Kartu Pra Kerja : Untuk Siapa Dan Mengapa?

Mahasiswa
Kartu Pra Kerja : Untuk Siapa Dan Mengapa? 19/04/2020 1841 view Opini Mingguan pixabay.com

Di tengah pandemik Covid-19, pemerintah telah mengeluarkan banyak kebijakan dalam rangka mengatasi berbagai dampak pandemik ini. Pemerintah tidak saja berfokus pada esensi masalah pandemik, namun juga memperhatikan berbagai dampak lain akibat Covid-19. Selain terus berupaya memutus rantai penyebaran serta mengupayakan penyembuhan pasien, pemerintah juga melihat cabang-cabang dampak dari munculnya pandemik yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China.

Berbagai sektor kehidupan masyarakat tidak luput dari dampak pandemik ini, yang paling besar dampaknya terjadi pada sektor perekonomian. Roda perekonomian dunia seakan berhenti berputar dan kerugian besar-besaran dialami oleh semua negara, tidak terkecuali Indonesia. Dilansir dari Pasardana.id, Senin, 9 Maret 2020, ekonom Institute Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira memproyeksi, ekonomi Indonesia berpotensi kehilangan Rp 127 triliun seiring dengan prospek pertumbuhan yang kian tertekan.

Akibat pengaruh pandemik Covid-19 juga, Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II tahun ini berada di kisaran 1,1% (Detik.com, 10 April 2020). Di sisi lain Menteri keuangan dalam konferensi pers, Selasa (14/4/2020) memprediksi perekonomian Indonesia pada kuartal II bisa turun 0,3% hampir mendekati nol atau bahkan negatif growth di minus 2,6% (CNBC Indonesia, 14 April 2020).

Jika melihat berbagai prediksi di atas, tidaklah pantas jika kemudian kita mengaminkan hal itu, pemerintah tentunya berupaya agar bisa memperbaiki keadaan perekonomian Indonesia. Namun, tidak pantas juga kemudian kita mengacuhkan prediski di atas. Masalah-masalah yang dapat kita lihat, sebagai faktor penyebab merosotnya perekonomian Indonesia sudah dapat kita lihat dalam beberapa hal. Sebagai contoh, terjadinya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dan berhentinya berbagai aktivitas UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah).

Dilansir dari CNBC Indonesia, per tanggal 16 April 2020, jumlah perusahaan dari sektor formal yang merumahkan dan mem-PHK pekerjanya mencapai 83.546 perusahaan. Sedangkan dari sektor informal, jumlah perusahaan yang terdampak adalah 30.794 perusahaan. Hal ini berdampak pada para pekerja, yang mana pada sektor formal, yang mem-PHK dan merumahkan pekerjanya mencapai angka 1.500.156 pekerja. Sedangkan pada sektor informal, yang mengalami PHK dan dirumahkan mencapai 443.760 pekerja. Persoalan ini belum termasuk jumlah UMKM yang terdampak serta kerugian yang mereka alami.

Selain itu, para pekerja harian yang mengandalkan upah perhari juga sangat menderita akibat pandemik ini. Contoh saja para ojol yang orderannya menurun serta para pedagang kaki lima yang pendapatannya menurun bahkan ada yang tidak memperoleh pendapatan sama sekali. Ini adalah kondisi negeri kita saat ini, inilah masalah bangsa dan negara yang harus kita terima. Menyikapi hal ini, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia serta memperhatikan masyarakat yang terdampak. Salah satu kebijakan itu adalah pemberian kartu pra kerja.

Kartu pra kerja adalah salah satu bagian dari janji kampanye Jokowi ketika mencalonkan diri pada pemilihan presiden 2019. Sejatinya, kartu pra kerja ini adalah bantuan biaya pelatihan bagi masyarakat Indonesia yang ingin memiliki atau meningkatkan keterampilan. Pada awalnya, rencana kartu pra kerja ini diprioritaskan bagi para pencari kerja usia muda. Namun ketika bencana non alam seperti saat ini, pemerintah kemudian mengalihkan prioritas target penerima. Jika awalnya prioritasnya adalah para pencari kerja kaum muda, kini prioritasnya adalah para korban PHK dan UMKM yang terdampak pandemik Covid-19.

Untuk mendaftar sebagai penerima kartu pra kerja, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh masing-masing calon. Persyaratannya adalah, harus WNI (Warga Negara Indonesia), berumur diatas 18 tahun, tidak sedang menempuh pendidikan, dan syarat terakhir adalah bukan penerima bantuan sosial. Bagi peserta yang lolos, akan memperoleh bantuan biaya sebesar Rp3.550.000 per orang. Rinciannya adalah, 1 juta untuk biaya pelatihan, insentif pasca pelatihan sebesar Rp. 600.000 per bulan selama 4 bulan, serta insentif survei bekerja sebesar Rp. 50.000 setiap kali survei selama 3 kali survei.

Untuk gelombang pertama yang sudah dilaksanakan, pemerintah mencatat sebanyak 5.965.048 orang peserta, sebanyak 4,428 juta terverifikasi melalui email, dan sebanyak 2,07 juta memenuhi kriteria. Selanjutnya dari 2,07 juta peserta yang lolos, akan diambil 200.000 saja untuk ikut pelatihan program. Meskipun program ini sudah dijalankan, ada beberapa masalah yang mengakibatkan kebijakan ini dinilai kurang efektif.

Pertama, masyarakat yang menjadi target dari kebijakan ini tidak jelas. Janji kampanye Jokowi menjadikan masyarakat pengangguran sebagai target. Prioritasnya adalah kaum muda yang mencari pekerjaan. Namun kemudian seiiring berjalannya waktu, ketika menghadapi pandemik ini sasarannya berubah. Kini yang menjadi prioritas dari kebijakan ini adalah korban PHK dan UMKM yang terdampak. Lalu ada persyaratan selanjutnya yaitu bukan sebagai penerima bantuan sosial. Sasaran awal dan perubahannya saat ini sudah tidak sesuai, penyampaian syarat yang terakhir juga baru disampaikan. Ini membingungkan masyarakat, serta menghilangkan harapan masyarakat. Begitu besarnya antusias masyarakat yang mendaftar, yakni hampir 6 jutaan tersebut menunjukan kebutuhan dan ketergantungan masyarakat akan bantuan tersebut.

Kedua, tujuan kartu pra kerja saat ini membingungkan. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam program Blak-blakan yang tayang di detik.com mengatakan “Pemerintah sudah punya program, jadi kalau yang butuh sembako ikut program sembako saja nggak usah ikut mendaftar program kartu pra kerja, tapi cari sembako.” Kebijakan ini lebih kepada pemberian pelatihan dan peningkatan keterampilan seseorang, bukan program bagi-bagi sembako. Namun anehnya, yang menjadi prioritasnya adalah pelaku UMKM dan korban PHK.

Pertanyaan sederhananya, jika memang kebijakan ini tetap dimaksudkan sebagai program pelatihan, mengapa targetnya harus dirubah? Hemat saya, pelaku UMKM dan korban PHK adalah orang-orang-orang yang sudah memiliki ketrampilan yang sangat memadai. Mereka mampu membangun usaha mereka dan menghasilkan keuntungan yang besar, lalu alasan terjadinya PHK lebih diakibatkan pemasukan yang berkurang dari suatu perusahaan, bukan keterampilan pekerja.

Jika tujuannya adalah pelatihan, maka seharusnya yang menerima program ini adalah pengangguran yang sesuai janji kampanye Jokowi. Merekalah yang lebih membutuhkan pelatihan sebagai modal bagi mereka untuk terjun ke dunia kerja. Lalu salah satu syaratnya adalah bukan sebagai penerima bantuan sosial. Alasannya adalah untuk pemerataan bantuan, sehingga semua masyarakat dapat memperoleh bantuan.

Jika maksudnya adalah sebagai pemerataan, mengapa kemudian harus ada yang diprioritaskan? Program kartu pra kerja ini adalah program pelatihan, maka saat ini seharusnya tidak perlu ada prioritas-prioritas, karena semua orang memiliki hak untuk meningkatkan keterampilan. Jika prioritas itu dikarenakan sebagian orang sudah memperoleh bantuan sosial, maka hemat saya program kartu pra kerja tidak ada bedanya dengan bantuan sosial lain. Ini sudah keluar dari janji kampanye Jokowi. Sangat tidak relevan antara kebutuhan pelaku UMKM dan korban PHK dengan program yang dibuat. Para korban PHK butuh uang untuk membeli sembako, bukan paket latihan.

Ketiga, lapangan pekerjaan tidak ada, namun pemerintah terus menyiapkan pekerja. Keanehan dari program pemerintah yang satu ini adalah berbanding terbaliknya antara pekerja dengan lapangan pekerjaan. Harusnya pemerintah menyiapkan lapangan pekerjaan dulu, baru menyiapkan pekerja. Angka pengangguran di Indonesia per Agustus 2019 berjumlah 7,05 juta jiwa, jumlah ini tentunya bertambah akibat adanya Covid-19. Pemerintah harusnya fokus pada pengadaan lapangan pekerjaan, bukan mengeluarkan anggaran besar untuk melatih para pekerja, sementara di sisi lain, lapangan pekerjaanya tidak tersedia. Ini sama saja akan membuang anggaran dan menunjukan ketidakefisienan pemerintah.

Keempat, adanya kekhawatiran akan terjadi PHK besar-besaran dari perusahaan, karena pemerintah menjamin korban PHK. Melihat prioritas dari program ini adalah UMKM dan korban PHK, maka peluang terjadinya PHK semakin besar. Perusahaan tidak akan ragu-ragu memPHK pekerjanya karena ada jaminan kartu pra kerja dari pemerintah. Jika ini terjadi maka pekerja akan semakin dirugikan. Belum lagi, untuk memperoleh kartu pra kerja harus melalui seleksi dan peluangnya juga kecil.

Masalah-masalah ini seharusnya dapat diperhatikan oleh pemerintah, kejelasan kebijakan harus ada. Pengkomunikasian kebijakan kepada masyarakat harus dilakukan terus menerus untuk menjamin semua masyarakat berpartisipasi dalam setiap kebijakan. Prioritas harus sesuai kebutuhan masyarakat.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya