Ancaman Artificial Intellegence terhadap Eksistensi Manusia

Pembelajar
Ancaman Artificial Intellegence terhadap Eksistensi Manusia 18/08/2023 199 view Lainnya Simplilearn.com

Tidak banyak hal di dunia ini yang tidak mengalami perubahan. Malah bisa dibilang hampir seluruhnya. Semua hal berkembang, semua hal berevolusi. Ambil satu contoh yang bisa dengan jelas kita amati misalnya dalam ranah teknologi. Menurut para ahli sejarah sebelum kita memasuki era AI seperti saat ini, permulaan peradaban manusia dimulai dari Lembah Mesopotamia (Irak kalau zaman sekarang). Kira-kira sekitar 5000 tahun yang lalu. Periode ini disebut juga dengan Zaman Agraris (Revolusi Agraria).

Kemudian dilanjut dengan munculnya zaman modern, dengan format awal yang masih sederhana sampai ke era sekarang yang lebih kompleks. Kita mengenal berbagai macam kecanggihan teknologi dengan lompatan yang eksponensial. Dalam rentang waktu itu pasti ada beberapa kejadian yang menjadi tonggak sejarah.

Kalau kita mencatat maka setidaknya menurut saya akan ada empat kejadian penting yang merubah peradaban. Pertama, Revolusi Sains tatkala Newton memperkenalkan hukum-hukum gerak dalam dunia fisika dalam Principia Mathematica pada abad ke 17. Meskipun sebelumnya didahului dengan penelitian yang dilakukan oleh Galileo. Tapi di masa Newton inilah, terjadi penyempurnaan teori dan temuan dalam bidang fisika dan matematika yang sedemikian pentingnya termasuk di dalamnya kalkulus.

Kedua, disusul dengan ditemukannya mesin uap oleh James Watt pada abad ke 18 (Awal revolusi Industri). Disusul dengan penemuan-penemuan selanjutnya yang berkesinambungan sehingga saat ini sudah sampai pada Revolusi Industri 4.0. (Data dan algoritma program).

Ketiga, adalah Revolusi Sosial Politik yang terjadi di Perancis juga pada abad 18. Meskipun terjadi di Perancis tapi pengaruhnya menjangkau Eropa dan dunia. Revolusi ini mencetuskan tiga prinsip yang terkenal, yakni: Liberte (Kebebasan), Egalite (Persamaan), dan Fraternite (Persaudaraan).

Keempat adalah diketemukannya bom nuklir pada abad ke-20. Senjata perang paling mengerikan ini dikembangkan di Los Alamos (New Mexico, Amerika Serikat) oleh pemerintah AS, yang diberi nama Manhattan Project. Ratusan ilmuwan dan fisikawan dikumpulkan di tempat ini untuk meneliti dan mengembangkan bom atom. Ada rasa khawatir di awal pada ilmuwan jika bom ini berhasil, daya ledaknya akan sampai menghancurkan bumi. Tapi ternyata efeknya tidak sedahsyat itu. Meskipun begitu dengan dua bom atom saja sudah mampu meluluhlantahkan kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang. Bukan hanya karena banyaknya korban yang meninggal saja, tapi juga yang masih hidup pun mengalami cacat seumur hidup karena pengaruh radiasi nuklir. Betapa mengerikan senjata perang ini jika salah digunakan.

Itulah beberapa kejadian penting yang terjadi dalam Sejarah. Setiap peradaban mempunyai peninggalan dan coraknya sendiri. Zaman Agraria sampai Zaman Teknikal. Kita tidak bisa memperbandingkan zaman sekarang dengan zaman dulu. Dan begitu pula zaman dulu dengan zaman kita sekarang ini. Selain karena konteks permasalahannya yang berbeda terutama karena setiap zaman memang punya warnanya sendiri. Tapi yang justru perlu kita lakukan adalah mengambil peninggalan dan kebudayaan masa lampau untuk kita gunakan dan kembangkan guna menghadapi tantangan zaman. Peradaban saat ini tidak akan mungkin bisa seperti sekarang ini tanpa adanya peninggalan dan teknologi dari peradaban sebelumnya. Dengan demikian, peradaban masa lalu adalah kendaraan menuju zaman kita sekarang.

Kemudian di abad 21, kita sampai di era AI, yang booming dengan chat GPT serta teknologi deep fake-nya. Mengapa kita mengambil contoh yang jauh-jauh sedang dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari kita sudah menggunakan salah satu bentuk AI ini? Misalnya aplikasi maps, ticketing, ojek online, dan lain-lain. Kita semua menggunakannya tanpa menyadari bahwa itu juga sejenis AI. Wajar saja karena kita belum teramat banyak terekspose akan teknologi AI.

Saya percaya beberapa orang kalau tidak untuk menyebutnya hampir sepenuhnya pasti punya perasaan cemas atau takut saat mengisikan data-data pribadinya melalui aplikasi digital. Khawatir kalau-kalau data-data tersebut disalahgunakan. Apalagi hal ini semakin diperkuat dengan berita adanya kebocoran data di dukcapil. Kabarnya data-data tersebut diperjualbelikan di situs belanja online. Kalau sudah seperti ini, kita akan mudah dieksploitasi. Dan ujungnya adalah penyalahgunaan data yang mengakibatkan kerugian moril maupun materiil. Itulah pentingnya system cyber security dalam dunia IT untuk menjamin autentikasi dan keamanan data-data kita. Pihak yang berwenang harus aware terhadap kegelisahan masyarakat. Lindungilah credential data-data pribadi tiap-tiap orang. Karena di era digitalisasi ini, data begitu sangat penting. Jargonnya: “Data is new oil”.

Pada 1997 IBM menciptakan program catur yang diberi nama Deep Blue. Menarik mencermati mengapa diberi nama Deep Blue. Kita tahu warna biru diasosiakan dengan kecerdasan atau aura kontemplatif, maka tambahan deep, semakin menegaskan bahwa mesin ini punya kecerdasan yang mendalam. Deep Blue menggunakan algoritma tree search yang membuatnya bisa mengkalkulasi hingga 20 langkah ke depan. Dengan kemampuannya ini, Deep Blue berhasil mengalahkan juara dunia catur asal Rusia Garry Kasparov dengan skor 3,5-2,5.1

Bisa dibilang inilah awal kemenangan mesin atas manusia. Lebih-lebih dalam bidang penggunaan intelegensia. Harus diakui untuk kemampuan komputasi manusia tidak akan bisa menyaingi kemampuan komputer. Karena ia bisa melakuakan ribuan bahkan jutaan kalkulasi untuk sebuah perintah yang itu dalam hitungan detik. Dengan melihat potensi mesin pintar yang begitu besarnya, maka manusia berinisiatif untuk menyebarkan teknologi AI ini ke semua lini. Tentu ada pihak yang setuju dan ada pihak yang menentang.

Tidak dipungkiri dampak Artifisial Intellegence (AI) untuk kehidupan sangat besar. Bagi yang pro akan membuat pernyataan. Di sini harus kita deklarasikan bahwa AI adalah tools yang membantu manusia bukan yang merebut kehidupan dari manusia. Saya kira beberapa pendapat yang mengatakan bahwa AI akan merebut kehidupan dari manusia itu suatu pernyataan yang hiperbolik. Memang sebagian pekerjaan sudah mulai tergantikan dengan mesin dan algoritma program, seperti misalnya teller bank dan penjaga toll. Bahkan baru-baru ini, pembawa berita dan juri tinju juga hasil program AI. Tapi itu dilihat dari fungsinya masih berada dalam tahapan kecerdasan mekanistik yang mono intelegensia. Hanya untuk satu tugas tertentu, belum bisa multitasking. Jadi bisa dibilang masih jauh jika dibandingkan dengan kemampuan manusia. Mungkin mereka terlalu terekspose dengan film Barat tentang robot dan AI. Tapi sebagai sikap yang waspada tidak ada salahnya jika kita mewanti-wantinya.

Bagi yang menaruh syak wasangka akan pengaruh distopia AI--pertanyaan lanjutannya adalah bisakah AI dengan berbagai macam kemampuannya suatu saat punya kehendak bebas seperti yang ada pada manusia sehingga ia memberontak pada tuannya.? Gambaran ini juga sudah pernah direpresentasikan dalam film superhero Amerika “ The Avengers” , di mana para jagoannya harus bertarung melawan robot yang disusupi program AI yang mereka buat sendiri. Bencana besar yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Barang yang “mati” kok sekonyong-konyong bisa “hidup"?

Apakah kemungkinan ini akan benar-benar terjadi di masa depan. Kalau benar betapa mengerikan teknologi AI jika pengembangannya tidak dikontrol. Kalau bom atom merusak dengan energi yang besar, sedangkan AI merusak dengan mengambil berbagai macam peran manusia. Selama ini jika melihat humanoid robot saja kita sudah sangat takjub. Salah satu teknologi mesin ciptaan manusia yang berusaha meniru tingkah laku manusia sendiri. Apalagi kalau suatu saat ia punya kecerdasan intelegensia yang menyamai bahkan melampaui manusia?

Bagaimana sikap kita terhadap kemajuan AI? Bagaimana sikap para pemegang kebijakan mengenai hal ini? Terutama pihak-pihak yang beraliansi dalam grup triple helix (pemerintah dalam hal ini BRIN, universitas, dan industri). Ketiga komponen tersebut selain mesti melakukan kegiatan litbang juga harus melakukan rekonsiliasi guna mengawal perkembangan AI supaya tidak menimbulkan efek katastropik.

Mengembangkan teknologi dan ilmu pengetahuan itu harus terus dipacu tapi juga harus dipastikan bahwa teknologi itu punya fungsi tepat guna dan diikat dengan aturan yang jelas. Bukankah motif diciptakannya teknologi pada awalnya adalah untuk mempermudah pekerjaan manusia. Tapi jika di kemudian hari teknologi ternyata malah mengancam eksistensi manusia, bagaimana sikap kita akan adanya?

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya