Kesadaran Berpolitik dan Pengawalan Proses Pemilu 2024

Rasanya setiap lima tahun sekali kita jadi melek politk. Kita jadi tersadar akan jadi seperti apa masa depan negara ini. Pemilu memberikan efek euphoria. Pemilu seolah-olah memberi nyawa baru bagi kesadaran berpolitik kita yang telah mati suri. Meskipun begitu menurut pengamat politik, pendidikan politik tidak bisa hanya dilakukan setiap lima tahun sekali.
Berpolitik seharusnya dikerjakan terus-menerus setiap, terutama bagi para pemimpin pemegang kekuasaan. Karena berpolitik adalah nyawa dalam sistem bernegara. Dengan demikian, politik yang baik mampu membuat suatu negara menjadi maju. Keberhasilan berpolitik ditandai dengan kemampuan mengatur sistem bernegara dengan prinsip keadilan.
Maka kita perlu mengawal setiap proses perpolitikan di negeri ini. Dalam konteks ini adalah proses untuk pemilu 2024 nanti. Begitu ramai dan semaraknya para capres-cawapres blusukan ke daerah-daerah untuk mencuri hati rakyat. Atau katakalanlah untuk mendengar keluh kesah mereka. Dari mulai isu klasik tentang kesenjangan pembangunan di Jawa dan di luar Jawa. Isu kebebasan berpendapat dan mengkritik pemerintahan, sampai isu stunting.
Bagaimana pemimpin menanggapi curhatan rakyat? Pemimpin yang baik adalah yang mampu memenuhi aspirasi rakyat. Sejauh ini blusukan adalah cara yang efektif untuk melihat dan merasakan langsung kondisi rakyat. Ini juga bisa menjadi inputan atau bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan apa yang seharusnya dilakukan. Atau sebutlah visi-misi yang akan ditawarkan.
Dari sekian proses menuju pemilu 2024, debat mempunyai daya tarik tersendiri. Baik dari segi adu argumentasi atau segi entertainment-nya. Yang jelas tujuan debat adalah untuk mempengaruhi atau merubah cara berpikir orang lain supaya setuju dengan gagasan kita. Debat yang baik adalah yang bisa menghadirkan pertarungan gagasan bagi solusi terbaik.
Di dalam debat tentulah terjadi adu argument dan gagasan. Penyampaian visi misi. Saling tanggap menanggapi isu. Tapi yang dinanti sebenarnya bukan itu. Ada semacam keinginan dari para penonton debat, kalau bisa debatnya harus entertaining. Mungkin tak perlu visi-misi yang ok asalkan terjadi saling serang-menyerang lawan. Itulah yang dinanti dan ditunggu para penonton. Alam kejiwaan kita memang lebih suka melihat sesuatu yang lebih dramatis, mengandung konflik.
Namun selain dari unsur entertainment-nya, kita juga tidak bisa melupakan isi dari debatnya. Bagaimana mencermati visi dan misi yang ditawarkan oleh para capres dan cawapres? Ada yang berfokus pada solusi praktis-pragmatis, seperti misalnya program pemberian susu dan makan siang gratis. Ada juga program internet gratis. Ada yang berfokus pada sesuatu intangible. Yakni dengan membangun sebuah sistem bernegara yang berkeadilan. Dibanding dengan yang lain, program ini tentu tidak akan mudah dilihat hasilnya dalam waktu dekat. Tidak bisa dilihat secara fisik, tidak bisa dimakan. Sebuah solusi yang substantif alih-alih pragmatif.
Terserah apa program kerjanya, yang jelas rakyat harus mencatat akankah janji-janji politik itu akan terlaksana di kala nanti saat menjabat?
Sejauh ini sudah dilakukan dua kali debat. Pada perhelatan pertama ada debat capres dan yang kedua, debat cawapres. Kabarnya hanya akan ada lima gelaran debat. Dengan kendala terbatasnya agenda, tema debat seharusnya membahas masalah-masalah yang urgent. Misalnya, salah satunya tema perubahan iklim. Sebab selama ini isu tersebut tidak pernah menjadi concern, bahkan malah menjadi bulan-bulanan para oligarki untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya (misalnya sektor energi).
Sungguh miris betapa rendah kesadaran para pemimpin kita. Sementara di luar negeri, pemerintahnya melakukan aturan yang ketat untuk-- misalnya mengurangi emisi karbon. Mereka mulai beralih ke sumber energi terbarukan. Makanya kampanye-kampanye green living gencar dilakukan. Bahkan dalam film sekalipun. Yang terbaru di film Aquaman: The Lost of Kingdom. Film ini menyoroti penggunakan orichalcum yang dapat merusak dunia bawah laut. Orichalcum bisa menjadi analogi untuk gas rumah kaca yang bisa merusak lapisan ozon. Atau bisa juga kita analogikan sebagai kadar polutan berbahaya yang mencemari udara. Film ini juga menyiratkan pesan untuk menjaga eksosistem lingkungan. Manusia dan alam adalah satu kesatuan, apabila salah satu rusak maka akan mempengaruhi yang lain.
Setelah melihat debat capres-cawapres mungkin akan ada dua jenis pemilih. Pertama, pemilih yang memandang debat tidak sebagai faktor pengubah pemilihan. Artinya sedari awal mereka sudah punya jagoan masing-masing. Mereka tidak mempedulikan hasil debat dari capres-cawapresnya.
Kedua, pemilih yang memandang debat sebagai faktor pengubah pemilihan. Saya kira golongan ini adalah golongan kritis. Mereka betul-betul mencermati visi dan misi dari para kandidat capres-cawapres. Kalau dirasa visi-misinya bertentangan dengan apa yang diyakininya tentulah mereka akan memilih calon lain atau bahkan malah golput.
Debat ini memang menjadi ajang yang ampuh untuk membentuk citra yang baik dan kesan yang positif. Tapi akan berbeda citra yang dibentuk dengan karakter asli dan karakter palsu. Seberapa halus dan pintar kita mematutkan diri, kalau tidak didasari dengan niat yang tulus maka diri kita yang sebenarnya akan tampak. Sebaik apa pun kita melakukan pencitraan tapi kalau sehari-hari yang kita lakukan tidak seperti yang kita citrakan, ya lambat laun sifat asli akan terkuak juga.
Dalam melihat hasil debat, kita harus mewaspadai pasangan yang seolah-olah unggul sebagai sebuah “gimmick”. Sebuah usaha untuk menciptakan kesan yang positif. Kita seharusnya memandang debat tak ubahnya seperti pra atu simulasi-perang. Tentu itu bukanlah perang yang sebenarnya. Kalau dalam latihan namanya gladi resik. Dalam ujian namanya try out. Itu semua dilakukan sebagai usaha untuk menghadapi perang yang sebenarnya.
Kita harus sadar juga bahwa selalu ada jarak antara apa yang direncanakan, diagendakan dengan eksekusi di lapangan. Terdengar klise memang tapi itulah faktanya. Tahap eksekusi di lapangan tidaklah semudah jika hanya diomongkan. Diperlukan determinasi dan daya tahan untuk menjaga laju perubahan. Bagaimana seandainya jika tidak kunjung ada sinyal-sinyal perubahan? Langkah apa yang harus dilakukan?
Oleh sebab itu sebaik apa pun hasil debat, para pendukung khususnya dan masyarakat umunya jangan langsung puas dulu. Tetaplah menyisakan cadangan kekecewaan dan kewaspadaan. Lebih baik kita memikirkan kemungkinan terburuknya daripada nanti kecewa dengan harapan yang terlalu tinggi. Karena ini baru awal dari suatu pekerjaan berat. Perang yang sesungguhnya ditentukan setelah kandidat terpilih menjadi presiden dan wakil presiden.
Adapun yang mesti dilakukan oleh para kandidat yakni dengan mematangkan visi-misi beserta turunan strategi pengaplikasian di lapangan supaya itu semua bisa tercapai. Seperti dalam perang, hal-hal ini wajib disiapkan: strategi, taktik, amunisi, serta para pejuang yang militan. Logistik pangan dan obat-obatan juga jangan lupa ketinggalan supaya anda dengan yakin bisa memenangkan pertempuran aslinya.
Begitu ramai, panas dan gaduhnya orang berebut kursi pimpinan di negeri ini, apakah semua jerih payah yang dikeluarkan akan terbayar dengan sebuah kepemimpinan yang adil dan berkemajuan?
Artikel Lainnya
-
133404/11/2020
-
175512/05/2020
-
105504/02/2022
-
Ketika Kaum Muda Diamuk Corona
142118/08/2020 -
145804/01/2021
-
Kelas, Debat dan Pendidikan Karakter
466415/01/2020