Kekerasan Seksual, Media Sosial dan Belum Ada Ruang Aman yang Sesungguhnya

Warga Sipil/Mahasiswa
Kekerasan Seksual, Media Sosial dan Belum Ada Ruang Aman yang Sesungguhnya 07/04/2022 2234 view Hukum rakyatpriangan.com

Kekerasan seksual masih menjadi isu yang banyak dibicarakan belakangan ini. Data Komnas Perempuan mencatat setidaknya terjadi 1.149 kasus kekerasan seksual yang terjadi sepanjang tahun 2021. Tingginya angka kasus tersebut juga diikuti oleh peningkatan pengaduan sebesar 80 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan yang cukup signifikan ini menunjukkan mulai munculnya keberanian para korban untuk melaporkan kasus kekerasan seksual yang mereka alami sejak lama.

Munculnya keberanian ini tidak terlepas dari peran media sosial. Media sosial seakan menjadi ruang aman bagi para korban untuk bersuara dan membagikan pengalaman mereka. Fenomena ini bukanlah fenomena yang baru. Di berbagai belahan dunia telah banyak berkembang gerakan #MeToo (saya juga). Gerakan ini memiliki pola berbagi cerita kekerasan seksual yang dialami korban melalui media sosial.

Kekuatan Media Sosial

Satu dekade yang lalu, tidak pernah terbayangkan media sosial akan dapat memainkan peran penting dalam masyarakat, bahkan pemerintahan. Siapapun dapat menyebarkan pandangan dan keberpihakan melalui Twitter, Instagram atau platform lainnya.

Sebuah ide tidak lagi membutuhkan panggung dan pengeras suara untuk mendapatkan perhatian. Unggahan di media sosial saja sudah cukup. Hal ini tentunya diiringi dengan metode mengemas isu yang dapat membangkitkan emosi. Terutama kasus-kasus yang dekat dengan keseharian masyarakat, termasuk kekerasan seksual.

Pengungkapan kasus kekerasan seksual melalui media sosial adalah hal yang sangat mungkin terjadi. Hal ini dikarenakan media sosial bekerja menyebarkan informasi secara cepat dengan kekuatan solidaritas sesama pengguna. Selain itu, media sosial juga berpotensi membangun kesadaran publik terkait pentingnya penanganan kekerasan seksual.

Salah satu contoh kasus yang masih lekat diingatan adalah kasus kekerasan yang dialami pegawai KPI. Dari cerita yang diungkapkan, korban telah beberapa kali menempuh jalur hukum. Namun, tidak mendapatkan hasil yang diinginkan. Kasus tersebut baru mendapatkan perhatian setelah ia menceritakan kejadian yang ia alami melalui media sosial.

Kasus ini tentunya bukan satu-satunya. Masih ada kasus lain yang serupa. Misalnya kasus “Agni” di Universitas Gadjah Mada (UGM), Baiq Nuril di Lombok, dan ibu di Sulawesi Selatan yang harus mendapati kenyataan ketiga anaknya diperkosa.

Kasus-kasus tersebut menunjukkan kekerasan seksual terjadi tidak mengenal batasan tempat, usia, hingga gender. Kekerasan seksual bisa terjadi mulai dari ruang publik, tempat kerja hingga lingkungan kampus. Bisa juga terjadi pada anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Tidak memandang korban laki-laki atau perempuan.

Belum Ada Ruang Aman

Hadirnya media sosial sebagai alternatif pengungkapan kekerasan seksual belum berarti memberikan jaminan sepenuhnya terhadap korban. Pengungkapan melalui media sosial hanya sebagai langkah awal penanganan. Penanganan selanjutnya masih banyak menemui jalan berliku. Bahkan buntu.

Sebuah studi dari Indonesian Judicial Research Society (IJRS) pada tahun 2020 menunjukkan sebanyak 57 persen kasus kekerasan seksual tidak mendapat penyelesaian. Beberapa korban pada akhirnya diharuskan meminta maaf dan berdamai dengan pelaku. Posisi korban justru menjadi semakin rentan.

Studi tersebut menunjukkan betapa lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Titik paling parah adalah ketika korban kekerasan seksual dikriminalisasi akibat melaporkan kejadian yang dialaminya. Belum lagi, korban kekerasan seksual berada di lingkungan dengan budaya patriarki yang masih sangat kuat. Kerap kali, korban justru disudutkan dan disalahkan atas kejadian yang menimpa mereka.

Keadaan-keadaan tersebut bertolak belakang dengan penanganan kasus kekerasan seksual yang harusnya lebih berpihak pada korban, keluarga korban, ataupun saksi. Hal lain yang juga harus diperhatikan yaitu pendampingan serta pemulihan terhadap korban. Mengingat kekerasan seksual tidak hanya berdampak pada fisik, tetapi juga mental.

Tidak Seharusnya Korban Mencari Keadilan Secara Mandiri

Salah satu kelemahan kita dalam penangan kekerasan seksual adalah belum adanya payung hukum yang jelas. Hal inilah yang membedakan kita dengan negara lain seperti China, Korea Selatan dan India. Pada negara-negara tersebut, aktivisme digital terkait kekerasan seksual dijemput oleh sistem hukum yang kuat dan dukungan pemerintah serta publik secara lebih luas.

Tanggung jawab negara menjadi cukup penting dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Tidak seharusnya korban mencari keadilan secara mandiri. Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam mewujudkan tanggung jawab tersebut adalah menghadirkan payung hukum yang lebih komprehensif terkait penanganan kekerasan seksual.

Harapan akan adanya payung hukum tersebut ada pada RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual). Setelah tidak berhasil disahkan pada 2021, RUU ini kembali masuk menjadi RUU Inisiatif DPR untuk dibahas pada tahun 2022, dan berubah nama menjadi RUU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual).

Pengesahan RUU ini diharapkan bisa melindungi korban kekerasan seksual. Selain aspek penanganan, RUU ini juga memuat kewajiban pendidikan seksual di sekolah. Hal lain yang juga dijamin adalah adanya ruang publik yang aman serta adanya pendampingan terhadap korban kekerasan seksual dalam mencari keadilan.

Namun, disahkannya RUU ini menjadi RUU Inisiatif DPR bukan berarti akan berjalan mulus untuk diundangkan. Pemerintah dan DPR harus mampu mengakomodasi pengalaman perempuan, korban, dan kelompok rentan dalam pembahasan RUU ini. Partisipasi publik dibutuhkan untuk mengawal RUU TPKS agar tidak melenceng dari tujuan awal pembentukannya yaitu menghadirkan ruang aman dari tindak kekerasan seksual.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya