Indonesia, Saatnya Kau Berubah

Penulis
Indonesia, Saatnya Kau Berubah 17/03/2020 1376 view Lainnya Pixabay.com

"Pasang masker dan jangan sentuh wajah ketika di pesawat ya," demikian pesan singkat professor saya mengetahui saya akan kembali ke Taiwan di awal Februari lalu.

Pandemi Covid-19 yang bermula di Wuhan Tiongkok sejak Januari 2020 telah menjadi perhatian World Health Organization (WHO) yang berdampak pada ketakutan di seluruh dunia. Masker bedah dan hand sanitizer, menjadi barang langka, disusul dengan tisu toilet dan makanan instan.

Kepanikan akibat COVID-19 benar-benar tersebar hampir di seluruh dunia, dipicu oleh perulangan berita di media massa. Warga di Australia dan Eropa berebut tisu toilet, warga AS mengolok dan melakukan tindak kekerasan kepada pejalan kaki yang berwajah oriental dan lucunya, warga negeriku malah berebut menimbun masker untuk dijual lagi demi mendapat keuntungan yang besar. Sungguh Covid-19 bukan hanya menjangkiti kesehatan, namun pelan-pelan menguatkan egoisme kita, menurunkan sisi humanis kita.

Dimana aksi nyata dari para pemimpin negeri ini? Apakah himbauan dari influencer kondang tentang cuci tangan dengan sabun dan social distancing saja cukup untuk mengatasi pandemi ini? Mengapa tidak ada aksi untuk meluruskan kepanikan masyarakat?

Dari sisi pandang warga, sebagai komponen terendah di masyarakat karena tidak memiliki kuasa untuk mengontrol massa yang lebih luas, tentu menjaga keselamatan diri sendiri dan keluarga adalah tindakan yang paling masuk akal. Namun, hal ini tidak akan efektif untuk mengatasi pandemi dalam skala nasional. Kepanikan ini menyebabkan kelangkaan masker yang juga mempersulit tenaga medis sebagai garda terdepan menangani pandemi ini.

Mengapa pemerintah terkesan bergerak lambat? Pemerintah seharusnya bisa melihat pola sebab-akibat dan kemudian mengeluarkan kebijakan dan pengawasan yang tepat.

Begitu miris saya ketika mendengar keputusan Indonesia untuk tetap menguatkan sektor pariwisata untuk menarik turis lokal akibat berkurangnya turis asing. Di situasi seperti ini, bukankah tindakan ini mirip dengan kelakuan penimbun masker nakal untuk menuai untung sebesar-besarnya?

Pemerintah harusnya berpikir jauh lebih cepat untuk lebih bisa melindungi masyarakatnya, bukan kalah cepat dari pedagang nakal penimbun masker. Pemerintah dapat memperbanyak himbauan dengan ilustrasi yang benar, menambah hand sanitizer atau dispenser disinfektan di tempat-tempat publik, bukan malah melakukan perulangan berita tentang angka kematian yang diakibatkan Covid-19 yang menimbulkan ketakutan berlebihan di masyarakat.

Pemerintah seharusnya dapat memberdayakan level institusi riset dan pendidikan untuk membantu penanganan pandemi ini. Sebagai contoh, universitas dapat membantu memproduksi hand sanitizer dan termometer sederhana yang dapat diproduksi dengan singkat. Institusi kesehatan dapat merancang tes swab korona yang lebih instan agar hasil tes cepat dan akurat.

Bukankah salah satu program dari sebuah institusi pendidikan adalah pengabdian masyarakat? Seakan pemerintah lupa bahwa ada banyak komponen di bawah mereka yang dapat membantu mengatasi pandemi ini.

Menyoal instruksi pemerintah untuk bekerja dari rumah, mengurangi tatap muka dalam kegiatan belajar-mengajar, proses ini tentunya akan sangat gagap bila tanpa persiapan dan pemahaman tentang online learning. Karena di negara maju, aplikasi Skype, Google Duo, Google Meeting benar-benar dapat menggantikan peran tatap muka dalam setiap kegiatan.

Mengapa hal ini tidak dapat berlaku sama di negeri kita? Apakah prosedur yang mengharuskan presensi lahiriyah ini tidak bisa bertranformasi menjadi lebih fleksibel dan efektif? Sebuah pekerjaan rumah lain bagi pemerintah.

Sudah saatnya Indonesia berubah menjadi lebih baik. Memulai pendekatan yang aplikatif dari lapisan terendah di masyarakat untuk akhirnya menopang kebaikan di sisi nasional. Memberdayakan institusi untuk menyejahterakan masyarakat sekitar. Memberdayakan resource yang tersedia untuk mencapai hasil yang terbaik.

Bila koordinasi pemerintah baik dengan menggerakan setiap komponen dari sisi RT, RW, Puskesmas, sekolah, hingga ke level kementerian, sesungguhnya kondisi seperti ini dapat kita hindari. Ketepatan, pengawasan dan jangkauan yang luas untuk langkah preventif dan penanggulangan pandemi merupakan aksi yang dapat kita lakukan bersama.

Semoga pandemi ini menjadi momentum Indonesia untuk memperluas kesejahteraan bagi masyarakatnya, dengan memberdayakan institusi pendidikan disertai dengan penerapan internet of thing (IoT) secara berkelanjutan. Semoga pandemi ini segera berlalu, tetap sehat semua!

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya