Bagaimana Jika Memiliki Adalah Kehilangan Itu Sendiri?

Tidak lama lagi, atau malah sudah, Angelina Sondakh, terpidana kasus korupsi Wisma Atlet dan Hambalang yang menghebohkan itu, akan keluar dari penjara sepenuhnya. Menginjakkan kaki ke luar dari Lapas yang mengeramnya 10 tahun tentu sebuah hal yang sangat ditunggu Angie, demikian dia dipanggil, dan sanak keluarganya. Kisahnya dalam penjara bukanlah untuk dikenang sebagai cerita manis, setelah banding yang sempat diajukannnya malah menjadi bumerang dengan tambahan hukuman yang diputuskan Hakim Agung Artidjo Alkotsar.
Jika tidak ada aral melintang hingga momen bebas murninya, Angie akan segera kembali bersama keluarganya. Itulah momen meraih kembali kebersamaan yang sekian lama hilang. Angie akan kembali memiliki hak individualnya bersama famili setelah berlama dibatasi penjara.
Namun, bagaimana jika momen memiliki tersebut ternyata juga adalah sebuah kehilangan? Lucky Sondakh, ayah Angie, menunjukkan rekaman paradoks memiliki dan kehilangan sekaligus tersebut dalam siniar (podcast) yang dibuat menjelang kebebasan murni anaknya. Dalam tuturannya, opa Lucky bercerita tentang perjalanan hidup Angie dan harapan serta pandangannya selaku orang tua. Terlihat jelas, tidak mudah menceritakan perjalanan kisah hidup putri tercintanya.
"Sebagai orang tua, saya sudah peringatkan, lingkungan yang dimasukinya akan penuh bahaya, banyak serigala berbulu domba," ujarnya menafsir dunia politik yang dimasuki mantan Putri Indonesia itu. Si cantik Angie tak bergeming dan terus melanjutkan pilihannya. Sejarah mencatat, kelak Angie masuk pada putaran politik yang menjebaknya hingga masuk penjara.
Banyak yang yang bilang, lakon yang dijalaninya tak lebih dari settingan cerita sinetron di mana senang dan sedih sudah diplot sedemikian rupa oleh sang sutaradara, dan Angie akan diselamatkan pada akhirnya. Sayangnya, politik tak kenal belas kasihan dan sang Putri harus dikorbankan, betapapun pesonanya menguar, memberi indah pada buruk rupa perangai doyan korupsi.
Namun apa daya, kontestasinya sebagai anak bawang di dunia politik membuatnya terjerembab pada putusan incracht yang menunjukkan keterlibatannya berlaku koruptif. Singkatnya, Angie dipenjara, namun tidak dengan otak sesungguhnya di balik kasus tersebut.
Akan tetapi, bukan terutama mengenai penjara yang membuat Lucky kecewa pada Angie. Secara fair, dia bilang betapa beratnya kehilangan iman Angie. Betul, ketika cinta menyatukan Angie dan Adjie Massaid, Angie memilih keluar dari Kristen. Lucky jujur mengatakan pilihan itu sebagai pukulan yang teramat berat baginya. "Sebagai orang tua, kegagalan terbesar saya adalah ketika Angie menjadi mualaf," tuturnya dengan mata menerawang dan berkaca-kaca.
Di titik itu, mari mencoba menyelami alam pikiran Lucky. Tumbuh dan berkembang dalam keluarga Sondakh, mereka diberkati iman kristiani yang kuat, lingkungan yang terbiasa memberi pelayanan pada Gereja, dan soliditas marga terpandang di Menado. Pilihan menjadi mualaf terasa tamparan yang begitu keras bagi Lucky dan keluarga besarnya. Akibatnya, banyak yang mendesak Lucky untuk mengucilkan Angie dan keluarga kecil yang baru dibangunnya. Status tahanan kasus korupsi melengkapi derajat negatif yang diterima Angie.
Iman, bagi pemeluk teguhnya, meminjam atribusi pujangga Chairil Anwar, kita tahu begitu kuat membentuk lingkungannya sendiri. Dalam relasi orang tua dan anak, tanggung jawab keimanan bisa jadi sangat kuat mengikat, betapapun pilihan akhir memang tetap pada individu masing-masing. "Saya hanya berharap, pilihan menjadi mualaf itu bukan didasari emosi atau cinta pada manusia saja, tapi pada pilihan sadarnya sendiri. Adjie Massaid sudah meninggal, saya tidak melihat pilihan mualafnya ikut hilang," kata Lucky. Di titik itu, kesadaran baru lantas tumbuh. Iman yang tetap dijaga Angie itu memberi kabar pada Lucky bahwa penjara dan hukuman yang dijalaninya tidak melunturkan pilihan keyakinan, tidak membuatnya kecewa pada Tuhan yang diyakini.
Keteguhan Angie pada iman barunya pelan menumbuhkan kesadaran yang juga baru pada Lucky. "Jika kita berbeda iman," kata Lucky, "apakah dengan begitu tak ada lagi ruang bersama?" Sampai di sini Lucky seperti ingin mengingatkan, pada setiap iman dan nilai dalam agama, keyakinan akan kebenaran pada iman memang otonom dalam diri masing-masing, tanpa harus kehilangan semangat menghargai dan menjumpai perbedaaan.
"Jika engkau meyakini kebenaran dalam imanmu, apakah iman orang lain salah?" tanya Lucky, mungkin pada dirinya, dan jelas dia sudah punya jawaban. Pertanyaan ini sesungguhnya tidak mudah dijawab bagi kebanyakan orang yang tidak benar-benar mengalami hidup dalam perbedaan iman itu sendiri, karena salah dan benar dalam urusan keimanan berbatasan dengan apa yang dikenal sebagai toleransi.
Sejatinya, menemu ruang toleransi itu yang tak pernah benar-benar mudah dan tulus. Namun demikian, Lucky lebih memilih untuk menerima perbedaan itu, betapapun kehilangan dan kecewa tak bisa dihapusnya. Lucky meyakini dan menemukan keputusannya pada apa yang disebutnya sebagai kasih. “Perbedaan iman tidak sepatutnya menjadi penghalang untuk kasih,” katanya.
Dengan kasih itu pula, rutin pada tiap minggunya Lucky menyambangi Angie di penjara. Kasih pula yang mendasari pengorbanan dan perjuangan Lucky meninggalkan Menado untuk boyongan ke Jakarta.
Bayangkan, betapa beratnya seorang mantan Rektor Universitas Sam Ratulangi, sudah sepuh, dan orang cukup berpengaruh di kota asalnya yang, diakuinya, harus memulai hidup relatif baru dengan pindah ke Jakarta. Berdua dengan istrinya, Lucky mengasuh Keanu Jabbaar Massaid, anak Angie, dan rutin menjenguk Angie di rutan.
Tentu saja tidak mudah menjalani sekian tahun di penjara. Cinta dan kasih yang disebutnya itu menjadi jalan dan penuntun utama menjalani rutinitas yang bisa jadi sesungguhnya sangat pahit. Di senja waktunya, di ujung capaian dirinya, Lucky menemukan momen kehilangan dan memiliki sekaligus.
Saat detik kebebasan Angie datang secara purna, Lucky sadar cinta dan kecewa itu mungkin akan dirayakan bersamaan.
Dengan penerimaan atas perbedaan, kebahagiaan, dan cinta yang kembali akan utuh antara Angie dan keluarganya, mohon maaf, mungkin judul yang lebih tepat dari tulisan ini adalah bagaimana jika kehilangan adalah memiliki itu sendiri?
Artikel Lainnya
-
37001/12/2021
-
132701/09/2021
-
145003/11/2020
-
Kebenaran Rasional, Hoaks, dan Hari Tipu Sedunia
147502/04/2020 -
53208/01/2022
-
Menakar Sisi Lain Kemarahan Bupati Alor ke Mensos
39206/06/2021