Integritas, Kejujuran, dan Perang Melawan Korupsi

Kasus korupsi di Indonesia selalu terjadi setiap tahun. Tidak jarang pelakunya adalah para pejabat. Tindakan korupsi ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, sebab tindakan ini mengurangi keuangan negara dengan skala besar.
Memang, selama ini pihak hukum telah bertindak tegas terhadap mereka yang telah melakukan korupsi. Namun, hal ini masih saja terus terjadi. Problematika ini hendaknya diatasi dengan bijak dan tanggap oleh pemerintah. Jika masalah ini tidak kunjung diatasi, maka Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia akan mendapatkan nilai terendah seiring berjalannya waktu.
Akhir-akhir ini banyak media informasi menayangkan berita kasus korupsi. Para koruptor ternyata tersebar di tanah air, baik di pemerintah pusat maupun daerah. Salah satu koruptor yang sedang hangat diperbincangkan di media informasi saat ini adalah Stepanus Robin Pattuju. Ia adalah seorang akademi kepolisian yang telah bergabung di KPK sejak 2009.
Sebagaimana yang dilansir oleh CNN Indonesia, ada lima perkara yang membuat Stepanus Robin Pattuju terlibat dalam korupsi suap. Salah satu dari kelima perkara tersebut ialah tentang dugaan penyelewengan dana bantuan sosial Covid-19 di Kabupaten Bandung dan sekitarnya.
Perkara ini terjadi ketika Robin mengadakan beberapa pertemuan dengan Wali Kota Cimahi, Ajay Muhammad Priatna di salah satu hotel di Jakarta. Dalam pertemuan itu, Robin meminta dana sejumlah Rp1,5 Miliar, namun Ajay hanya sanggup membayar Rp 507 Juta.
Berdasarkan kasus tersebut, sudah terbukti jelas bahwa korupsi yang dilakukan oleh Robin merugikan keuangan negara. Jika kita memandang dalam perspektif tugas KPK, maka kita mengetahui bahwa Robin tidak menjalankan tugasnya sebagai pegawai KPK. Padahal tugas utama KPK itu adalah memberantas korupsi.
Tugas tersebut dilimpahkan kepada KPK supaya orang benar-benar takut melakukan korupsi dan tidak memiliki kesempatan untuk melakukan korupsi. Seharusnya Robin memiliki tanggung jawab mengemban tugas-tugas tersebut, bukan sebaliknya. Bukannya membuat orang takut melakukan korupsi, dia malah menjadi pelaku.
Tindakannya ini menyadarkan kita bahwa dia tidak memiliki rasa takut dan malu untuk melakukan korupsi. Pada akhirnya kita sadar jika negara ini membutuhkan orang-orang yang berintegritas dan menjunjung tinggi nilai kejujuran.
Pendidikan anti korupsi memang menjadi ujung tombak untuk memerangi korupsi. Pendidikan ini bersumber dari UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. UU tersebut menjelaskan bahwa KPK diberi wewenang untuk menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi di setiap jenjang pendidikan.
Akan tetapi, hal itu belum cukup. Masih ada senjata lain yang perlu dipakai untuk merubah negara ini menjadi negara yang bersih dari korupsi. Jika kita bertolak dari kasus Robin, maka pertama-tama yang perlu dibenahi dalam negara ini adalah sistem pemerintahan.
Indonesia seharusnya memiliki sistem yang terintegritas di setiap sektor pemerintah. Dengan adanya sistem ini, IPK Indonesia dapat meningkat secara signifikan. Sistem yang terintegritas telah diberlakukan terlebih dahulu di negara yang menduduki peringkat IPK tertinggi di dunia. Negara-negara yang dimaksudkan ialah Denmark dan Selandia Baru.
Berdasarkan informasi dari CNN Indonesia, Indeks Persepsi Korupsi di kedua negara itu mencapai score 88 per tahun 2020. Alangkah baiknya sistem yang dimiliki oleh Denmark dan Selandia Baru tersebut diberlakukan pula di Indonesia. Sistem tersebut tentu memiliki tujuan yang sangat baik, entah itu bagi negara maupun bagi masyarakat yang mengabdikan diri di setiap sektor pemerintahan.
Untuk memperkokoh sistem yang terintegritas, hukum juga harus dilibatkan. Hukum yang diberikan kepada mereka yang melakukan korupsi harus mampu memberi efek jera. Undang-undang yang mengatur tindak pidana korupsi di negara Indonesia saat ini memang sudah baik, akan tetapi dengan adanya undang-undang tersebut sepertinya masyarakat belum memiliki rasa malu dan jera. Akibatnya kasus-kasus korupsi masih sering terjadi.
Nilai kejujuran juga adalah hal penting dalam memerangi korupsi. Setiap pekerja di Indonesia, baik itu mereka yang bekerja di sektor pemerintahan maupun swasta harus menanamkan nilai ini. Perlu diketahui bahwa nilai kejujuran tidak hanya ditujukan bagi para pekerja saja, melainkan juga bagi para pelajar yang kini sedang menempuh pendidikan di sekolah maupun perguruan tinggi. Maka dari itu, selain pendidikan anti korupsi, setiap jenjang pendidikan juga diharapkan menanamkan nilai ini kepada para pelajar.
Ada baiknya jika sistem pemerintahan yang terintegritas juga diterapkan dengan nilai kejujuran. Nilai ini menjadi tiang utama dalam membangun sistem itu. Jadi, dalam hal ini bisa dikatakan bahwa integritas dan kejujuran adalah dua pilar yang memiliki daya guna untuk meminimalisir adanya kasus korupsi.
Integritas dan kejujuran tidak hanya dituntut bagi sistem pemerintahan. Kita sebagai masyarakat, baik itu yang kaya atau yang miskin, pekerja maupun pelajar, orang tua maupun anak-anak diajak untuk menjadi agen yang menjadikan Indonesia bersih dari korupsi. Maka dari itu, integritas dan kejujuran wajib dimiliki pula oleh setiap masyarakat.
Artikel Lainnya
-
94831/01/2021
-
198713/07/2020
-
202515/06/2021
-
120614/09/2021
-
Menjaga Netralitas Organisasi Kemahasiswaan Pada Pilkada Serentak 2020
154007/10/2020 -
Catatan Redaksi: Reaksi Normal Atas Situasi Abnormal
176310/04/2020