Brain-Computer Interface: Pintu Gerbang Menuju Manusia Masa Depan
Manusia, sebagai salah satu spesies yang hidup di dunia, memiliki fisik yang tergolong mungil dan lemah jika dibandingkan beberapa spesies lainnya.
Tubuh yang rapuh dan tanpa perisai alamiah membuat manusia rentan terhadap berbagai ancaman dari lingkungannya. Namun, di balik kerapuhan fisiknya, manusia mampu memperlihatkan kehebatan dan dominasinya dengan kemampuan nalar dan kapasitas otak yang menjadi kunci keberhasilannya.
Seiring perjalanan sejarah panjang, manusia telah menjelajahi batas-batas biologisnya, mengukir tanda prestasi yang membedakan dirinya dari makhluk lain.
Dan kini, di era yang penuh dengan revolusi teknologi, manusia menghadapi tahap baru dalam eksplorasi potensinya dengan hadirnya Brain-Computer Interface (BCI) sebagai inovasi mutakhir dalam perkembangan sains dan teknologi. Dalam esai ini, kita akan menyelami keunikan dan kompleksitas BCI sebagai sebuah inovasi revolusioner bagi peradaban manusia. Melalui bait per bait esai ini, kita akan mendalami bagaimana BCI dapat menjadi pintu gerbang menuju manusia masa depan.
Berawal dari pengenalan, BCI merupakan teknologi yang memungkinkan interaksi langsung antara otak dan komputer. BCI adalah sebuah perangkat yang memungkinkan individu dapat mengendalikan perangkat eksternal hanya dengan menggunakan sinyal otaknya. Bahkan, terbaru ini tidak hanya itu, Elon Musk bersama para ahli dan teknisi dari perusahaan bioteknologinya, Neuralink, tengah mengembangkan inovasi di mana BCI juga dapat sebagai perangkat yang bekerja sebaliknya, yakni untuk menyampaikan algoritma tertentu dari komputer ke sistem saraf otak manusia.
Pada esensi terdalamnya, BCI menjadi cermin yang merefleksikan keindahan dan kompleksitas otak manusia. Melalui pemanfaatan sinyal elektrofisiologis, BCI membuka pintu ke dunia pikiran, menggambarkan otak sebagai laboratorium kreativitas yang tak terbatas.
BCI menjadi perangkat teknologi yang memungkinkan individu dapat berinteraksi langsung dengan komputer atau perangkat digital lain hanya dengan kontrol pikiran.
Selain itu, BCI juga mampu untuk menanamkan algoritma tertentu sehingga muncul daya kemampuan atau keterampilan baru pada diri individu dalam waktu yang cukup singkat, dan ini menjadi sesuatu yang begitu revolusioner.
Dengan fitur sedemikian itu, BCI memiliki beberapa aplikasi dan potensi. Aplikasi, dalam hal ini, bermaksud apa saja pemanfaatan BCI yang telah diterapkan dalam konteks kehidupan sekarang. Sementara potensi, bermakna kemanfaatan sebagai konsekuensi logis daripada pemanfaatan BCI, yang akan muncul di masa mendatang baik dalam waktu dekat maupun panjang.
Sejauh ini, aplikasi BCI meliputi bidang kesehatan, di mana BCI menghadirkan solusi luar biasa bagi mereka yang mengalami disabilitas sensorik dan motorik, yakni memungkinkan kontrol perangkat hanya dengan menggunakan sinyal otak, sehingga berasa lebih intuitif. Dalam pendidikan, BCI merajut pengalaman belajar yang personal, memungkinkan guru untuk menyajikan materi yang relevan, dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif. Sedangkan di sektor keamanan, BCI memberikan alternatif canggih untuk identifikasi dan autentifikasi dengan mengenali pola otak unik individu. Sementara dalam hiburan, BCI membuka dimensi baru dengan memungkinkan pemain mengendalikan karakter dalam game hanya dengan pikiran, sehingga setiap orang dapat memainkannya termasuk dia yang mungkin berketerbatasan.
Adapun potensi dari BCI—didukung oleh perkembangan terbarunya—dalam bidang kesehatan, BCI dapat memperbaiki sirkuit neurologis yang gagal sehingga dapat membuat orang buta, salah satunya, dapat kembali melihat seutuhnya. Begitu pula dengan yang mengalami gangguan mental dan neurologis lainnya. Dalam pendidikan, BCI dapat mengintensifikasi pemahaman diri, aktualisasi diri, dan amplifikasi diri dengan waktu yang sangat singkat dan bahkan mungkin instan. BCI mampu membantu seseorang memahami dirinya secara akurat, mengaktualisasikan diri tanpa terhalang ruang dan waktu, dan mengamplifikasi diri seakan menjadi pahlawan super. Sedangkan di bidang keamanan dan keselamatan, BCI dapat menjadi ‘alarm’ peringatan yang langsung menyasar otak. Sementara dalam hiburan dan kesenian, semua orang dapat rekreasi dan berkarya tepat sebagaimana apa yang diinginkannya. Semua ini menandai prospek BCI dalam meresapi kehidupan sehari-hari, membuka peluang baru, dan mengarahkan kita pada masa depan yang lebih inklusif, efektif dan efisien, serta penuh inovasi.
Di samping itu, sejarawan terkemuka Yuval Noah Harari mengamati bagaimana manusia sebagai spesies telah berhasil mengatasi—atau setidaknya lebih mengendalikan—tantangan demi tantangan kehidupan seperti kelaparan, penyakit, peperangan, dan penderitaan. Dengan begitu, fokus manusia bergeser ke arah hal-hal yang lebih kompleks dan ambisius, seperti keabadian, kebahagiaan, dan keilahian. Maka dari itu, Harari mengasumsikan, manusia yang semula Homo Sapiens akan berevolusi menjadi Homo Deus, perwujudan manusia masa depan.
Manusia sebagai Homo Deus, dikatakan akan melakukan upaya serius menuju imortalitas atau keabadian, merupakan kelanjutan dari perjuangan melawan penyakit dan kelaparan. Keabadian adalah puncak akan nilai kehidupan. Melalui pengembangan dan kombinasi bioteknologi, kecerdasan buatan, dan berbagai intervensi medis seperti dengan BCI; manusia dapat mengembangkan upaya memperpanjang hidup, mengalahkan kematian, dan pada akhirnya menciptakan bentuk kehidupan yang tidak lagi terikat oleh keterbatasan biologis.
BCI dengan segenap kemampuan dan potensinya yang berintegrasi dengan kecerdasan buatan, membuka kesempatan dan harapan. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa BCI dapat menangani masalah mental, gangguan neurologis, termasuk screening atas keadaan diri seseorang termasuk secara fisik. Selain itu, BCI berpotensi mampu melacak algoritma kesadaran, dan dapat menduplikasinya untuk diekstrak ke dunia digital. Maka dari itu, Harari memandang upaya ini bukan hanya sekadar ambisi utopis, tetapi sebagai evolusi logis dari perjalanan manusia yang selalu berusaha meningkatkan dan memperbaiki kondisi dan kualitas hidupnya.
Kemudian, kebahagiaan. Manusia sebagai Homo Deus akan menemukan kunci kebahagiaan. Sepanjang sejarah, banyak pemikir, penyair, nabi, dan orang biasa yang mendefinisikan kebahagiaan dalam sebuah konsep pemikiran yang kompleks dan abstrak. Akan tetapi, saat ini, solusi yang diminati untuk mendapati kebahagiaan adalah melalui pendekatan biokimiawi. Diperlukan pengubahan biokimia dan rekayasa ulang tubuh dan pikiran dari umat manusia, sehingga kebahagiaan global dan kesenangan abadi dapat dinikmati.
Dalam hal ini, BCI dalam perkembangan terbarunya dapat menjadi instrumen atas hal tersebut. BCI dapat menunjang kebahagiaan seseorang melalui upaya pemahaman diri secara akurat. Atas pemahaman yang ada, seseorang dapat menentukan sikap dan tindakan dengan tepat, termasuk merekayasa bagian tertentu sehingga perasaan bahagia yang dipicu hormon dopamin dan oksitosin dapat senantiasa melekat dalam perasaan pribadinya.
Selanjutnya, keilahian. Manusia sebagai Homo Deus akan menjadi tuhan-tuhan di planet bumi. Manusia memiliki kualitas ilahiah meliputi keabadian, kebahagiaan, dan kuasa penuh atas diri. Manusia berkuasa untuk merekayasa kematian dan penderitaan daripadanya untuk keluar dari sistem kehidupan tradisional. Manusia berkuasa merancang dan memanipulasi organ-organ, emosi dan intelegensia diri sesuai dengan setelan yang disukai.
Upaya untuk meningkatkan manusia menjadi Tuhan ini, sebagaimana yang dijelaskan Harari, akan menempuh satu di antara tiga jalan, yaitu: rekayasa biologis, rekayasa siborg, dan rekayasa benda-benda non-organik.
BCI, dalam aspek ini, dapat memegang peran sentral dengan menjadi jembatan integrasi antara manusia dan mesin teknologi melingkup kecerdasan buatan. Individualitas manusia dan entitas kecerdasan buatan yang mulanya terpisah masing-masing dapat diintegrasikan sehingga menimbulkan sinergitas dan kombinasi epik sehingga membuat seorang pribadi semakin mendewa dengan kemampuan dan kapasitas jauh di atas rata-rata. Dengan BCI, manusia dapat berkembang tidak lagi secara konstan, melainkan lebih daripada itu, yakni secara eksponensial.
Dengan demikian, penggunaan BCI dapat dipahami sebagai jalan transformasi Homo sapiens menjadi Homo Deus. BCI memfasilitasi dan menunjang pencapaian harapan dan cita-cita Homo Deus. Pengembangannya dapat dipahami sebagai katalis atas proses transformasi tersebut. Dengan Homo Deus sebagai proyeksi manusia masa depan, maka BCI adalah pintu gerbang menuju manusia masa depan, terlepas dari tantangan dan ancaman yang tersimpan jika ditelusuri lebih dalam.
Artikel Lainnya
-
190719/03/2020
-
59421/02/2023
-
130612/10/2020
-
151703/04/2020
-
Pembangkang Larangan Mudik Yang Lagi Deg-Deg Serrr...
377524/04/2021 -
Refleksi Perlindungan Anak Tahun 2019: Tahun Buram Dunia Perundungan
246115/12/2019