Habis Corona, Terbitlah FoMO

Widyaiswara BKKBN NTT
Habis Corona, Terbitlah FoMO 05/05/2020 2272 view Lomba Esai images.app.goo.gl

Pandemi Covid-19 masih berlangsung sampai sekarang. Kita tidak tahu sampai kapan badai ini akan berlalu. Tidak banyak yang dapat kita lakukan, selain mengikuti himbauan Pemerintah untuk stay at home, menggunakan masker ketika keluar rumah, menjaga jarak fisik di tempat umum, dan berbagai cara kreatif yang sudah kita lakukan demi mencegah penularah virus mematikan ini. Dan salah satu kebiasaan kita (bisa juga menjadi rutinitas) adalah terkoneksi dengan orang lain secara virtual dalam jaringan internet. Tentunya, salah satu alat teknologi yang sangat akrab dan mudah kita gunakan adalah ‘acang’ (gadget).

Salah satu gadget yang hampir pasti dimiliki semua kita saat ini adalah Handphone berbasis smart (smartphone). Saya yakin, dalam situasi krisis ini, kita sulit melepas diri dari Hp karena hampir separuh aktivitas kita berada di dalamnya. Karena itu, benarlah pendapat yang mengatakan kalau dunia saat ini ada dalam ‘genggaman’.

Pada nyatanya, dunia sekarang hampir pasti tidak bisa ‘bergerak’ tanpa jaringan internet. Ya, memang, internet saat ini telah menjadi kebutuhan primer yang urgen bagi kita dalam bekerja dan beraktivitas, terlebih ketika sedang menjalani masa stay at home. Adanya jaringan internet yang mudah menjadikan kita ‘berlomba’ mempelajari hal-hal baru yang ditawarkan internet, sehingga tanpa disadari, kini banyak orang yang tidak lagi gaptek. Dan media yang paling sering digunakan masyarakat saat ini adalah media sosial (medsos). Keberadaan medsos sedikit demi sedikit sudah merubah perilaku kita dalam banyak aspek, misalnya, dalam hal penggalian suatu informasi, perilaku belanja, menghabiskan waktu luang, serta dalam hal bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain.

Kita mengenal berbagai jenis media sosial seperti instagram, facebook, twitter, youtube, ataupun whatsapp. Semuanya merupakan sarana komunikasi yang saat ini sedang ramai digunakan. Bahkan lonjakan akses medsos mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini sesuai dengan data dari Lembaga Kantar yang menyebut bahwa selama masa membatasi diri di rumah, akses aplikasi medsos meningkat tajam. Beberapa di antaranya adalah instagram, whatsapp dan facebook (tek.id, 27 Maret 2020). Anehnya, dalam situasi ‘galau’ ini, ternyata ada orang yang memiliki lebih dari satu akun. Lucu juga melihatnya,,, untuk apa coba? Bahkan, ketika saya bertanya ke teman saya yang memiliki lebih dari satu akun medsos, dengan senyum tipis dia bilang: ‘because, I don’t want to miss’. Jawaban ini bukan asal-asalan. Ada maksud dibaliknya.

Bagi saya, dengan adanya ketergantungan berlebih pada Hp (smartphone) dan keseringan mengakses medsos dengan durasi waktu yang lama, dapat membuat seorang mengalami adiksi (kecanduan). Indikasinya jelas, bahwa untuk mengusir rasa jenuh di rumah, kita akan lebih banyak menghabiskan waktu mengakses medsos. Adanya keinginan untuk terkoneksi dalam jaringan (daring) bersama orang lain di medsos dengan durasi yang panjang, bisa memunculkan rasa cemas, khawatir, bahkan rasa takut kehilangan moment penting dari aktivitas yang dilakukan orang lain. Membludaknya akses di medsos (khususnya bagi pemula/pendatang baru) disebabkan karena adanya intensitas yang cukup tinggi untuk mencari informasi dan sekedar ingin mengetahui apa yang orang lain lakukan saban hari. Akibatnya, kita mulai merasa cemas, gelisah, bahkan menjadi takut tertinggal dari aktivitas virtual orang lain.

Dalam ranah psikologi, perasaan takut tertinggal dari aktivitas virtual orang lain di dunia maya dikenal dengan istilah Fear of Missing Out (FoMO). Secara sederhana, fear of missing out (FoMO) dapat dipahami sebagai kekhawatiran yang dialami seseorang, bahwa orang lain sedang melakukan aktivitas yang lebih menyenangkan dari dan tanpa dirinya. Perasaan tersebut dipicu oleh pembaharuan (update) status dari orang lain yang hampir terjadi setiap saat. Pemahaman lain tentang FoMO adalah perasaan cemas dan takut kehilangan momen berharga yang dimiliki teman lain, karena ia tidak dapat terlibat di dalamnya. Istilah FoMO bagi kita mungkin sedikit asing, tetapi dalam cyber psychology istilah ini cukup familiar.

Sudah dibicarakan di atas bahwa penggunaan medsos saat ini telah merasuki hampir seluruh bidang kehidupan manusia, bahkan hingga ranah paling privasi sekalipun. Media sosial memungkinkan seseorang dengan mudah mendapatkan kesempatan untuk memberi sekaligus menerima informasi, khususnya informasi mengenai aktivitas keseharian. Hal ini bisa membuat orang lain mengetahui apa yang ‘tidak seharusnya’ mereka ketahui. Karena itu, dapat dikata bahwa medsos berperan cukup besar terhadap kemunculan FoMO.

Kendati begitu, mungkin tidak salah juga kalau saya mengatakan bahwa fenomena FoMO kadang dilihat sebagian orang (khususnya pecandu medsos) sebagai suatu kebutuhan urgen, karena mereka selalu ingin terhubung dengan aktivitas sosial orang lain. Perilaku tersebut didasari oleh motivasi tertentu sehingga dapat muncul sebagai tindakan. Saya kemudian berpikir, apa motivasinya? Dari mana sebenarnya FoMO ini bisa muncul?

Salah satu indikasi yang bisa memunculkan FoMO adalah kecenderungan kita yang sangat ‘kepo’ pada apa yang orang lain lakukan di medsos. Bahasa lainnya suka cari tahu urusan orang, atau suka sibuk dengan urusan orang lain, padahal tidak ada faedahnya sama sekali. Akan tetapi, karena rasa penasaran yang begitu tinggi terhadap kehidupan orang lain, maka keinginan kita untuk terus terkoneksi pada medsos jadi meningkat. Tanda paling jelas bahwa FoMO telah berkembang dan akan terus berlanjut bahkan sampai pandemi ini usai yaitu adanya keinginan untuk terus berhubungan dengan apa yang orang lain lakukan di medsos setiap saat.

Sekali lagi, perlu kita sadari bersama bahwa FoMO merupakan suatu kecemasan sosial yang tidak boleh dikesampingkan, sebab bisa menjadikan kita merasa kesepian di tengah riuhnya aktivitas ber-medsos. Hemat saya, fenomena ini akan terus berlangsung sampai corona selesai, karena kecenderungan kita untuk mengakses medsos selama pandemi ini terbilang tinggi. Gejala buruk lainnya adalah kita akan lebih fokus pada diri kita sendiri, lupa pada aktivitas lain yang lebih urgen, dan tidak peduli pada orang disekitar, sebab energi kita sudah terkuras habis oleh karena aktivitas mengakses medsos secara berlebih.

Kiranya, di masa sulit ini, kita tidak perlu terlalu lama mengakses medsos. Kita tidak boleh lupa pada aktivitas utama kita yang sebenarnya di dunia nyata. Walau ber-medsos baik untuk kesehatan psikologis kita di masa pandemi ini, akan tetapi, ingtalah bahwa medsos hanyalah sarana berelasi secara virtual yang dapat membantu kita berkomunikasi dengan orang lain selama berada di masa sulit ini. Kendati hanya sekadar searching, tapi kalau dilakukan dengan intensitas yang berulang-ulang, saya kira kita sudah/sedang dan akan mengalami FoMO.

Sebagai catatan akhir, saya menegaskan bahwa saya tidak menyalahkan aktivitas kita di medsos. Saya tidak melarang kita berkomunikasi dengan orang lain melalui medsos. Tetapi, jangan sampai aktivitas di dunia virtual lebih tinggi dari aktivitas di dunia nyata. Sebab potensi untuk mengalami FoMO dalam situasi sulit ini sangat besar kalau kita terkoneksi di medsos dalam waktu yang lama. Karena itu, pergunakanlah media sosial seperlunya saja. Perbanyaklah waktu untuk berkreasi di dunia nyata, dan persedikitlah komunikasi virtual (akses medsos) setiap saat, agar kita terhindar dari bahaya FoMO. Beraktivitas di dunia virtual pada masa krisis ini memang dibutuhkan. Tetapi, jangan terlalu berlebihan agar FoMO tidak menjadi boomerang bagi aktivitas kita di hari-hari mendatang. Semoga pasca pandemi, FoMO pun berhenti.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya