Implikasi Persaingan Ekonomi Terhadap Kualitas Pendidikan di Korea Selatan

Mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia
Implikasi Persaingan Ekonomi Terhadap Kualitas Pendidikan di Korea Selatan 21/07/2024 480 view Ekonomi min1bandaaceh.sch.id

Aspek ekonomi dengan aspek pendidikan adalah dua elemen yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Apabila diibaratkan keduanya merupakan dua sisi mata uang yang saling melekat dan melengkapi. Apabila dijelaskan lebih detail ekonomi yang baik dan sehat dapat membangun kualitas pendidikan yang bermutu. Sebaliknya, seseorang yang berpendidikan baik dan bermutu dapat menciptakan perekonomian yang baik dan sejahtera melalui orang-orang terdidik alias memiliki pendidikan.

Menurut Prathama dan Mandala dalam Puput (Maranggi et al., 2014) menyatakan bahwa ketidakadaannya pertumbuhan ekonomi yang baik di dalam suatu negara, maka tidak akan terjadi sebuah peningkatan kestabilan negara maupun ketahanan negara seperti aspek kesejahteraan, pemberian lapangan kerja dalam bentuk kesempatan, hingga produktivitas yang cukup signifikan dalam pendistribusian pendapatan.

Apabila dikorelasikan wali murid yang memiliki status perekonomian yang cukup baik cenderung akan memberikan pengeluaran ekstra dan maksimal dalam hal pendidikan bagi anak-anaknya. Pernyataan tersebut kemudian dikuatkan dengan pendapat Koentjaraningrat dalam buku Khalinda dkk yang membahas mengenai status sosial ekonomi. Status sosial ekonomi menurutnya tercermin berdasarkan tiga faktor yang dapat terlihat di masyarakat yakni pekerjaan, pendidikan dan pendapatan (Maranggi et al., 2014).

Untuk itu, tidak mengherankan di beberapa negara di dunia melihat bahwa investasi manusia merupakan bentuk investasi non fisik yang paling berperan penting demi kemajuan sebuah negara dan dapat dijadikan sebuah prioritas utama. Pandangan tersebut selaras dengan pandangan para ahli ekonom klasik seperti Theodore Schultz, Harvey Leiben Stein dan Garry S Backer di mana mereka memandang pendidikan sebagai bagian dari sebuah investasi yang menghasilkan berbagai keuntungan (return) di masa yang akan datang.

Salah satu negara yang menganut pandangan tersebut adalah Korea Selatan. Korea Selatan kini dianggap sebagai negara maju yang tergolong kepada middle power dalam hal kemajuan ekonominya karena sumber daya manusia yang dimilikinya juga meningkat sedemikian rupa. Apabila melihat kilas balik dari statistika peningkatan dan penurunannya negara Korea Selatan dilihat semakin pesat modernisasi dan semakin besarnya ketergantungan terhadap pendekatan top-down metode melalui otoritarianisme militer serta menciptakan lahan subur bagi partikularisme yang menciptakan pola keterikatan pada satu kelompok atau partai atau bangsa.

Apabila dilihat dari model pembangunan di Korea Selatan menghalangi masuknya investasi asing dan bentuk-bentuk lainnya penetrasi asing lebih banyak dibandingkan negara Asia Timur lainnya atau sebanding negara yang modern. Selain peningkatan tersebut penurunan terhadap generasi muda di Korea Selatan juga disebabkan oleh meningkatnya daya tarik globalisasi di kalangan generasi muda yang dipengaruhi oleh Informasi Teknologi (TI), disertai dengan budaya populer dan integrasi ekonomi serta meningkatnya individualisme akibat pengaruh modernisasi & ideologi global.

Salah satu bentuk kemajuan Korea Selatan di bidang pendidikan adalah tingkat kecerdasan IQ yang tinggi yang dimiliki oleh siswa di Korea Selatan. Intellegence Quotient (IQ) merupakan kemampuan kecerdasan seorang individu untuk melakukan penalaran, problem solving, serta kemampuan dalam belajar, kemampuan untuk memahami suatu hal dalam bentuk gagasan, kemampuan berfikir, hingga melakukan perencanaan. Adapun kecerdasaan IQ ini melibatkan logika dalam kerangka berfikinya. Kecerdasan IQ inilah yang dirasa dapat menjadi pemicu seorang terdidik dan terasah pola pikirnya akan menjadi investasi non fisik terbaik bagi perkembangan ekonomi negara terutama di Korea Selatan yang saat ini menjadi negara middle power dalam aspek ekonomi di kemudian hari secara jangka panjang.

Analisis Isu

Kecerdasan yang dimiliki oleh siswa yang ada di Korea Selatan tidak lepas dari sistem pendidikan yang diterapkan. Selama masa pembelajaran Korea Selatan meggunakan sistem kurikulum yang dikeluarkan oleh organisasi pemerintahan bernama Korea Institute of Curriculum and Evaluation (KICE). Organisasi tersebut bertugas untuk mengembangkan metode evaluasi, merancang kurikulum, hingga melaksanakan penelitian.

Kurikulum di Korea Selatan pada umumnya menekankan pada pembekalan kompetensi peserta didik dengan kesiapan pengetahuan serta keterampilan guna memasuki dunia kerja yang siap secara mental. Pemerintah Korea Selatan juga berperan aktif dan penting dalam pengembangan kecerdasan IQ siswa. Pemerintah Korea Selata setidaknya menerapkan program wajib sekolah selama 9 (sembilan) tahun tanpa dipungut biaya sepserpun di sekolah negeri. Akan tetapi sekolah umum dan sekolah kejuruan biayanya menjadi tanggungjawab pribadi. Setidak-tidaknya per tahun 2015 Belanja pemerintah untuk pendidikan: 4,7% dari PDB dengan anggaran tersebut pemerintah setiap tahunnya anggaran jumlah rata-rata yang dibelanjakan untuk pendidikan: $8,000.

Kemudian, sistem pendaftaran perguruan tinggi di Korea Selatan yang difasilitasi oleh pemerintah menggunakan sistem satu jalur yakni Collage Scholastic Ability Test (CSAT) (Sukma et al., 2024). Test tersebutlah yang kemudian akan menentukan bagi peserta didik yang hendak melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi serta prospek pekerjaan di masa depan. Tes CSAT ini biasanya dilaksanakan pada bulan November.

Pada pelajar di Korea Selatan sendiri memiliki waktu belajar dalam sehari yang cukup panjang mulai dari pukul tujuh pagi hingga malam dengan esktra khusus di luar sekolah dengan beban sekolah yang diberikan kepada mereka tentunya terdapat konsekuensi yang harus dihadapi ketika siswa merasa tidak sanggup atau belum siap secara mental dimana lingkungan yang sangat kompetitif menyebabkan tingkat stres yang tinggi menyebabkan tingginya angka bunuh diri di kalangan siswa.

Pada tahun 2019, Korea Selatan menduduki peringkat ke-12 tertinggi di dunia dalam tingkat bunuh diri, dengan 21,2 kematian per 100.000 orang. Tingkat bunuh diri Korea mengikuti Rusia, Republik Afrika Tengah, dan Mozambik, yang memiliki tingkat yang sedikit lebih tinggi. Menurut OECD, Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi, angka bunuh diri di Korea meningkat sebesar 200% dari tahun 1990 hingga 2015. Pada tahun 2010, angka bunuh diri di kalangan remaja adalah 5,2 per 100.000 orang. Angka ini meningkat menjadi 5,9 pada tahun 2019 dan terus meningkat menjadi 7,1 pada tahun 2021 (Kang, 2024).

Uraian di atas telah menunjukkan keterbatasan mengenai pengenal spesifik dari peningkatan angka bunuh diri remaja. Namun, studi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Korea yang pesat dalam beberapa dekade terakhir mengakibatkan meningkatnya masalah sosial seperti ketidakamanan pekerjaan, perumahan yang tidak terjangkau, dan kemiskinan. Kenaikan ekonomi ini dikaitkan dengan meningkatnya persaingan sosial ekonomi dan memberikan tekanan bagi generasi muda untuk unggul secara profesional. Faktor-faktor ini ditemukan meningkatkan stres di kalangan remaja Korea dan secara signifikan berkontribusi terhadap bunuh diri.

Berdasarkan data yang ada tidak dipungkiri bahwa Korea Selatan menduduki negara dengan tingkat kecerdasan IQ tertinggi di dunia berdasarkan IQ tes. Namun, tentunya memiliki dampak bagi sumber daya manusia di Korea itu sendiri. Dengan adanya sistem pembelajaran yang ketat dalam mengenyam pendidikan menyebabkan angka bunuh diri juga tinggi di antara negara-negara lainnya. Untuk itu, kecerdasan yang dimiliki oleh Korea Selatan ini diberikan solusi secara ekonomi dimana pemerintah mengarahkan masyarakat untuk sekolah kejuruan dan lebih memilih membangun UMKM ketimbang bekerja pada perusahaan besar demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan angka bunuh diri yang secara tidak langsung menyelamatkan ekonomi dan sumber daya manusia Korea Selatan itu sendiri.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya