Catatan Redaksi: Mewaspadai Bencana Gempa Bumi

Admin The Columnist
Catatan Redaksi: Mewaspadai Bencana Gempa Bumi 25/04/2021 2084 view Catatan Redaksi Supriyadi

Setiap pekan The Columnist menyajikan tulisan dari meja redaksi dengan mengangkat isu publik yang tengah berkembang dan patut diperbincangkan.

Kali ini catatan redaksi ditulis oleh Bung Supriyadi membahas mengenai potensi bencana gempa bumi di Indonesia dan strategi menghadapinya. Disampaikan secara ringan, namun membawa pesan penting khususnya bagi para milenial.

Selamat membaca !

Indonesia adalah sebuah negeri yang sering kali terkena musibah gempa bumi. Bencana kebumian ini sering kali datang mendadak dan begitu mematikan. Tercatat gempa bumi besar pernah hinggap di negeri ini. Sebagai contoh Gempa Bumi Aceh pada tahun 2004, Gempa Bumi Jogja pada tahun 2006, Gempa Bumi Palu pada tahun 2018, Gempa Bumi Banten tahun 2019 hingga yang baru beberapa pekan lalu terjadi yaitu gempa bumi Malang Jawa Timur  pada tanggal 10 April 2021. 

Seperti biasa, setiap kali terjadi gempa bumi di negeri ini kita selalu kaget. Hal ini dikarenakan sifat bencana gempa bumi yang terkesan datang tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda dan terjadi dalam waktu singkat namun memberikan dampak yang signifikan tergantung dari besar kecilnya magnetudo dari kejadian gempa bumi tersebut. Kondisi semakin bisa bertambah parah seandainya peristiwa bencana gempa bumi diikuti dengan kejadian tsunami yang bisa menerjang kawasan atau wilayah terutama di pinggiran pantai.

Kita menyadari bahwa bencana gempa bumi adalah salah satu bencana kebumian yang susah diprediksi secara pasti kapan datangnya, bahkan oleh para ahli sekalipun. Namun meskipun demikian, tak sepatutnya kita bersifat abai dan pasrah terhadap resiko bencana gempa bumi yang sering terjadi di Indonesia.  Kita harus selalu waspada sebab peristiwa gempa bumi senantiasa mengintai hari-hari kita. Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan bersama-sama untuk mengurangi dampak atau resiko bencana gempa bumi ini.

Langkah-langkah tersebut antara lain adalah pertama, meningkatkan pemahaman kepada masyarakat bahwa negeri kita merupakan tempat pertemuan tiga lempeng bumi yaitu Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara, Lempeng Euro-Asia yang bergerak ke selatan serta Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat. Lempeng Indo-Australia masuk di bawah Lempeng Euro-Asia.

Alur sepanjang pertemuan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Euro-Asia merupakan jalur gempa karena proses pergerakan lempeng bumi yang telah berlangsung jutaan tahun. Di bagian Indonesia barat  jalur ini melewati antara lain Pulau Sumatra dan Pulau Jawa. Di Bagian Tengah Indonesia melewati Pulau Bali dan Nusa Tenggara Kemudian di Indonesia Timur Jalur ini ke Maluku dan Sulawesi Utara. Sebagian jalur patahan juga masuk di Papua. Daerah-daerah ini pastinya rawan diterjang gempa bumi, tanpa bisa diprediksi secara pasti kapan terjadinya. 

Kepada setiap penduduk yang berada di lokasi-lokasi tersebut seharusnya memiliki pemahaman yang konprehensif mengenai potensi ancaman gempa karena mereka hidup di atas tiga lempeng utama bumi yang mengalami pergerakan dan sewaktu-waktu bisa mengakibatkan gempa bumi. Dengan pemahaman seperti ini kita harapkan bahwa penduduk di lokasi-lokasi tersebut setiap saat selalu bersiaga dan waspada jika gempa bumi datang. Mengingat gempa bumi adalah murni bencana yang diakibatkan oleh alam yang datangnya sulit diprediksi.

Kedua, dunia pendidikan bisa memasukkan materi kebencanaan ke dalam kurikulum baik untuk pendidiikan dasar, pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi bahkan pendidikan non formal sekalipun. Dengan dimasukkannya pendidikan kebencanaan ke dalam kurikulum maka peserta didik akan memahami seluk-beluk mengenai kebencanan. Sehingga kelak ketika peserta didik kembali hidup di masyarakat mereka sudah menyadari bahwa tempat mereka tinggal selalu diintai bahaya bencana seperti bencana gempa bumi. Dengan demikian mereka akan siap sedia untuk waspada dan memiliki tata cara menghadapi bencana gempa bumi yang sewaktu-waktu bisa menghampiri mereka, kapan saja. 

Ketiga, kita menyadari bahwa kebanyakan korban yang diakibatkan oleh kejadian bencana gempa bumi adalah karena tertimpa bagian bangunan yang roboh. Untuk itu, pemerintah dan pihak-pihak terkait perlu mimikirkan desain sebuah rumah atau bangunan yang memiliki konstruksi tahan terhadap goncangan gempa bumi. Jika konstruksi tersebut sudah ada maka perlu diimplementasikan di lapangan bukan hanya sekedar menjadi bahan perencanaan tiap tahun dan pameran belaka. 

Keempat, pemerintah perlu memperbanyak alat pendeteksi dini potensi terjadinya tsunami sesaat setelah gempa terjadi. Selain memperbanyak, pemerintah juga harus merawat dan memastikan bahwa alat tersebut berfungsi secara baik. Jangan sampai alat-alat tersebut tidak berfungsi di saat alat tersebut harus dimanfaatkan. Masyarakat juga harus ikut menjaga alat-alat yang sudah disediakan pemerintah tersebut, jangan malah dicuri. 

Untuk mengurangi resiko dampak dari terjadinya bencana gempa bumi kita memang tidak bisa melakukan sendiri-sendiri namun perlu sinergitas dari kita semua baik masyarakat, pemerintah, swasta dan pihak-pihak terkait. Semoga ke depan peristiwa gempa bumi yang masih susah diprediksi dan datang secara tiba-tiba ini tidak lagi memakan korban jiwa karena semua kita telah siap menghadapinya. 

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya