas, akun yang berisi informasi kesehatan, hingga akun official para pemangku kebijakan negara.
Ketiga, sebelum berkomentar pada laman media sosial pengguna lainnya, pikirkan perlukah berkomentar. Apakah komentar kita mengandung manfaat atau justru hanya sebuah spam yang sangat mengganggu.
Keempat, pastikan komentar kita memiliki korelasi positif . Terkadang komentar yang bertebaran di kolom komentar bukan lagi komentar yang bersifat konstruktif namun destruktif. Alih-alih memberi semangat, terkadang yang muncul justru penghakiman yang menciderai psikis pengguna media sosial yang kita kunjungi, pada suatu konteks permasalahan yang tidak kita ketahui duduk perkaranya.
Kelima, sesuaikan dengan kemampuan ekonomi. Tidak perlu mengikuti nafsu untuk memiliki sejumlah barang yang ditawarkan di media sosial, konsumsilah barang sesuai kebutuhan, bukan keinginan.
Dengan menerapkan kelima tip tersebut, kita berharap terhindar dari bahaya negatif pemanfaatan media sosial yang kita punya. Sesungguhnya media sosial seperti pisau bermata dua. Semoga kita makin bijak bermedia sosial.
Artikel Lainnya
-
176103/05/2021
-
188107/11/2021
-
125002/05/2020
-
Glorifikasi Self Love, Self-Healing dan Mekanisme Pembelaan Ego Anak Muda
113319/04/2022 -
Partai Politik dan Krisis Kepercayaan Publik
230609/09/2024 -
320311/06/2020