Berdamai dengan Noda Hitam Sejarah Bangsa

Mahasiswa
Berdamai dengan Noda Hitam Sejarah Bangsa 27/01/2024 390 view Lainnya pxhere.com

Sejarah bangsa Indonesia sejak era kemerdekan adalah sejarah kekerasan dan pembunuhan. Persis beberapa saat setelah proklamasi dibacakan meledaklah apa yang disebut sebagai “Masa Bersiap”.

Konon banyak korban dari pihak kulit putih bergelempangan ditumpas oleh rakyat Indonesia yang baru saja merdeka juga orang yang dianggap simpatisan Belanda.

Sedikit memutar gulungan film ke tahun berikutnya peristiwa Madiun Affair mengguncang pemerintahan Republik. Sekonyong-konyong para militer yang dibebastugaskan guna rasionalisasi angkatan bersenjata memproklamirkan berdirinya Republik Soviet Indonesia dengan Musso sebagai pemegang kekuasaan.

Belum cukup sampai di situ saja. Tahun-tahun berikutnya juga diwarnai oleh pemberontakan-pemberontakan yang seringkali harus diselesaikan oleh kekerasan negara. Tahun 1965 ketika segitiga kekuasaan yakni PKI, Angkatan Darat, dan Soekarno semakin getol dalam memperebutkan pengaruh, meledaklah Gerakan 30 September yang mengklaim pihak Angkatan Darat mempersiapkan coup de etat untuk menjatuhkan Panglima Besar Revolusi. “Pemberontakan” itu gagal dan hasilnya adalah genosida dan patrisida. Beribu-ribu orang yang dirasa berbau “Kiri” mulai dari bau keringat sampai bau mulutnya terendus sebagai simpatisan PKI maka dibedil di liang lahat akan menjadi nasibnya.

Di tahun-tahun menjelang kejatuhan Soeharto para aktivis menghilang juga terjadi kerusuhan dan penjarahan yang dilakukan kepada etnis Tionghoa yang jelas merupakan pukulan telak bagi kemanusiaan. Sampai sekarang nasib mereka juga kejelasan peradilan mereka tak terlihat sedikitpun. Bahkan para politisi pun mengingkari janjinya untuk mengungkap kejelasannya. Ibu dan keluarga dari para aktivis setiap hari kamis berkumpul bahkan di bawah rintikan hujan menuntut kejelasan sama sekali tak membangkitkan nurani para politisi. Negara macam apa yang membunuhi warganya sendiri dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

Melihat begitu banyak catatan hitam sejarah bangsa tentunya sebagai warga negara membahas sejarah hitam sama dengan menabur garam di borok lama yang belum sepenuhnya kering. Saya akui tidak gampang membicarakan masa lalu dan seringkali membangkitkan sentimen anti-nasionalisme. Akan tetapi borok yang lama haruslah diungkit kembali demi kesembuhan dan kesehatan mental bangsa. Mereka yang menjadi korban kekejaman negara di masa lalu harus juga mendapatkan keadilan atau paling tidak pengakuan bahwa mereka adalah korban.

Di negara lain sudah ada tanda-tanda untuk berdamai dengan masa lalu yang getir. Di Belanda misalnya mantan Perdana Mentri Belanda Rutte mengakui kejahatan Belanda saat agresi militer. Di Jerman, karpet sejarah hitam mereka yang luar biasa lebar diumbar-umbar dan diakui bahwa bangsa mereka memang pernah melakukan kesalahan. Berdamai dengan sejarah hitam bukan berarti mengamini dan mendiamkan kejahatan yang telah dilakukan oleh bangsa dan negara akan tetapi berani mengakui dan membicarakannya tanpa rasa takut. Negara dalam hal ini juga harus bertanggung jawab terhadap para korban.

Negara dan bangsa kita bukanlah bangsa yang sepenuhnya innocent. Kita -atas nama bangsa- kerap melakukan tindakan kejahatan kemanusiaan. Negara pun juga demikian. Dalam dinamika sejarah bangsa di manapun juga noda hitam sejarah menjadi sebuah keniscayaan. Tidak ada bangsa dan negara yang bersih dari dosa-dosa.

Mengorek sejarah hitam dianggap tidak nasionalis dan mengancam stabilitas. Ini tidaklah benar. Justru bangsa yang paham betul akan sejarah dirinya akan lebih siap untuk menatap masa depan karena dengan begitu kontemplasi dan refleksi bangsa akan lebih siap dalam menatap masa depannya. Membahas sejarah mengancam stabilitas negara adalah alasan yang dibuat-buat guna melindungi para penjahat kemanusiaan yang kini masih dengan bebas menghirup udara segar.

Pada bagian akhir ini saya ingin mengajak bangsa Indonesia khususnya anak muda seperti saya ini untuk lebih memandang sejarah bangsa dengan kacamata yang lebih jernih dan syukur-syukur objektif. Dengan kemudahan mengakses informasi lewat teknologi, saya harap kita lebih melek terhadap sejarah bangsa dan bersiap untuk berdamai dengan masa lalu yang tidak mengenakkan. Kita generasi muda yang hidup di era setelah masa Orde Baru sebaiknya lepas dari narasi sejarah yang dikarang oleh mereka yang berkepentingan untuk melindungi para penjahat kemanusiaan. Kita adalah bangsa yang besar dan tidak buta dengan kejahatan yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita.

Merdeka!

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya