Jevenile Delinquency dan Jalan Pembebasan Remaja

Alumni IFTK Ledalero
Jevenile Delinquency dan Jalan Pembebasan Remaja 14/03/2023 585 view Pendidikan id.depositphotos.com

Juvenile delinquency atau kenakalan remaja bukanlah hal baru diperbincangkan. Pembahasan tentang kenakalan remaja sudah ada seiring perkembangan manusia. Remaja dalam pembahasan, secara umum dikategorikan sebagai masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa awal.

Kata remaja secara etimologis dalam Amirulloh (2015) diadopsi dari Bahasa Latin, yaitu adolescentia yang berarti menjadi dewasa atau berkembang menuju dewasa. Perkembangan tersebut meliputi perkembangan biologis, sosiologis, psikologis, dan akademis-intelektual.

Remaja dalam proses perkembangannya sangat dipengaruhi oleh faktor sosiologis dan psikologis. Dua faktor inilah yang mendorong para remaja untuk menentukan sikap dalam berbagai situasi. Dua faktor tersebut juga menjadi tolak ukur keberhasilan para remaja dalam melewati masa transisi tersebut.

Setiap anak yang telah memasuki masa remaja niscaya mengalami kegoncangan secara psikologis-emosional. Hal ini disebabkan oleh krisis jati diri akibat dari perubahan status sosial dari anak-anak menuju dewasa awal. Perubahan status tersebut membuat para remaja kebingungan dalam menentukan sikap. Sebagian remaja mensiasati situasi ini dengan mengikuti kegiatan-kegiatan positif, tetapi sebagian remaja menanggapinya dengan sikap acuh tak acuh, tidak peduli, bahkan menarik diri dari lingkungan sekitar.

Penarikan diri dari lingkungan sekitar justru mendorong remaja untuk membentuk dunianya sendiri. Banyak remaja terjebak dan jatuh dalam situasi yang membahayakan dirinya. Pada umumnya, para remaja terjebak dalam budaya instan. Para remaja enggan bekerja keras untuk memperoleh sesuatu, tetapi ingin menggunakan cara pintas yang belum tentu benar. Budaya instan remaja berangkat dari cara berpikir utopis. Para remaja cenderung kurang tidur tetapi banyak mimpi, atau berangan-angan tinggi tetapi nihil usaha. Akibatnya, banyak remaja frustasi karena mimpi-mimpinya tidak menjadi kenyataan.

Selain itu, salah satu sifat yang tampak dalam diri para remaja adalah bermalas-malasan. Banyak remaja yang malas mengurus diri bahkan lingkungannya. Hal ini berdampak dalam tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada remaja. Remaja dalam situasi ini cenderung menghindar dari tugas dan tanggung jawab tersebut, apalagi tugas yang memberatkan para remaja. Keadaan tersebut akan semakin parah apabila para remaja kurang atau sama sekali tidak mendapat perhatian dari pihak-pihak yang bertanggung jawab, seperti keluarga (orang tua), sekolah, pemerintah, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat luas.

Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, propinsi dengan tingkat kriminalitas tertinggi adalah Sumatra Utara dengan jumlah 36. 534 kasus dan terendah Kalimantan Utara 971 kasus, sedangkan Nusa Tenggara Barat berjumlah 6.296 kasus, Nusa Tenggara Timur 909 kasus, dan Bali 2.404 kasus.

Banyaknya kasus kriminalitas yang terjadi tidak dapat dimungkiri adanya keterlibatan para remaja. Kenakalan remaja (juvenile delinquency) dapat berupa tindakan tercela yang bertentangan dengan nilai-nilai moral, susila, dan agama dalam kehidupan bersama, seperti melawan otoritas orang tua, perkelahian, terjerat narkoba, dan terjerumus dalam pornografi dan pornoaksi.

Melihat banyaknya problematika tersebut upaya untuk mencegah sekaligus meminimalisasi kenakalan remaja mesti terus digencarkan. Upaya pencegahan dan peminimalisasian ini dilihat penulis sebagai jalan pembebasan bagi remaja. Upaya tersebut mencakup tindakan preventif dan kuratif.

Tindakan preventif merupakan upaya pencegahan yang dapat diterapkan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam lingkungan keluarga, misalnya menghindari keretakan rumah tangga atau broken home. Anak-anak yang mengalami keretakan rumah tangga cenderung mengalami ketidakstabilan emosi sehingga mudah terjerumus dalam kenakalan remaja.

Lingkungan keluarga juga perlu melakukan pengawasan secara intensif baik dalam dunia maya maupun dunia nyata terkait dengan aktivitas remaja dan memastikan tidak ada aktivitas yang berpotensi meningkatkan perilaku negatip remaja. Keluarga menjadi tempat bertumbuhnya kasih sayang yang merata, penanaman pendidikan agama yang sesuai dan menjadi sumber edukasi pertama tentang kewajiban dan tanggung jawab baik pada masa kini maupun masa depan remaja.

Selain lingkungan keluarga, sekolah menjadi tempat kedua remaja memperoleh pembinaan baik secara mental maupun intelektual. Walaupun sekolah menjadi tempat pembinaan dari kedua hal tersebut, sekolah bukan tempat penitipan. Dewasa ini, kebanyakan orang tua menganggap sekolah sebagai tempat penitipan anak-anak mereka. Akibatnya, sekolah selalu menjadi kambing hitam dari segala macam persoalan remaja. Dengan demikian, sekolah hendaknya menjadi wadah pengembangan kurikulum yang mengutamakan koherensi dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik remaja serta menerapkan metodologi belajar-mengajar yang menarik minat remaja, mengoptimalisasikan pendidikan agama yang sistematis, kontekstual, dan non diskriminatif serta meningkatkan pengawasan dan disiplin terhadap tata tertip sekolah.

Remaja dalam lingkungan masyarakat juga perlu diperhatikan. Masyarakat hendaknya menjadi pengontrol aktivitas remaja dalam basis yang lebih luas. Bentuk perngontrolan tersebut dapat berupa peningkatan ketrampilan, pembinaan olahraga dan seni, penyuluhan mental keagamaan, pengembangan dan perluasan perpustakaan, dan masih banyak hal positif, guna mengisi waktu luang para remaja.

Di samping tindakan preventif terdapat juga tindakan kuratif. Tindakan kuratif merupakan usaha yang diberikan untuk merehabilitasi remaja pasca tindakan represif. Usaha kuratif yang diberikan niscaya dapat membantu remaja dalam merefleksikan kembali tindakan tidak wajar yang dilakukannya. Remaja dalam konteks ini diberikan stimulus, harapan, dan fasilitas untuk memperbaiki kesalahanya. Usaha ini membutuhkan ruang dan prinsip yang efisien dan efektif. Ruangan yang diberikan mesti benar-benar menjadi rumah bagi para remaja dan prinsip yang diberikan mesti seimbang.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya