Ekonomi Riau: Upaya Bertahan Menghadapi Ancaman Resesi
April 2020, Internasional Monetary Fund (IMF) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan tumbuh 1,5 persen. Tetapi beberapa hari yang lalu prediksi ini diralatnya dengan menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi RI pada 2020 sebesar -0,3 persen dan akan rebound di 2021 menjadi 6,1 persen (cnbcindonesia.com).
Prediksi ekonomi ini merupakan peringatan bagi Indonesia akan kemungkinan terjadinya resesi. Ekonomi Indonesia yang terpuruk pada triwulan I 2020 tercermin pada kondisi ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia, tidak terkecuali Provinsi Riau. Pertumbuhan ekonomi Riau triwulan I 2020 (2,24 persen) yang tumbuh tetapi melambat boleh dibilang masih agak lebih baik dibandingkan dengan provinsi lainnya yang sangat menggantungkan ekonominya pada sektor pariwisata.
Untuk mengatasi keterpurukan ekonomi, pemerintah melakukan intervensi berupa kebijakan “New Normal” yaitu pola atau gaya hidup baru dengan cara menjalani hidup kembali seperti sebelumnya dengan tetap mengikuti protokol Kesehatan. Riau mulai memberlakukan kebijakan ini pada awal Juni setelah PSBB Tahap 4 berakhir (4 Juni 2020), dengan harapan ekonomi dapat kembali berjalan dan normal walaupun harus perlahan-lahan.
Kondisi Ekonomi Riau Saat ini
Pandemi Covid-19 menyebabkan perubahan perilaku individu dan juga masyarakat Riau. Dari hasil Survei Sosial Demografi Dampak Covid-19 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) secara online, diketahui responden lebih mengurangi aktivitas di luar rumah seperti berkumpul, jalan-jalan, belanja, menghindari keramaian. Sebaliknya, aktivitas di rumah menjadi lebih sering dilakukan seperti memasak, bersih-bersih rumah, mencuci, menonton, belajar di rumah dan lain sebagainya. Ini sejalan dengan himbauan pemerintah untuk melakukan social distancing dan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Hal tersebut mempengaruhi kondisi ekonomi Riau salah satunya sektor transportasi. PSBB menyebabkan sektor transportasi baik darat, laut maupun udara menjadi lumpuh. Ditambah dengan penutupan Bandara Sultan Syarif Qasim II menyebabkan tidak adanya kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) di bulan April (nol persen).
Penurunan wisman sejalan dengan berkurangnya Tingkat Penghunian Kamar (TPK). Penurunan TPK terjadi sejak kasus perdana Covid-19 Riau diumumkan, dengan nilai TPK bulan Maret yang sebesar 26,71 persen menjadi 14,73 persen di bulan April. Begitu juga dengan usaha restoran dan rumah makan sebagai sektor pendukung, banyak yang tutup dan tidak beroperasi selama pemberlakuan PSBB.
Melalui Nilai Tukar Petani (NTP) kita dapat melihat tingkat kemampuan/daya beli petani pedesaan di Riau, terlihat bahwa pada NTP Mei 2020 (111,74) turun sebesar -3,38 persen dibanding NTP April 2020 (115,64). Penurunan NTP disebabkan oleh turunnya indeks harga yang diterima petani sebesar -3,08 persen sedangkan indeks harga yang dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,30 persen. Hal ini mencerminkan peningkatan pengeluaran petani sedangkan pendapatan berkurang. Meski demikian, tingkat kemampuan/daya beli petani Riau masih lebih baik karena berada di atas 100.
Ekspor Riau pada bulan April 2020 mencapai US$ 921.01 miliar atau mengalami penurunan sebesar 12,50 persen dibanding ekspor bulan Maret 2020, tetapi kembali mengalami kenaikan 3,62 persen pada bulan Mei yaitu mencapai US$ 954.3 miliar. Peningkatan ekspor Riau terjadi karena negara-negara pengimpor CPO sudah mulai membaik dan berhasil menghadapi pandemi, China salah satu contohnya.
Data-data tersebut (jumlah wisman, TPK, NTP, dan ekpor) diambil dari Berita Resmi Resmi Statistik yang dikeluarkan BPS setiap bulan.
Kelapa Sawit dan CPO Kunci Bertahan
Hampir 75 persen struktur perekonomian Riau didominasi oleh tiga sektor utama yaitu pertanian; industri pengolahan; dan pertambangan. Pertanian didominasi oleh sub sektor perkebunan, industri pengolahan dodiminasi adalah industri Crude palm Oil (CPO), dan pertambangan didominasi oleh pertambangan minyak bumi. Ketiga sektor ini mampu membuat Riau bertahan menghadapi pandemi Covid-19.
Meskipun pertambangan minyak bumi menjadi sektor dominan di Riau, tetapi produksinya terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Ini merupakan pengaruh dari usia sumur-sumur minyak yang ada semakin menua dan ditambah dengan anjloknya harga minyak dunia semakin memperparah pertambangan minyak bumi Riau. Jadi penurunan yang terjadi saat ini bukan disebabkan karena pandemi.
Untuk sub sektor perkebunan dan industri pengolahan, Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit merupakan hasil dari perkebunan kelapa sawit dan menjadi bahan baku utama untuk industri pengolahan CPO. Hasilnya sebagian besar akan diekspor.
Sifat kelapa sawit yang harus segera dipanen dan diolah menjadikan sektor perkebunan kelapa sawit dan industri pengolahan CPO terus berproduksi dan beroperasi. Karena alasan itulah kedua sektor ini mampu bertahan dan tidak tergoyahkan oleh pandemi Covid-19. Besaran permintaan negara pengimpor dan harga CPO dunialah yang dapat mempengaruhi dan sedikit mengganggu besaran ekspor CPO Riau.
Persentase ekspor non migas Riau sebesar 97,33 persen dan 60,93 persen diantaranya adalah untuk golongan lemak & minyak hewan/nabati (CPO termasuk dalam golongan ini). Jadi bisa dibayangkan bagaimana besarnya pengaruh perkebunan kelapa sawit dan industri pengolahan CPO terhadap perekonomian Riau secara umum.
Upaya Untuk Bangkit
Walaupun perkebunan dan industri pengolahan menjadi sektor andalan di Riau, tetapi kita tidak boleh lupa dengan keberadaan dan kemampuan Usaha Mikro Kecil (UMK). Jumlah usaha ini mencapai 509 ribu atau 98,26 persen dari total usaha non pertanian di Riau. Usaha ini juga mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 1,24 juta orang atau sekitar 67,68 persen dari total tenaga kerja di luar sektor pertanian di Riau (Potensi UMK Provinsi Riau, 2018).
Ketangguhan UMK terbukti ketika krisis menerpa Indonesia pada sekitar tahun 1997-1998. UMK terbukti tetap berdiri kokoh di saat usaha-usaha besar lainnya berjatuhan. Ini disebabkan karena pengelolaan usaha dilakukan secara sederhana sehingga lebih banyak menjadi pilihan sebagai wadah usaha yang menghasilkan nilai ekonomi.
Kondisi ini menjadi berbeda di saat pandemi, UMK merupakan usaha yang paling terdampak Covid-19. Aturan Social Distancing dan PSBB membuat usaha ini banyak yang mati secara serentak karena tidak adanya permintaan dan menyebabkan produksi menjadi benar-benar terhenti. Pemerintah daerah harus berupaya untuk menghidupkan kembali UMK. Selain karena mempunyai peran penting dalam menggerakan roda perekonomian, UMK juga dapat menyerap jumlah tenaga kerja yang sangat besar.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pemberian pinjaman kredit usaha tanpa persyaratan yang rumit dan upaya untuk memasarkan hasil produk secara online sehingga jangkauan penjualan menjadi lebih luas.
Mengembangkan potensi yang dimiliki Riau juga merupakan salah satu upaya untuk bangkit saat ini. Luasnya lahan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan tanaman ubi kayu/singkong. Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan akan meningkatkan produksi ubi kayu sebagai pangan lokal alternatif selama pandemi Covid-19. Pengembangan itu menjadi bagian dari program jangka panjang diversifikasi pangan pokok selain beras (republikasi.co.id).
Selain itu, singkong sebagai bahan baku tapioca digunakan untuk pemutih kertas yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan pulp and paper (GoRiau.com). PT Indofood Sukses Makmur (Tbk) pun melakukan import singkong yang dikeringkan (gaplek) setiap tahunnya dari Vietnam. Dalam jumlah mencapai antara 700.000 sampai 1.000.000 ton pertahun (riaupotenza.com), Sungguh potensi luar biasa yang harus ditangkap dan dikembangkan oleh pemerintah daerah Riau di saat pandemi ini.
Dana desa juga dapat digunakan untuk bangkit di saat pandemi. Melalui program padat karya dengan menggunakan anggaran dana desa dapat menyerap tenaga kerja dan memberdayakan masyarakat desa. Selain dapat membangun desa, program tersebut juga dapat memberikan pendapatan untuk masyarakat di desa.
Semua upaya di atas dapat dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan dapat mendorong daya beli serta konsumsi rumah tangga. Hasil akhir yang diharapkan adalah roda perekonomian Riau berputar dan dapat bertahan menghadapi ancaman resesi. Upaya lainnya yang tidak kalah penting dan harus dilakukan pemerintah daerah adalah mengembalikan Riau kembali menjadi zona hijau Covid-19 untuk selamanya.
Artikel Lainnya
-
57927/07/2021
-
21814/11/2023
-
117726/11/2021
-
Menyongsong Abad Global Peradaban Green Muslim Activist
81426/03/2022 -
Muktamar KAMMI 2019: Terbukanya Kotak Pandora (Bagian 2)
363325/11/2019 -
Tawuran dan Dampak Negatif Perkelahian di Kalangan Anak Muda
584924/12/2023