Influencer Dan Tanggung Jawab Sosial Yang Tidak Bisa Ditawar

Analis Kebijakan, Pascasarjana Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran
Influencer Dan Tanggung Jawab Sosial Yang Tidak Bisa Ditawar 18/05/2020 929 view Opini Mingguan wallpaperflare.com

Pandemi saat ini akan mengubah peta Influencer secara total. Pandemi akan memilah antara Influencer yang benar-benar mengkreasi konten dengan influencer yang sekadar mengejar exposure. Selanjutnya, pandemi akan menguji sejauh mana influencer mampu memberikan pengaruh nyata pada lingkungan masyarakat. Tentu bukan dalam peningkatan konsumerisme yang biasanya para influencer sebarkan pada publik, melainkan tanggung jawab sosial sebagai bagian dari masyarakat.

Telaahan dan fenomena influencer semakin ramai semenjak munculnya berbagai platform media sosial dan meningkatnya penggunaan gawai di Indonesia. Perlu kita ketahui bahwa Indonesia sendiri adalah pasar raksasa dalam penggunaan gawai. Lembaga riset digital marketing, Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif gawai di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu Indonesia akan menjadi negara pengguna gawai terbesar keempat setelah China, India dan Amerika (Data dikutip dari Kominfo.go.id).

Bukan sebuah kebetulan jika menjadi influencer adalah impian kebanyakan anak muda zaman sekarang. Terkenal, berpendapatan besar, mempunyai pengaruh dan memiliki banyak konstituen alias followers bak pejabat publik adalah paket komplit menjadi seorang influencer. Bahkan dengan modal tersebut bisa membuat Anda mampu memvonis seseorang di dunia maya dan melenyapkannya sekejap mata dari media sosial.

Lalu dengan dalil apa influencer tidak musti bertanggung jawab pada lingkungan sosial ? sebuah kebohongan bila ada influencer yang tidak menyadari pengaruh besarnya tersebut. Justru merekalah yang musti memberikan opini dengan narasi yang kreatif.

Di tengah pandemi, semua kekuatan harus padu. Gerak solidaritas masyarakat umum dengan di dorong pengaruh para influencer secara kolektif kolegial adalah bentuk tanggung jawab sosial paling nyata dan terasa secara langsung atau tidak langsung pada masyarakat.

Popularitas dan Kapabilitas Individu

Zaman dahulu penguasa adalah yang mampu mengarungi lautan mencari banyak harta. Tapi hari ini yang berkuasa adalah siapa saja yang wajahnya terpampang dalam algoritma media sosial.

Algoritma yang tersusun kemudian menjadi modal utama untuk menjadi influencer. Esensi dari modal utama tersebut adalah popularitas. Dalam bidang apapun hari ini, baik musik, fashion, bahkan politik, akan selalu ada influencer yang senantiasa memberikan opininya sebagai upaya mempengaruhi publik. Menjadi seorang influencer bukan hanya upaya meningkatkan pembelian brand tertentu. Lebih dari itu, di era media sosial seperti sekarang, influencer menjelma menjadi seorang tokoh yang digugu dan ditiru oleh pengikutnya di media sosial.

Sejalan dengan itu, tidak semua influencer membekali dirinya dengan kapabilitas diri yang mumpuni. Sebagian dari mereka mungkin hanya ketiban durian runtuh yang tiba-tiba mendadak viral lalu kemudian terkenal. Sehingga kemampuan mereka untuk menyadari bahwa mereka bertanggung jawab pada lingkungan sosial adalah hal yang hampir mustahil.

Keterlibatan Influencer dengan masyarakat

Kekuatan mempengaruhi yang melekat pada infuencer merupakan argumentasi yang cukup adil untuk mendasar bahwa influencer bertanggung jawab kepada lingkungan sosialnya.

Tentu kita tidak bisa melakukan generalisasi kepada seluruh influencer, begitupun pada seluruh lapisan masyarakat. Karena influencer sendiri terbagi kedalam banyak klasifikasi dan tingkatan. Semakin tinggi tingkatannya maka semakin luas pula pertanggung jawabannya terhadap masayarakat. Persoalan ini tentu tidak akan menemui titik adil jika dilihat dari sisi normatif. Kita musti menelaahnya secara mendalam hingga sampai pada analisa etis dalam struktur sosial masyarakat.

Sebagian influencer menyadari betul pengaruhnya pada masyarakat sehingga tidak sedikit influencer yang melakukan aksi sosial di masa pandemi sekarang. Salah satu contoh adalah Rachel Venya yang mampu mengumpulkan donasi lebih hingga 7 M. Dia merupakan bukti bahwa influencer yang memadukan popularitas dengan kapabilitas, bisa bersama-sama terlibat dalam melakukan solidaritas organik bersama para pengikutnya untuk masyarakat yang lebih luas.

Influencer lainnya adalah Najwa Shihab. Lewat channerl youtube Narasi, perempuan yang biasa dipanggil Nana mengajak para musisi untuk melakukan konser dari rumah masing-masing sambil mengumpulkan donasi. Dan lewat aksi tersebut Najwa mampu mengumpulkan donasi hingga 4,5 M.

Tanggung jawab melekat pada individu, apalagi sosial

Tindakan tidak bisa dilepaskan dari pelakunya. Predikat tidak bisa sah tanpa ada subjeknya. Begitupun influencer tidak bisa dipisahkan dari pengaruhnya pada publik, terkhusus para pengikutnya. Hubungan influencer dengan pengikutya mengandung engagement yang secara etis mengharuskan para influencer untuk memberikan edukasi pada pengikutnya.

Tanggung jawab bukan soal filantropi atau kesukarelaan. Tanggung jawab adalah aksi etis seorang manusia dalam menjalani kehidupannya. Ketika ia hedak berkata atau bertindak, maka kata dan tindakannya adalah dirinya. Begitulah tanggung jawab seharusnya dimengerti. Tanggung jawab bukan soal mau atau tidak. Tanggung jawab itu sejalan dengan apa yang dimiliki dan diberi.

Influencer yang diberikan pengaruh berkat adanya media sosial pun bertanggung jawab atas apa yang ia tampilkan di medianya. Ia akan diidentifikasi dan diimitasi oleh para pengikutnya. Dan hal tersebut merupakan hal dasar dalam sosiologi yang wajar terjadi.

Apabila ada influencer yang merasa dirinya tidak ikut bertanggung jawab atas apa yang terjadi di masyarakat secara umum, khususnya di masa pandemi seperti sekarang, bahkan tak acuh dan malah mempertontonkan tindakan yang tidak esensial pada masyarakat, biarkan saja. Tidak ada obat bagi manusia yang tidak sadar dalam keadaan hidup melainkan tersadarkan oleh keadaan yang mendesaknya berpikir bahwa ia akan kembali pada lingkungan sosialnya yang nyata, bukan maya.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya