Bencana Alam, Gugat Siapa?

Penambal Kata
Bencana Alam, Gugat Siapa? 21/08/2022 442 view Budaya nusantara.rmol.id

Manusia tidak mungkin hidup tanpa alam. Karena manusia adalah bagian dari alam maka hubungannya dengan alam harus merupakan satu kesatuan yang esensial, di mana dunia manusia dibentuk oleh alam dan sebaliknya dunia disempurnakan oleh manusia. Konsep ini mempengaruhi pemikiran Levinas yang pada akhirnya menyimpulkan bahwa alam dunia merupakan satu kesatuan dengan manusia.

Dalam semua fenomena tentang diri manusia, ada satu inti yang mustahil dan tidak dapat disangkal yakni “aku-ada”. Aku merupakan suatu kenyataan tertentu yang merangkum secara global dalam diriku dengan kondisi di mana saya berada yaitu dunia. Aku merupakan kenyataan yang utuh tanpa keterpecahan, sehingga aku membedakan diriku dari segala sesuatu yang bukan aku.

Dengan menyaksikan apa yang ada di luar dirinya, manusia diantar pada suatu titik kesadaran bahwa yang ada di luar dirinya yakni dunia adalah suatu keterberian dari seorang Pencipta yang tidak diciptakan. Bahkan pada batas tertentu, dunia atau alam dipandang sebagai modus atau modi (cara) dari eksistensi Allah. Karena itu Baruch Spinoza dalam filsafat identitasnya, melihat Allah sama dengan alam dan alam sama dengan manusia (bdk. F.M. Magniz-Suseno, 13 Tokoh Etika [Yogyakarta: Kanisius, 1998], p. 99). Spinoza mau menunjukkan identitas antara Allah dan alam bahwa Allah yang merupakan substansi, selalu ada melalui atau dengan cara (modus atau modi) segala yang ada dalam alam sekitar.

Dewasa ini bencana alam terjadi di mana-mana. Bumi seakan-akan tidak mampu lagi menampung debit air hujan yang berlebihan sehingga banjir dan tanah longsor pada musim hujan sering terjadi di berbagi pelosok tanah air kita. Ini hanya salah satu contoh fenomena alam yang belakangan ini melanda kita. Masih banyak fenomena alam lainnya yang melanda bumi dewasa ini. Ketika terjadi bencana alam, orang mulai saling mempersalahkan dan menggugat, bahkan mempertanyakan eksistensi Allah yang adalah Sumber Kasih dan Perlindungan.

Berhadapan dengan itu, pertama-tama kita perlu mengetahui jenis bencana alam yang terjadi, bahwa bencana alam dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yakni: Pertama; bencana alam yang terjadi disebabkan karena ada perubahan yang drastis sebagai bagian dari proses alam secara alami (natural), di mana ada perubahan dari orde menuju disorde atau sebaliknya. Whiteheard yang bertolak dari pandangan Darwin, namun jauh sebelumnya telah dipikirkan oleh A. Comte, memandang alam semesta ini sebagai proses yang ditandai dengan perubahan berdasarkan aliran waktu dan kegiatan. Dunia sebagai proses bersifat organis dan dinamis. Proses ini selalu berubah dan mengandung unsur baru. Alam semesta ini selalu berubah bersamaan dengan perubahan waktu, maka ia mengandung proses menjadi yang berlangsung terus menerus. Kehidupan dan kematian, bonum dan malum, generasi dan regenerasi selalu terjadi silih berganti. Semuanya merupakan suatu peralihan dari orde ke disorde. Orde merupakan keteraturan yang terjadi sebagai proses atau puncak dari disorde. Contoh dari jenis bencana ini adalah seperti gempa bumi, dan letusan gunung api. Ini adalah proses natural biasa, walaupun dapat mengakibatkan kerusakan bahkan merenggut korban jiwa. Di sini manusia tidak bisa saling menggugat dan mempersalahkan satu sama lain.

Kedua; bencana alam yang disebabkan oleh karena ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Penyalahgunaan teknologi, egoisme manusia, sikap eksploratif untuk mengeruk kekayaan bumi, merupakan ulah manusia yang dapat menyebabkan bencana alam. Hal ini berbeda dengan jenis bencana pertama yang terjadi secara alamia, melainkan karena perbuatan manusia yang salah kapra melihat dirinya sebagai penguasa atas alam. Contoh dari jenis bencana ini antara lain banjir, perubahan iklim yang tidak menentu, tanah longsor, panas global (global warming), abrasi. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari ulah manusia seperti pembabatan dan pembakaran hutan, tambang, pembuangan sampah secara sembarang, penggundulan hutan, dan lain-lain.

Manusia perlu mengakui bahwa dirinya dan alam merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Alam ada untuk manusia dan sebaliknya manusia mempunyai tugas untuk merawat atau melestarikan alam lingkungannya. Dengan adanya alam semesta, manusia menyadari bahwa mesti ada yang mengadakan apa yang telah ada. Dia adalah Sang Pengada yang keberadaan dapat tercermin melalui hasil ciptaan-Nya.

Manusia harus menjadikan alam sebagai ibu yang memberikan perlindungan serta mendatangkan kehidupan kepada dirinya. Sebagai ibu yang memberikan kehidupan, sudah saatnya manusia harus menjunjung tinggi spiritualitas yang terkandung di dalam alam. Spiritualitas itu lahir dari suatu kesadaran bahwa tanpa alam manusia tidak dapat hidup. Kesadaran bahwa alam sebagai yang memberi kehidupan melahirkan suatu sikap untuk menghormati alam dengan cara merawat atau melestarikannya. Manusia diharapkan membuang konsep bahwa keberadaannya untuk menguasai alam dan memandang alam sebagai tempat mencari keuntungan pribadi. Semakin manusia menguasainya dengan keegoisan dan keserakahannya untuk mengesploitasi, alam pun akan berubah fungsi dari sahabat menjadi lawan. Maka kita perlu menggugat diri kita sendiri, bisa jadi kita adalah bagian dari penyebab terjadinya bencana oleh ulah kita yang tidak bertanggung jawab terhadapa lingkungan. Sudah sepatutnya kita membangun kesadaran baru untuk mencintai alam lingkungan, karena dengan mencintai alam lingkungan, sama halnya kita mencintai diri kita sendiri.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya