Epidemi Obesitas, Ironi bagi Manusia
Perkembangan teknologi, ekonomi, dan politik yang terjadi dalam kurun waktu terakhir memberikan pembatasan kuat terhadap arus kemelaratan biologis akibat dari kemiskinan dan kelaparan masal. Sebenarnya, pembatasan tersebut tidak menutup kemungkinan kemelaratan masal yang sewaktu-waktu dapat terjadi dalam beberapa dekade mendatang. Namun, jika hal tersebut terjadi, maka hanyalah sebuah pengecualian. Pengecualian ini memiliki dasar bahwa kemelaratan masal akibat kemiskinan dan kelaparan tidak disebabkan oleh bencana alam seperti yang pernah terjadi di Prancis pada tahun-tahun sebelumnya sampai dengan musim semi tahun 1964, tetapi disebabkan oleh ketimpangan ekonomi dan politik dewasa ini (Harari: 2018).
Nicole Darmon sebagaimana dikutip oleh Harari menulis kemelaratan yang diakibatnya oleh kemiskinan dan kelaparan memang menyebabkan krisis kesehatan dan memperpendek angka harapan hidup, misalnya yang terjadi di Prancis, kurang lebih 6 juta orang atau 10 persen dari jumlah penduduk Prancis mengalami kekurangan nutrisi, atau di Indonesia sebagaimana dipublikasikan oleh Food and Agriculture Organization of United (FAO) menunjukan pada tahun 2019 kurang lebih 22 juta jiwa mengalami kekurangan nutrisi. Namun, kerawanan pangan tersebut bukanlah sebuah bencana kelaparan yang dapat mematikan baik penduduk Prancis maupun penduduk Indonesia dewasa ini. Dengan kata lain, pada abad 21 ini tidak ada sejumlah orang yang benar-benar mati karena kelaparan.
China sebagaimana diuraikan oleh Harari pernah mengalami bencana kelaparan hebat sejak masa Kaisar Kuning sampai dengan masa komunis Merah. Bencana tersebut mendesak para ahli untuk memberikan prediksi-prediksi tentang masa depan China di tengah bencana kelaparan hebat. Namun, di luar dugaan perkembangan ekonomi China mengalami keajaiban. Sejak tahun 1974 sebagian besar penduduk China terbebas dari kemiskinan dan kelaparan. Walaupun sejumlah penduduknya masih mengalami kekurangan pangan, China, saat itu, menjadi negara pertama yang dicatat dalam sejarah, terbebas dari bencana kelaparan.
Dewasa ini bencana kelaparan yang disebabkan oleh kekurangan pangan sehingga menyebabkan kematian dalam jumlah banyak muskil terjadi. Justru, kematian yang terjadi saat ini disebabkan oleh kelebihan pangan dan sikap konsumtif masyarakat yang berlebihan terhadap makanan. Sikap konsumtif yang berlebihan terhadap makan mengakibatkan individu kelebihan berat badan dan obesitas. Stephen Adams sebagaimana dikutip oleh Harari menulis pada tahun 2010 kegemukan dan obesitas yang disebabkan oleh sikap konsumtif yang berlebihan terhadap makan membunuh sekitar 3 juta orang dibandingkan dengan kelaparan dan kekurangan gizi.
Pada tahun 2014 sebagaimana ditulis oleh Richard Dobbs, lebih dari 2,1 miliar orang mengalami kelebihan berat badan dan obesitas, sedangkan 850 orang mengalami gizi buruk, sehingga pada tahun 2030 diperkirakan setengah dari populasi manusia kelebihan berat badan dan obesitas. Dengan demikian, tidak dapat menutup kemungkinan bahwa sebagian populasi manusia di dunia dapat mati karena kelebihan berat badan dan obesitas.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia mempublikasikan data epidemi obesitas dengan prosentase kurang lebih 13,5 persen orang dewasa berusia 18 tahun ke atas kelebihan berat badan, sementara itu 28,7 persen mengalami obesitas dengan Indeks Masa Tubuh (IMT ≥ 25) dan berdasarkan indikator Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sebanyak 15,4 persen mengalami obesitas dengan Indeks Masa Tubuh (IMT ≥ 27). Data terakhir yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan epidemi obesitas belum dapat dikendalikan. Berdasarkan data Survei Indikator Kesehatan Nasional (SIRKESNAS), pada tahun 2016 angka obesitas dengan Indeks Masa Tubuh (IMT ≥ 27) naik menjadi 20,7 persen sementara obesitas dengan Indeks Masa Tubuh (IMT ≥ 25) naik menjadi 33,5 persen.
Menurut Henri L. Blum sebagaimana dikutip oleh Puspitasari dalam Higeia Journal of Public Health Research and Development (2018), epidemi obesitas disebabkan oleh tiga faktor yang diuraikan sebagai berikut. Pertama, faktor lingkungan yang mendorong individu untuk mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak. Algonday sebagaimana dikutip oleh Derby Edayani Safitri dan Nur Setiawati Rahayu menunjukkan bahwa tahun 2019 prevelensi obesitas di wilayah perkotaan beberapa negara menjadi tinggi, seperti di wilayah perkotaan Mesir, Ezbeet saad 42 persen dan Al-Hadara Bahary 30,6 persen. Kedua, penurunan aktivitas fisik pada individu, sehingga tendensi asupan energi yang masuk lebih besar daripada energi yang keluar. Ketiga, faktor genetik. Dalam beberapa kasus tertentu jika salah satu orang tuanya obesitas maka potensi anak menjadi obesitas berkisar 40-50 persen. Namun, jika kedua orangtuanya obesitas, maka potensi obesitas pada anak akan meningkat menjadi 70-80 persen.
Di tengah wabah pandemi Covid-19 semua aktivitas masyarakat di luar rumah dibatasi. Masyarakat dihimbau agar melakukan aktivitas dari rumah; belajar di rumah, bekerja dari rumah, dan berdoa di rumah. Pusat perbelanjaan seperti pasar tradisional, minimarket, mall, dan sebagainya diberikan pembatasan terhadap jumlah konsumen. Sebagian masyarakat yang berada di wilayah perkotaan mulai menimbun berbagai jenis makan, kalau-kalau wabah pandemi tersebut dapat melumpuhkan semua aktivitas masyarakat. Namun, aktivitas yang dilakukan di rumah menjadi sangat membosankan. Ruang gerak yang sempit, pemandangan yang statis, ditambah dengan perasaan cemas yang berlebihan, membuat sebagian masyarakat lebih memilih untuk rebahan sambil mengkonsumsi makanan dengan kadar karbohidrat dan protein yang berlebihan. Akibatnya, hampir sebagian penduduk mengalami kenaikan berat badan, bahkan banyak yang termasuk kategori obesitas. Kalau-kalau masalah obesitas ini tidak cepat diberikan perhatian, epidemi obesitas dapat menjadi pemicu kematian penduduk dunia baik dalam situasi pandemi maupun pasca pandemi Covid-19.
Epidemi obesitas baik dalam situasi pandemi maupun pasca pandemi Covid-19 perlu diperhatikan bersama. Data yang diuraikan di atas hanyalah sebagian kecil bukti-bukti nyata yang menunjukkan epidemi obesitas telah menjadi masalah dan perlu dimasukan ke dalam agenda manusia dewasa ini. Kematian yang diakibatkan oleh kelebihan berat badan dan obesitas merupakan sebuah ironi, sehingga penanganan terhadap masalah kelebihan berat badan dan obesitas perlu diterapkan secara serius.
Artikel Lainnya
-
136409/08/2020
-
85618/11/2022
-
238527/02/2020
-
Mengembalikan Political Freedom, Mencegah Totalitarianisme
207801/05/2020 -
Menelaah Peta Koalisi Partai Politik Tahun 2024
97308/05/2022 -
Kiat Sukses Beternak Politikus
131922/11/2020