Mudik dan Inkosistensi Kebijakan Pemerintah

Tukang Dagang
 Mudik dan Inkosistensi Kebijakan Pemerintah 10/05/2021 796 view Opini Mingguan phinemo.com

Aturan dicipta untuk dilanggar, sebuah ungkapan yang familiar terdengar di masyarakat indonesia. Di mana menjelang hari Raya Idul Fitri yang masih berdampingan dengan pandemi. Kalimat ungkapan di awal menjadi trend tersendiri menjelang lebaran. Semenjak diberlakukannya Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang larangan mudik. Berdasarkan survei lembaga Puspoll Indonesia sebanyak 49.9 persen sampling responden menjawab tidak setuju dengan pelarangan mudik, sementara 42,1 persen responden menjawab setuju dan 8,0 persen responden tidak tahu atau tidak menjawab. jadi setengah dari responden tidak setuju atas aturan pelarangan mudik tersebut.

Walaupun pemerintah dalam hal ini polisi telah membentuk pos-pos cek point di perbatasan setiap kota untuk menghalau dan menyekat para pemudik. Hal tersebut tidak menyurutkan niat para pemudik untuk tetap bermudik, karena bagi mereka mudik merupakan kewajiban psikologis. Bukankah, mengunjungi orang tua dan sanak saudara merupakan kegiatan silaturahmi yang indah dan penuh makna. Apalagi suasana kumpul keluarga yang ditemani berbagai makanan menjadi kado terindah dalam hari kemenangan dalam setiap tahunnya.

Demi mendapatkan moment tersebut, berbagai macam cara dilakukan oleh masyarakat agar tetap bisa mudik. Walaupun mereka tahu bahwa mudik telah dilarang pemudik tidak pernah kehabisan akal. Intrik-intrik yang di lakukan pemudik ini cukup menarik dari yang unik hingga yang nekat. Misal, bersembunyi dibalik truk sayur, bersebunyi di balik bak terbuka pembawa barang, mobil masuk truk, Naik mobil ambulans, naik travel gelap. Bahkan ada yang sampai nekat menorobos pembatas tol.

Lalu mengapa mereka sengaja dan senekat itu melawan aturan? Wajar saja masyarakat melawan aturan mereka sudah bosan dalam kondisi keterkekangan pandemi hampir satu tahun mereka patuh tapi pandemi belum kelar-kelar. Selain itu, meraka merasa bingung dengan kebijakan-kebijakan yang tak masuk akal oleh pemerintah. Misal mudik dilarang, parawisata diperbolehkan. Mudik dilarang orang dari wuhan boleh masuk ke Indonesia. Mudik dilarang orang India boleh melenggang ke Indonesia. Sangat wajar jika masyarakat tidak diam dan tidak patuh, karena Pemerintah sendirilah dalam hal ini menjadi sosok yang tidak konsisten dalam membuat aturan.

Mereka melawan bukan karena tidak takut covid, mereka melanggar bukan karena bodoh apalagi tidak tahu aturan. Mereka melawan karena merasa aturan-aturan tersebut tidak memihak kepada masyarakat dianggap cenderung tebang pilih. Sebelumnya masyarakat telah melihat inkonsistensi pemerintah ketika hadir di acara nikahan orang mewah hingga tayang di akun media kesekratariatan Negara. Kini pun mudik dilarang dan embel-embel lain diperbolehkan.

Kemudian jika dilihat alasan mereka tetap mudik dalam hal ini melanggar aturan pertama karena ada kesempatan dan kedua mereka membela diri. Jika dilihat dari alasan karena ada kesempatan, sebagai manusia pada dasarnya cenderong berbuat baik atau melakukan suatu perbuatan yang tidak melanggar hukum tetapi oleh karena ada kesempatan atau peluang, iapun melakukan suatu perbuatan melawan hukum. Pelanggaran hukum dengan alasan adanya kesempatan cenderung datang dengan tiba-tiba ketika melihat objeknya, apalagi orang tidak ada yang melihatnya. Dalam hal ini pemudik memang mencari-cari kesempatan namun jika kita pandang bahwa alasan pemudik untuk tetap mudik itu sebagai bentuk membela diri alasan ini merupakan alasan yang tidak kalah seringnya dijadikan orang sebagai alasan untuk menghalalkan perbuatannya.

Hukum sendiri sebenarnya memberikan tempat khusus bagi orang yang melanggar hukum karena alasan membela diri, dan bila alasan membela diri itu bisa dibuktikan dan sesuai dengan ukuran yang diberikan hukum, orang tersebut mungkin terbebas dari ancaman hukuman tetapi alasan membela diri tidaklah semudah diucapkan karena banyak hal lain yang terkait dengan perbuatan melanggar hukum bersangkutan. Jelasnya mereka membela diri karena mereka membela hak-haknya bahwa mereka geram melihat inkonsitensi pemerintah terhadap kebijakan-kebijakan saat pandemi yang dianggap sangat tebang pilih. Di sini wajar masyarakat membela diri, bentuk kekecewaan mereka terhadap kebijakan pemerintah yaitu dengan cara melawan.

Karena Jika logikanya penyebaran covid karena kerumunan mengapa orang disuruh berbelanja baju lebaran, jika penyebaran karena berkerumun dengan orang asing lokal maka kenapa parawisata diperbolehkan, jika kita boleh mengunjungi kebun binatang mengapa mengunjungi keluarga dilarang. Kegilaan macam ini membuat masyarakat melawan.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya