Gawai, Anak, dan Masa Depan

PNS BKKBN
Gawai, Anak, dan Masa Depan 29/10/2021 872 view Lainnya tekno.sindonews.com

Magrib baru saja berlalu. Ketika sedang asyik rebahan di kamar depan dekat ruang tamu, tiba-tiba saya mendengar tetangga sebelah memarahi anak-anaknya.

Dua orang anak yang dimarahi tersebut saya perkirakan umurnya baru belasan tahun. Ini saya ketahui karena anak yang perempuan masih duduk di bangku kelas 1 SMK dan anak yang laki-laki baru duduk di kelas 1 SMP. Artinya mereka kira-kira berumur sekitar 16 tahunan dan juga 13 tahunan.

Dari suara-suara yang saya dengar, ibu yang tinggal di dekat rumah saya itu memarahi anak-anaknya disebabkan anak-anaknya tersebut terlalu asyik bermain gawai sampai lupa waktu. Apa yang membuat marah ibu tetangga saya tersebut memang benar. Kedua anak ibu tersebut saya perhatikan selalu asyik bermain gawai berjam-jam lamanya. Saya pernah mencoba bertanya pada kedua anak tersebut, mereka menjawab bahwa mereka sedang main game.

Gawai di era sekarang ini, terlebih di era pandemi memang sangat dibutuhkan oleh anak-anak. Hal ini disebabkan oleh pembelajaran yang dilakukan secara daring dan memerlukan media gawai agar bisa mengikuti pembelajaran tersebut. Namun, perlu kita ketahui bahwa keseringan bermain gawai tanpa kontrol bisa menimbulkan dampak negatif dari kecanduan hingga terkena penyakit mata.

Gawai memiliki sinar radiasi yang terpancar ketika gawai tersebut dinyalakan. Sinar radiasi tersebut bila sering-sering mengenai mata atau ketika gawai tersebut digunakan dalam waktu yang lama, maka bisa berpengaruh pada kesehatan mata si anak.

Ada kemungkinan si anak bisa terkena rabun jauh oleh karena sinar radiasi dari gawai tersebut. Hal ini tentu mengharuskan si anak menggunakan kaca mata pada usia yang masih muda belia.

Gawai juga bisa menimbulkan kecanduan dan ketergantungan bila digunakan tanpa kontrol yang ketat dari orang tua. Gawai yang awalnya menjadi sarana media pembelajaran daring disebabkan situasi pandemi dan harus melakukakan pembalajaran jarak jauh, dalam penggunaannya bisa menjadi buah simalakama di kemudian hari jika  tidak dapat dikontrol.

Anak atau remaja yang sudah kecanduan atau ketergantungan pada gawai dapat membuat mereka justru tidak fokus untuk belajar. Anak dan remaja yang kurang konsentrasi dalam belajar bisa membuat prestasi belajar mereka menurun. Bahkan dalam waktu lama, ini bisa berpengaruh terhadap sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas.

Penggunaan gawai tanpa kontrol yang memadai juga bisa membuat anak seperti asyik dengan dunianya sendiri. Hal ini dikarenakan bahwa seorang anak yang sudah kecanduan atau ketergantungan pada gawai akan memilih bermain gawai dari pada melakukan sosialiasi secara langsung dengan teman-temannya atau keluarga. Jika ini yang terjadi, maka anak bisa makin apatis dan tak peduli terhadap kejadian di sekitarnya, tidak bisa bersosialisasi dengan baik, dan bahkan bisa jadi tidak fokus ketika diajak mengobrol oleh orang-orang di sekitarnya, bahkan dengan orang tuanya sendiri sekalipun.

Bahaya kecanduan dan ketergantungan gawai yang bisa mempengaruhi kesehatan baik fisik, psikis maupun sosial tersebut dapat berdampak pada menurunnya produktifitas generasi muda di masa yang akan datang. Padahal, negeri ini dalam beberapa tahun ke depan memerlukan generasi-generasi muda yang produktif dan unggul di bidangnya masing-masing untuk menuju Indonesia yang makmur dan sejahtera. Selain hal itu, generasi muda yang produktif dan unggul tersebut akan mengisi periode bonus demografi yang kita rasakan mulai tahun 2020 hingga diperkirakan akan kita nikmati sampai dengan tahun 2035. Tentunya, kita berharap bahwa melimpahnya generasi muda sebagai kekuatan untuk menciptakan kesejahteraan di Indonesia bisa terwujud tanpa terpengaruh oleh dampak negatif dari adanya gawai.

Untuk itu, dalam rangka mengurangi dampak negatif penggunaan gawai pada anak, peran orang tua sangat dibutuhkan. Selain mengawasi penggunaan gawai oleh anaknya selama di rumah, orang tua juga bisa mengalihkan perhatian anak dengan kegiatan-kegiatan yang positif agar anak tidak tergantung pada gawai.

Suasana yang kondusif dan harmonis pada keluarga juga sangat berperan untuk menghilangkan ketergantungan anak pada gawai. Dengan suasana yang kondusif dan harmonis tersebut, tentunya anak memilih untuk mengisi waktu dengan bersenda gurau dan berdiskusi dengan keluarga dari pada bermain-main dengan gawai. Selain hal tersebut memberikan pembatasan dalam hal penggunaan gawai oleh orang tua kepada anaknya juga bisa diterapkan dalam rangka mengurangi ketergantungan anak kepada gawai.

Pihak sekolah juga bisa mengurangi ketergantungan anak dalam hal penggunaan gawai. Tentu saja, pengggunaan gawai untuk proses belajar-mengajar di perbolehkan apa lagi di masa pandemi seperti sekarang ini.

Namun tentunya, pihak sekolah harus membagi secara bijak berapa jam waktu yang dibutuhkan anak dalam proses belajar mengajar dalam sehari dengan menggunakan gawai. Termasuk juga waktu si anak dalam mengerjakan tugas menggunakan gawai tersebut. Jangan sampai karena tidak diatur sedemikian rupa, justru anak seharian menggunakan gawai karena semua mata pelajaran melakukan proses belajar mengajar pada hari yang sama sehingga membuat anak kecanduan atau terkena dampak negatif dari penggunaan gawai secara berlebihan tersebut.

Meskipun gawai digunakan dalam proses belajar mengajar, idealnya anak tetap harus didampingi orang tuanya dalam proses tersebut. Bukankah lebih baik mencegah dari pada mengobati?

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya