Belajar Menjadi Wanita dari Siti Raham

Anak Rumahan
Belajar Menjadi Wanita dari Siti Raham 02/05/2023 1018 view Agama semarangku.pikiran-rakyat.com

Hari kartini yang jatuh bertepatan dengan Hari Lebaran membuat semangat Hari Kartini tidak terlalu terasa. Sebagian besar umat Islam sibuk mempersiapkan diri untuk menyambut Lebaran termasuk pulang kampung dan persiapan-persiapan lainnya. Bahkan banyak dari kita yang tidak sadar bahwa tanggal 21 April kemarin adalah Hari Kartini.

Saya teringat sosok Kartini ketika saya menonton film yang tayang saat Lebaran kemarin. Film yang menceritakan salah satu tokoh agama dan pergerakan bangsa ini yaitu Buya Hamka. Mungkin nama Buya Hamka sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Apalagi para penggemar sastra tentu sangat familiar dengan novel roman karya beliau yang bertajuk Tenggelamnya Kapal Van der Wick. Karya sastra yang juga diangkat ke layar lebar.

Tentu saja bukan Buya Hamka yang mengingatkan saya kepada sosok Kartini, tetapi istri beliau, Siti Raham. Mungkin tidak banyak orang yang mengenalnya. Namun, sosok istri Buya Hamka di dalam film tersebut membuat saya kagum. Tidak heran jika di samping tokoh besar seperti Buya Hamka ada sosok wanita hebat yang membersamainya.

Apa yang membuat sosok Siti Raham menjadi begitu istimewa? Menurut Saya, sosok wanita seperti beliau sudah sangat jarang dijumpai di zaman ini. Wanita cerdas, bijaksana, dan juga sabar serta selalu tersenyum mungkin tidak banyak kita jumpai wanita dengan karakter yang kuat seperti beliau.

Kemajuan teknologi dan pergerakan feminisme telah mengikis nilai-nilai yang seharusnya dimiliki seorang wanita. Banyak wanita zaman sekarang dituntut harus menjalani berbagai peran sehingga sayangnya melupakan peran utama yang paling hakiki yaitu menjadi seorang istri dan ibu.

Sosok Siti Raham adalah sosok ibu dan juga istri yang sangat bijaksana dan bersahaja. Walaupun banyak kondisi tidak ideal yang dihadapi sebagai seorang istri dan ibu, senyumnya selalu terlukis indah di wajah. Hal tersebut mencerminkan karakternya yang qonaah dan juga sabar dalam menyikapi setiap persoalan hidup yang diterimanya.

Bahkan ketika suaminya tidak memiliki pekerjaan yang layak, Siti Raham tidak mengeluhkan kondisi kekurangan itu kepada suaminya. Dengan kebijaksanaan dan kesebarannya, ia justru memilih untuk menjual perhiasan yang dimilikinya. Bahkan ketika suaminya datang memberikan hasil penjualan buku, beliau menerima dengan senyum dan rasa syukur yang luar biasa. Mungkin jika saya ada di posisi beliau saya akan bilang, “Mas, mbok ya dari tadi, saya sudah telanjur jual gelang saya ini Mas”.

Rasa qonaah juga terpancar saat mereka harus bergantian melaksanakan salat Tahajud karena hanya memiliki satu sajadah. Di situ Siti Raham tidak dengan jelas meminta untuk dibelikan sajadah kepada suaminya. Saat suaminya bertanya apa yang khusuk didoakan oleh beliau, beliau menjawab jika ia berdoa supaya Allah memberikan rezeki untuk membeli sajadah satu lagi agar mereka bisa salat Tahajud bersama. Adab seorang istri yang begitu santun dan lemah lembut terhadap suaminya.

Kecerdasan, kesabaran dan ketinggian akhlak dari Siti Raham begitu mengagumkan hingga mungkin rasanya sulit menemukan wanita dengan karakter seperti itu di zaman sekarang. Wanita yang hidup di zaman ini terlalu lelah dengan tuntutan zaman, terlalu lelah mengambil begitu banyak peran sehingga sulit membangun karakter diri untuk menjadi seorang perempuan dengan akhlak dan adab seperti itu.

Tentu saja tidak bermaksud untuk membandingkan karena pada dasarnya setiap wanita unik dan punya potensi serta karakternya masing-masing. Namun, sosok Siti Raham bisa menjadi salah satu bentuk Kartini lain yang mungkin namanya tidak seharum R.A. Kartini tetapi sosoknya begitu berpengaruh terhadap perjuangan tokoh besar seperti Buya Hamka.

Mungkin di luar sana ada banyak wanita yang namanya tidak pernah diukir sejarah, bahkan tidak ada yang pernah tahu siapa namanya, namun sosoknya begitu berpengaruh dalam membangun peradaban. Tidak semua orang harus tampil di depan dan mencolok hingga akhirnya namanya dicatat oleh sejarah. Tidak semua wanita harus berjuang seperti R.A. Kartini.

Ada banyak wanita yang berjuang dalam diam seperti Siti Raham. Beliau sabar dalam membersamai suaminya, beliau teguh dalam memegang prinsip-prinsip yang diyakini, dan juga beliau dapat membawa ketenangan dalam keluarga.

Karakter Siti Raham ini juga mengingatkan saya pada Ibunda Khadijah yang juga memiliki akhlak dan karakter yang kuat. Beliau rela mengorbankan harta, jiwa, dan raga serta semua yang dimilkinya demi mendukung dakwah Rasulullah saw.

Setiap wanita punya jalan perjuangannya masing-masing, namun salah satu karakter yang saya rasa harus dimiliki oleh seorang wanita adalah ketenangan karena Allah sendiri menciptakan Ibunda Hawa agar Nabi Adam menjadi tenang karenanya. Wanita adalah sumber ketenangan, setenang air yang membawa kesejukan, setenang malam yang menjadikan kita nyaman saat beristirahat.

Dari Siti Raham kita belajar menjadi wanita, istri dan juga ibu yang tenang, yang tetap sabar dan qonaah dalam menerima kondisi kehidupan yang tidak selamanya baik. Kita juga belajar jika perjuangan seorang wanita tidak selamanya dicatat dalam sejarah dengan tinta emas. Kadang-kadang peran wanita justru terlupakan, namun bukan berarti wanita tidak berjuang. Justru perjuangan wanita sangatlah berat karena output dari perjuangan tersebut adalah sumber daya manusia yang akan menentukan nilai sebuah peradaban.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya